Seminggu setelah pemakaman Ibunya, Apel kembali masuk sekolah.
Nirina yang pertama menyambutnya. Entah kenapa Nirina tahu bahwa Apel akan datang melalui gerbang belakang, bukan gerbang depan seperti biasanya. Nirina juga diam seribu bahasa, seakan paham bahwa Apel menghindari percakapan.
Apel tersenyum getir. Itulah Nirina. Ia seperti selalu tahu apa yang harus dilakukan bahkan tanpa bertanya. Apel menekan dadanya. Rasa terluka tak terima karena kemarin dikalahkan Nirina jadi Ketua OSIS muncul kembali.