Esoknya Apel dan Nirina mencari rumah Badai. Melihat rute yang berliku-liku di maps, mereka memutuskan naik ojek.
"Hidup kita penuh drama ojek," keluh Apel.
"Dan bubur! Jangan lupa!" Tumben Nirina uring-uringan. Ya, mungkin karena terus diikuti sosok cewek tak berwajah.
Mereka sampai di sebuah rumah berdinding triplek dan batu bata, dengan pintu yang keropos. Perasaan Apel campur aduk, antara pilu bercampur ragu, setengah takut. Hari ini datang juga.
Hari dimana Apel minta maaf pada seseorang. Untuk pertama kalinya.
Pintu terbuka.