Menurut Nirina, pertemuan itu terjadi sangat-sangat terlambat tapi tidak apa. Perlahan, Nirina bisa melihat sosok penuh kecemasan yang mengikutinya menghilang.
Sosok itu makin samar saat Nirina mulai memasuki rumah sakit bersama Garda. Lalu sepenuhnya buyar ketika Nirina akhirnya bertemu adiknya yang baru siuman dan mulai bicara terpatah-patah.
Bocah laki-laki. Tujuh tahun usianya. Gegar otak ringan dan patah tulang di tangan dan kaki. Ia sudah diberitahu kalau kakak perempuannya meninggal dunia dalam kecelakaan. Ayahnya di ruang sebelah sedang bicara dengan dokter.
"Keluarga Hadipranata punya tiga anak. Hanya dua yang di mobil nahas itu, kemana satunya?" tanya Nirina.
"Hei, kamu bisa tahu darimana?" selidik Garda, yang dijawab Nirina dengan angkat bahu dan senyum semanis madu.
"Sedang di luar negeri. Ada study tour. Mamanya yang mengatur." Polisi lain selain Garda memeriksa catatannya sambil setengah terpesona.
"Adik kecil," sapa Nirina pada bocah itu. "Apakah kamu menyukai Ibumu?"
Bocah laki-laki itu menatap Nirina dengan pilu. Ia menggigit bibirnya takut menjawab.