Nirina menatapi tumpukan kertas dan proposal yang berserakan di mejanya, meja ketua OSIS SMU Sagita.
Inilah kebebasan. Inilah kemerdekaan yang hakiki, pikir Nirina haru. Setelah beberapa hari disibukkan oleh bubur ayam, Badai, gadis tak berwajah, intel galau, dan organisasi teroris yang ingin memusnahkan manusia dari muka bumi ini, akhirnya Nirina bisa kembali menjadi anak SMA biasa.
Anak SMA biasa yang jomblo, anak SMA Ketua OSIS yang stres karena sebentar lagi mau ada segudang event sementara sumbangan sponsor masih miris. Sayang, kebahagiaan Nirina tak berlangsung lama.
"Nirina, cetak biru senjata VEA ada di Garda!!!" Apel tiba-tiba mendobrak pintu ruang OSIS dan menghadang sahabatnya.
"Terus kenapa...."
"Cetak biru itu di tangan Garda tapi dia nggak bilang. Jadi sampai sekarang Badai dan keluarganya masih diincar VEA! Ini bahaya!"
Nirina mengelus proposal pentas seni dan surat-surat sponsor yang biasanya membuatnya ingin muntah namun kini membuatnya merasa normal. "Mungkin Garda berencana lain...."
"Misalnya?" kejar Apel.
"Mungkin dia mau memancing semua anggota VEA keluar dan menangkap mereka. Garda tahu Badai dan keluarganya akan menjadi incaran pengintaian VEA untuk mencari cetak biru. Garda bisa tetap melindungi Badai, sementara cetak biru itu tetap aman di tangan polisi. Sambil menyelam minum air."