Abi di Dalam Botol

Yoseph Setiawan Cahyadi
Chapter #9

Fase Penolakan

Aku mencarinya hingga ke jalan raya. Menyusuri gang-gang kecil di mana kami sering mengajaknya jalan-jalan pagi bersama. Tidak lupa kami mengunjungi setiap warung, tempat dia selalu membeli jajanan yang membuatnya jadi lebih tenang dan anteng. Tidak hanya warung atau toko konvensional tetapi juga minimarket modern yang besar dan berpendingin. Aku tidak juga menemukannya.

Ya aku masih dalam tahap tidak menerima keadaan. Aku masih mencoba mencari penjelasan yang logis atas semua hal yang tidak logis yang terjadi barusan. Aku mencubit pipiku keras-keras mencoba menyadarkan diriku kalau aku kini berada di dunia realita yang penuh kepahitan.

Dengan nafas terengah-engah aku berlari menyusuri tiap jalan dan gang-gang kecil sekali lagi. Memeriksa lebih teliti lagi karena bisa jadi ada yang aku lewatkan ketika pikiranku sedang panik. Namun tetap saja hasilnya nihil. Aku berlutut di tengah jalan dan berteriak serta menangis sejadi-jadinya.

Pada saat itu aku tidak lagi peduli denga napa yang orang lain pikirkan. Padahal selama ini aku selalu menempatkan mereka di urutan pertama dalam skala kekhawatiranku. Aku hanya perlu melepaskan semua. Lalu aku tiba-tiba teringat kata nenek itu.

Aku mengambil botol mini itu dari sakuku dan anehnya, aku merasa ada detak jantung yang bisa kurasakan dari botol mini itu. Tak percaya, aku menaruh tangan kiriku di dada untuk memeriksa ritme detak jantungku sendiri dan membandingkannya dengan yang di botol.

Detak jantungnya tidak sama.

Aku buru-buru mengusap mataku dan menampar pipi kiriku keras-keras. Aku kembali melakukan hal yang serupa dan hasilnya tetap sama. Aku menggenggam erat botol mini itu sambil meratapi kebodohanku sendiri.

Aku mengingat-ingat kembali kata nenek itu soal tidak lagi menjadi marah dan tidak lagi membenci orang yang ada di dalam botol untuk melepaskannya. Saat itu adrenalinku memacu kerja jantungku menjadi lebih cepat. Aku dililingkupi dengan perasaan yang sering dikatakan muncul karena pengaruh dari obat-obatan terlarang. Awan mendung yang menggelayuti hariku tiba-tiba sirna.

Lihat selengkapnya