16
Abi
Kubuka mataku perlahan dan aku merasakan sekujur tubuhku dihantam oleh rasa sakit yang bertubi-tubi. Butuh waktu beberapa saat sebelum aku sepenuhnya sadar. Aku mencoba duduk dari posisiku yang sempat terlentang. Oksigen di ruangan ini begitu tipis. Nafasku tersengal-sengal mengejar oksigen yang tidak juga kudapat.
“Aw!!” Rasa sakit hebat melanda perut sebelah kanan. Aku lihat sebagian dari permukaan baju hitam yang kukenakan menjadi merah marun. Darah meresap melalui lubang-lubang kapiler kain dan semakin lama semakin banyak permukaan baju yang tertutupi.
Aku mencoba bangkit sekuat tenaga sambil memegangi perut kananku yang sakit layaknya teriris oleh ribuan pisau. Pijakkan kaki yang kuat aku jadikan modal untuk berdiri. Namun karena besarnya luka yang ada di perutku dan juga di sekujur tubuhku, kakiku menjadi gemetar. Pijakanku jadi runtuh, aku kembali jatuh terjerembab.
Tidak menyerah, aku kembali mencoba berdiri. Di percobaan kedua kuatur kembali nafasku untuk mengumpulkan tenaga. Tanganku membantuku untuk berdiri, aku pegang dinding yang ada di depanku. Dinding itu rupanya terbuat dari kaca.
Aku melirik ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang. Aku hentakkan permukaan tanganku ke dinding yang mengelilingiku. Semuanya terbuat dari kaca! Ternyata aku berada di dalam sebuah ruangan yang sempit yang seluruhnya terbuat dari kaca.
Kupandangi langit-langit yang mengerucut menuju satu titik di atas sambil mengira-ngira tempat di mana aku berada sekarang. Kulihat ada sinar berbentuk lingkaran beberapa meter tepat di atasku. Mirip seperti lampu namun tidak seterang itu. Aku amati uliran-uliran yang ada di bawahnya. Mataku terbelalak.
Aku berada di dalam botol!
Aku berteriak sejadi-jadinya. Menggedor dinding kaca itu dengan sekuat tenaga. Hanya ada suara BUM BUM yang menggema ke dalam yang justru membisingkan telingaku sendiri. Pusing di kepalaku yang sempat mereda kini kembali lagi. Aku merunduk dan kini berada di dalam posisi lutut kaki kanan menopang keseluruhan berat tubuhku.