Abi di Dalam Botol

Yoseph Setiawan Cahyadi
Chapter #18

Remaja yang Ceria

18

        “Hah? Kamu sudah menulis lima skenario?” Seru Leo dengan suara penuh dengan gairah dan semangat sambil menutup kanula yang terpasang di tenggorokannya. Kanula itu membuatnya mampu mengeluarkan dahak yang setiap saat bisa menutupi tenggorokannya dan harus disedot keluar dengan alat. Dia tidak akan bisa mengeluarkan suara, jika dia tidak menutup kanulanya.

        Aku sendiri masih belum terbiasa melihat pemandangan laki-laki muda dengan keadaan seperti ini. Otakku masih berusaha mencerna dan memahami situasi yang aku hadapi sekarang belum lagi aku juga masih berusaha untuk menerima keadaanku seperti ini sementara di luar sana anakku entah di mana. Aku anggukkan kepalaku dengan mantap. Rasa pusing yang tadi memenuhi kepalaku, kini hilang sudah. Lelaki tua bernama Sidik, yang ternyata adalah Caregiver untuk Leo, sengaja meninggikan bantal dengan kemiringan tertentu agar aku bisa lebih nyaman bercengkerama dengan Leo.

       Cara kerja Pak Sidik memang sangat jempolan dan telaten. Usia dan pengalaman memang tidak bisa bohong. Dia nampak fasih dalam memperhatikan detil-detil kecil yang bisa membuat siapa saja yang sakit merasakan kenyamanan. Kemiringan bantal yang dia buat sudah mirip seperti ranjang rumah sakit seharga milyaran rupiah.

         “Apakah sudah ada yang difilmkan?” Leo kembali mengeluarkan amunisi pertanyaannya yang selama ini dia pendam.

           Mendengar pertanyaan Leo, egoku merasa terintimidasi.

       “Sudah. Ada satu yang dulu tayang di bioskop. Tapi kurang begitu laku.” Aku mengarang cerita yang tidak terjadi karena aku tahu, Leo tidak akan punya kapabilitas untuk bisa menonton di bioskop. Begitu jahatnya pikiranku. Mengeksploitasi kecacatan Leo untuk kepentingan diriku sendiri.

       “Tapi pasti ada di internet kan?” Leo mendorong roda kursi rodanya sekuat tenaga sambil membanting tubuhnya yang bengkok ke arah kanan agar dia bisa mendekati laptop yang ditaruh persis di atas meja.

           Tulang punggung Leo punya kemiringan yang cukup tajam. Bentuknya seperti huruf s. Leo sempat cerita kalau kondisinya yang seperti ini membuatnya tidak tahan duduk lama-lama. Dia harus mengambil jeda selama beberapa jam sebelum dia punya kesanggupan untuk bisa duduk kembali. Karena tubuhnya miring ke kanan, maka paru-paru kanannya juga semakin terhimpit dan mengecil.

           Melihat semangat Leo yang menggebu-gebu aku merasa sedikit khawatir. Khawatir apa yang aku karang, terbukti tidak benar sehingga mengecewakan dirinya dan terutama diriku sendiri.

           “Judulnya apa? Genrenya apa?”

           Aku kebingungan mengingat judul-judul film yang sebagian besar sudah aku lupakan. Beberapa tahun belakangan, otakku sudah tidak sanggup menyimpan judul-judul film dengan cerita yang tidak berkesan serta hal-hal yang tidak penting lainnya.

        “Geser Kanan Cinta.” Kataku cukup lantang dan percaya diri ketika menemukan sebuah judul film yang menarik perhatianku karena bercerita tentang dua orang manusia yang bertemu dan jatuh cinta di malam tahun baru dengan latar Pulau Bali.

           Aku sendiri sudah memikirkan jawaban jika Leo tidak mendapati namaku di deretan penulis skenario.

           “Genre romantic ya?..... Tapi kok gak ada nama mas Abi ya?”

         “Karena itu sistem menulisnya Co-writing. Skenarionya dikerjakan oleh beberapa orang sekaligus. Dan yang ditampilkan di poster biasanya adalah nama-nama penulis skenario yang sudah terkenal saja. Para produser itu berharap nama penulis skenario terkenal bisa mendongkrak penjualan tiket mereka.” Jawabku mantap.

Lihat selengkapnya