Abi di Dalam Botol

Yoseph Setiawan Cahyadi
Chapter #20

Menguji Nyali, Menantang Diri

20

           ”Kamu serius bisa menyetir mobil?” Tanya Leo padaku dengan penuh antusias.

        Aku menganggukkan kepala dengan ragu. Sewaktu remaja, aku hanya mempelajari dasar-dasar menyetir. Beberapa kali aku sempat turun ke jalan untuk latihan menyetir di kondisi yang riil. Namun karena mobil yang aku kendarai menabrak pedagang asongan dan menimbulkan kerugian materi yang tidak sedikit, sejak saat itu ayah dan ibuku melarangku untuk menyetir ditambah dengan-dengan kata-kata mereka yang menhancurkan motivasi.

        Sejak saat itu aku selalu main kucing-kucingan ketika menyetir mobil. Hanya beberapa kali saja aku mempraktekkan kemampuan menyetirku lagi sebelum datangnya hari ini.

       Aku membohongi Leo kalau aku bisa nyetir agar aku tidak merasa seperti pecundang namun ada motivasi yang membuatku mengatakan hal tersebut. Aku ingin membuat Leo senang, aku ingin mengajaknya melihat dunia luar karena mungkin orang tuanya tidak pernah mengajaknya keluar karena satu sebab yang aku tidak tahu. Aku harap orang tua Leo tidak malu dengan kondisi leo.

      Aku memutar kunci mobil lalu menyalakan mobil colt tua yang disimpan di garasi belakang. Aku melihat, seluruh otot di tubuh Leo berkelinjang penuh dengan kegembiraan. Tidak kukira hanya mendengar suara mobil menyala saja, bisa membuat orang lain begitu bahagia.

      ”Beneran bisa nyetir dengan kondisimu seperti itu, mas? Tanya Pak Sidik penuh keraguan.

      Harus aku akui seluruh tubuhku masih sakit, terutama perut kanan dan kaki kiriku. Namun keadaanku sekarang jauh lebih baik dibandingkan kemarin. Perawatan Pak Sidik yang telaten membuatku pulih lebih cepat. Ditambah dengan kenyataan aku menyelesaikan revisiku dengan baik, dengan bantuan dari Leo tentunya. Hatiku kini diliputi oleh euforia dan keyakinan kalau sebentar lagi cita-citaku menjadi penulis skenario akan kesampaian. Dan hal itulah yang menggerakkan seluruh otot di tubuhku dan meniadakan rasa sakit yang sebelumnya sempat kurasakan.

         ”Aman!” Aku memberikan jempolku kepada Pak Sidik.

       Pak Sidik membopong badan Leo yang kurus ke dalam mobil. Leo mengakui dengan kondisinya yang seperti ini, dia sulit untuk menghabiskan makanan dalam jumlah yang banyak. Pak Sidik dengan telaten memasang sabuk pengaman belakang yang sudah karatan. Dia menarik-narik sabuk itu dengan kencang berusaha memastikan kalau sabuk itu masih bekerja dengan baik. Setelah itu dia melipat kursi roda Leo dan memasukkannya ke dalam ke bagasi belakang.

          ”Sudah lama gak melihat den Leo sesemangat ini.”

       Aku masukkan gigi lalu aku injak pijakan gas dan persneling secara berirama sesuai dengan teori yang kudapatkan waktu kecil dan mobil pun bergerak dengan kasar persis seperti orang yang terkejut karena tersengat listrik.

        Aku lihat Pak Sidik dan Leo sediki kaget namun Leo tetap menyunggingkan senyum lebar. Kekagetan yang dia rasakan tidak serta merta menghapus senyumannya itu.

Perlahan tapi pasti mobil bergerak dari pekarangan rumah menuju jalan raya. Menurut Leo letak pasar malam itu tidak jauh dari rumahnya.

”Setengah jam perjalanan juga sampai.” Ingat Leo kembali.

Aku pun menginjak pedal gas dengan pelan sambil mengontrol setir mobil. Sesekali aku menarik nafas panjang. Masih terngiang di ingatanku ketika aku menabrak pedagang asongan di pinggir jalan. Seluruh otot dalam tubuhku kini menegang karena desakan adrenalin serta sikap penuh kewaspadaan yang tinggi. Aku tidak boleh gagal! Aku pasti bisa!

Lihat selengkapnya