30 November 2023.
Waktu berjalan terasa cepat, banyak hal yang dilalui selama hampir 3 bulan di kelas 12. Ujian tengah semester, keributan antara Karin dan Faisal soal perlengkapan. Fajar yang memamerkan kompas milik ayahnya karena masih berguna, Luis dan Refan yang antisipasi dengan kami para cewek, Gadis yang anteng saja dan aku yang santai karena sudah menyiapkan segala hal.
Jantungku berdebar-debar karena tidak sabar menanti petualangan ini. Sudah hampir setahun aku tidak pernah mendaki lagi, alasannya karena tidak memiliki teman mendaki. Tapi, kalaupun aku jalan saja ke sana, pasti ketemu para tim pendaki dan dianjurkan untuk bergabung.
Ahh ... para pendaki memang sebaik, seramah, dan sepenolong itu. Aku kadang merasa jadi beban jika ditolong oleh para cowok pendaki, walaupun mereka sangat ringan tangan untuk menolong.
"Yang cewek-cewek aman?" Luis lagi-lagi bertanya dengan nada khawatir.
"Aman, Luis. Di antara kami bertiga belum ada yang bocor," balas Karin santai.
"Aku udah, baru kemarin selesainya," sahut Gadis amat tenang.
"Lo, Rin?"
"Udah dibilang aman, udah lewat siklus gue seminggu lalu." Karin mengibas tangannya, ekspresinya agak kaku, membuatku curiga.
Sekarang, Luis menatapku penuh harap. Dua orang saksi sudah aman menurutnya, sedangkan aku hanya diam sebagai respon. Kuambil kertas lalu menulis di sana, dan menyerahkan pada Luis. Lagi malas ngomong aku.
Luis menerima dengan baik, dia membaca kertas itu. Udah, samaan dengan Gadis. Cowok itu menghela napas lega, semua persiapan sudah selesai dengan tiga cewek yang aman.
Saat ini kami duduk di meja bundar, sebuah kertas tergeletak tak berdaya di tengah untuk aturan-aturan pendakian. Sedari tadi Luis berpikir tidak karuan, dia seperti melupakan satu aturan yang pernah dia tanya di gunung Marapi.
Tapi, apa?
"Dengar." Luis mengambil perhatian kami serius. "Besok hari terakhir kita siap-siap, kita berangkat pas malam hari biar ngejar sunrise. Jadi, pas tanggal 2 nanti udah pada standby, ya."
"Kita lewat jalur mana? Ada 3 jalur yang pernah gue lewat, jalur Batu Palano, jalur Koto Baru, sama jalur Aia Angek," sahut Refan.
"Jalur Batu Palano, sebenarnya satu jalur sama Koto Baru, beda pintunya doang," balas Luis masih meragu.
Ada yang janggal dari tadi rasanya, tidak biasanya Luis tiba-tiba ragu. Wajahnya sedikit kaku, keningnya berkerut dalam seolah-olah berpikir hebat.
"Luis," panggilku.
"Kenapa?"