About Die

Ael
Chapter #7

6. Anam

"Awas!"

Kupegang tangan Karin dengan cekatan, cewek itu hampir saja jatuh karena menginjak pijakan yang licin. Faisal di belakang, berusaha menahan tubuh Karin yang limbung. Kutarik Karin dengan bantuan Refan, lalu menghela napas lega karena tidak ada yang terluka.

Bulan Desember masih dalam prediksi hujan. Tanah menjadi lebih licin dari biasanya, aku bahkan melihat beberapa genangan air sepanjang track.

"Kalo nggak lo pegangin gue, kayaknya udah berguling-guling nih badan ke bawah," ucap Karin mengelus dada.

"Hati-hati, track ke depannya bakal lebih terjal. Apalagi di cadas," sahut Fajar paling depan.

Kami mengangguk, lalu memperhatikan jalan dengan ekstra hati-hati. Sesekali Karin bersenandung agar tim kami tidak begitu sepi. Kurasa tidak ada salahnya juga, kan?

"Naik-naik, ke puncak gunung. Tinggi-tinggi sekali!" Karin bernyanyi, sambil menunjuk jalan dengan semangat.

Gadis tersenyum, lalu memperhatikan kiri dan kanan secara bergantian. "Kiri, kanan, kulihat saja, banyak pohon cemaraaa~"

Kedua cewek itu kompak melihat ke sekitar, lalu bernyanyi lagi. "Kiri, kanan, kulihat saja, banyak pohon beringin."

"Weh, beringin!" Karin menunjuk pohon beringin, kulirik pohon itu sekilas dan kembali menghadap depan.

"Fokus, Rin. Jangan liat pohonnya, ini bukan wilayah aman," ucapku tenang.

"Eh, emang kenap--"

Faisal membekap mulut Karin, cewek itu memberontak karena hidungnya ditutup dengan tangan besar itu. Karin memukul tangan itu, pada akhirnya Faisal melepasnya.

"Lo kenapa, sih?" tanya Karin sewot.

"Jangan bertanya, nanti di Pasanggrahan baru kita semua jelesin," ucap Faisal serius.

Kami meneruskan perjalanan dalam keadaan hening, hingga tiba di gapura kecil tengah hutan. Kanan dan kiri hanya pepohonan yang rimbun dan subur, tapi anehnya ini terlalu hening. Biasanya akan ada suara jangkrik, monyet, atau binatang lainnya sebagai tanda ada penghuni di hutan.

Kutatap gapura itu sekilas, Karin dan Gadis tengah berfoto di sana. Menghiraukan mereka, aku beralih duduk di batu yang telah kubersihkan dan menunggu di sana, membiarkan mereka menikmati gapura itu lebih lama.

"Nggak foto?" tanya Refan, dia masih saja berdiam diri, duduk di sampingku begitu tenang.

Tak menjawab, kuangkat hpku dan memotret gapura itu. Aku tersenyum begitu melihat tulisan yang terukir di sana.

MARAPI // 2891 MDPL

SALAMAIK \\ MANDAKI

Luis kembali memberi instruksi untuk melanjutkan perjalanan. Kami terus berjalan, diiringi nyanyian Karin yang sudah lebih baik dari sebelumnya. Yah, daripada dia menunjuk-nunjuk pohon beringin, akan lebih baik dia bernyanyi riang tanpa takabur.

Karin memperhatikan sekitar, agak kesusahan karena harus berpegangan pada akar dan batang pohon. Apalagi jalannya begitu sempit, ingin mengeluh, tapi semua temannya pada biasa saja. Dan lagi, ada aku dan Faisal yang selalu menolong.

Lihat selengkapnya