Luis menatap jam di tangannya, sudah jam 8 malam. Kebanyakan pendaki akan beristirahat dulu di Pasanggrahan, lalu melanjutkan keesokan harinya karena ada pantangan sendiri mendaki malam hari.
"Kalian masih pengen nanjak malam gini? Yakin?" tanya Luis membuka pembicaraan.
"Gue ngikut aja," balas Fajar.
Saat ini kami duduk melingkar dengan api unggun di tengah-tengah, Faisal baru saja membuat api unggun dibantu oleh Fajar dengan mancis yang dibawa. Lagi, cowok itu membagikan biskuit gandum dengan air putih.
"Perasaan gue nggak enak, mending besok pagi aja," saranku.
Karin menarik jaketku. "Trus sunrise-nya gimana? Gue pengen liat itu pas sampe puncak, Lis."
Aku takut, hutan di siang hari saja sudah seram, apalagi malam hari. Kualihkan pandanganku pada Gadis, cewek itu juga sama, tatapannya penuh kekhawatiran kalau menuruti keinginan temannya itu.
Refan mengusap rambutnya, dia menatap Luis, Fajar, dan Faisal secara bergantian. Keempatnya berbicara lewat mata, kadang para cowok itu menyerngit, melotot, menggeleng, lalu menghela napas. Firasatku benar-benar buruk, jangan bilang——
"Oke, kita nanjak malam ini. Dengan syarat, lo jangan aneh-aneh, Karin, atau kita semua mati," ucap Refan serius.
"Nggak! Emangnya kalian nggak mikir track ke depannya gimana? Pos ketiga itu Cadas! Ngotak anj——" Gadis menutup mulutnya kasar. "Mikir dong! Ngedaki Cadas tuh nggak gampang! Rin, kamu juga, jangan egois. Ini demi keselamatan bersama!"
Ini menakutkan ....
Mereka berlima berdebat seolah-olah tiada hari untuk esok. Aku takut, yang mengherankan kenapa para cowok hanya mengiyakan? Apa mereka punya rencana cadangan soal pendakian ke Cadas?
Karin ... kenapa kau banyak tingkah?
Untuk ketiga kalinya, aku takut.
Mereka semua akhirnya berdiri setelah perdebatan panjang dengan Gadis. 5 lawan 1 orang, dan aku hanya subjek diam. Walaupun keempat cowok itu sudah menjelaskan alasannya, tetap saja aku dan Gadis tidak sependapat dengan mereka.
"Kalau sampai kita kenapa-napa, kalian yang aku salahin!" Gadis menggeram kesal, dia menarik tanganku dan memeluknya dengan helaan napas lelah.
"Lis, aku takut, perasaanku nggak enak soal pendakian kali ini. Kamu sependapat denganku, kan?" tanya Gadis dengan amat pelan, bahkan seperti berbisik di telingaku.
Kuusap tangannya. "Ya, yang bisa kita lakukan hanya berdoa, agar selamat sampai puncak."