About Die

Ael
Chapter #9

8. Lapan

Kami terus mendaki, hingga akhirnya sampai di KM 4, Fajar kembali memperlihatkan petanya padaku setelah berhenti di sana untuk istirahat. Dia tersenyum tenang, berisyarat bahwa semua akan baik-baik saja.

Banyak tenda yang berdiri di sana, beberapa pendaki masih bernyanyi dengan gitar, tak menyadari kedatangan kami yang entah seperti makhluk halus atau kami yang tidak bersuara sedikit pun.

Luis mengelus dagu. "Aneh, kok mereka nggak nyadar, ya, kita datang? Padahal kita rame-rame."

"Yahuu! Kakak-kakak yang di sana! Boleh gabung?!" teriak Faisal bertanya.

Tapi, tak dihiraukan. Para pendaki tetap bernyanyi, tiduran, bahkan mengacuhkan kami. Apa ini? Mendadak jantungku sakit karena berdetak terlalu kuat, aku takut apa yang sepintas kupikirkan terjadi.

Bagaimana kalau mereka bukan manusia?

"Coba deh disamperin, mungkin emang nggak denger," saran Gadis.

Fajar mengangguk, dia mendekat ke arah pendaki dan bertanya. "Halo, Bang. Kami baru aja datang dari Pasanggrahan, boleh numpang istirahat nggak deket sini?"

Para pendaki tak menoleh, mengacuhkan Fajar yang berdiri di sana. Cowok itu menelan saliva, berbalik dengan napas cepat lalu menyuruh kami untuk melanjutkan perjalanan.

"Jar, kenapa?" tanyaku penasaran.

"Jangan tanya, Lis, gue mohon, jangan tanya sekarang, ya."

Fajar menyuruh kami melanjutkan perjalanan. "Apapun yang terjadi, jangan menoleh ke belakang."

"Baik."

Jalan yang licin menjadi hambatan yang cukup berat, karena selain Karin yang sering tergelincir, kami semua pun terkadang hampir jatuh tersandung karena kurangnya penerangan.

Karin menepuk bahuku, menarik ujung jaketku dengan tarikan cukup kuat, dia berdehem. "Lis, menurut lo kenapa Fajar kayak ketakutan gitu?"

Kulirik Karin dengan waspada, lalu mundur sambil berbisik. "Kayaknya dia ngerasa ada yang aneh sama tempat camp tadi."

"Lo yakin, Lis?"

Aku tidak yakin, jujur saja.

Faisal menatap sekitar, banyak hal yang bisa terjadi di malam hari. Apalagi mereka berada di gunung, mereka yang tidak percaya dengan ghaib harus percaya karena keberadaan makhluk itu memang ada.

Tiba-tiba saja Fajar berhenti, membuatku menabrak punggung Gadis dan meringis pelan. Cowok itu menatap kami semua satu persatu, lalu kembali berjalan dengan helaan napas lega.

Lihat selengkapnya