Dingin sekali.
Angin gunung berembus ringan di sekitar, sesekali kurapatkan jaket agar tubuhku tidak kedinginan. Sudah 3 lapis, tetap saja terasa dingin. Takutnya aku mengalami hipotermia, penyakit itu sering dialami oleh para pendaki.
Tiba-tiba saja sebuah kupluk hinggap di kepalaku, pemilik tangan menepuk kepalaku ringan lalu duduk di sebelahku dengan santai. Refan menelungkupkan kepalanya di lutut, menatapku lurus tanpa berkata apa-apa.
Sebenarnya, sedari tadi kami belum melanjutkan perjalanan. Suhu semakin dingin, kami memutuskan mendirikan tenda dan menunggu hingga Subuh. Mau bagaimana pun, mendaki pada malam hari sangatlah beresiko.
Sudah jam 1 malam, aku tak bisa tidur sama sekali. Luis menghembuskan napasnya ke tangan, lalu menggosoknya dan menempelkan ke pipinya sendiri, tak jauh beda dengan Faisal dan Fajar. Keduanya saling menggosokkan tangan dan saling menempelkan tangan di masing-masing wajah.
"Kalian secara nggak langsung menampilkan adegan para gay!" ucap Karin merasa lucu.
"Najis!" balas keduanya kesal.
Gadis memutar bola matanya malas, lalu mencolek bahuku ringan.
"Mau susu cokelat?" tawar Gadis.
"Boleh."
Gadis membuka tasnya, lalu mengeluarkan 2 bungkus susu cokelat, tadi kami sempat memanaskan air untuk menghangatkan diri. Jadi, Gadis menggunakan air itu untuk mengaduk susu. Cewek itu memberiku segelas dan minum dengan tenang di sampingku.
"Jadi, berangkatnya kapan?" tanya Karin tidak sabaran.
"Sabar," ucap Luis jengah. "Lo pada nggak ngantuk? Tidur aja dulu, nanti gue bangunin pas mau otw."
Sebagian memilih berbaring di dekat api unggun, lalu tidur dengan sleeping bag. Aku dan Gadis saling berhadapan punggung, menatap langit yang entah kenapa tidak ada satu pun bintang dan bulan bersinar.
"Lis, sebenarnya ini kali pertama aku mendaki malam hari," ucap Gadis sambil menyelimuti kami bersama.
"Gue juga."
"Kenapa, ya, kita nurutin ucapannya Karin? Padahal cuma dia satu-satunya yang nggak pernah nanjak."
"Hmm ...." Aku berpikir sejenak, benar apa yang dikatakan Gadis soal pendakian nekat ini. "Bisa jadi para cowok emang nurutin si anak bawang."
"Tapi, kan, penuh resiko. Keselamatan yang utama, kenapa memilih bencana jika ada keselamatan diri."
Aku tidak tahu, Dis. "Katanya para cowok punya alasan tersendiri, bukan? Coba lo tanya lagi sama Refan."
Gadis menoleh ke arah Refan, cowok itu tengah memainkan hpnya dengan raut datar. Sadar tengah diperhatikan, Refan menoleh ke Gadis dan mengangkat alisnya tinggi.
"Apa alasan kalian menyetujui pendakian malam? Sedangkan di tim kita ada pendaki pemula," ucap Gadis menyandarkan kepalanya di bahuku.
"Gue cuma ngikut apa kata leader, dia ketuanya," balas Refan.