Berjam-jam kami berada di tempat itu, tidak ada tanda-tanda Faisal, Fajar, dan Karin menyusul kami. Luis khawatir bukan main, mengingat sudah hampir jam 1 siang mereka menunggu. Namun, ketiga orang itu benar-benar tidak kembali.
"Gimana, nih? Coba kamu telpon Faisal lagi, Luis, siapa tahu dia udah dekat," ucap Gadis khawatir.
"Udah gue coba, tetap nggak bisa."
Kuregangkan badanku sejenak, merasa cukup segar karena tadi cuci muka dengan air. Tidak ada yang bisa dijadikan objek pandang di hutan ini, kecuali teman satu tim. Yah, ekspresi mereka beragam, Luis yang gelisah, Refan dengan wajah datarnya, dan Gadis yang entah kenapa sangat santai.
"Lo nggak panik kita tersesat?" tanyaku padanya.
Gadis tertawa kecil. "Ya enggaklah! Kan rame-rame, kalo sendiri kayaknya gue udah terjun ke sungai."
"Serius lo?" Aku menatapnya tidak percaya. Bundir dong. "Lo mau bunuh diri di sungai?"
"Nggak, mau mandi." Gadis membalas, dia tak serius. "Aku pengen mandi, panas banget tau, andai ada sungai dekat sini."
Aku menatapnya datar, lain yang ditanya lain juga jawabannya. Aku mengalihkan pandangan, menatap jalan di mana kami lewat semalam.
"Mending kita susul mereka," ucapku mengemas barang-barang.
"Lo udah sehat?" tanya Luis ragu.
"Udah, kalo masih khawatir, pinjemin gue sarung atau syal sekalian," ucapku jengkel.
Luis terkekeh geli, bukannya menyerahkan apa yang kumaksud, dia malah memutar badanku untuk melihat Refan. "Noh, cowok lo nunggu. Minta aja sama dia, pasti dikasih, kupluk aja dia kasih, apalagi hatinya."
Kupukul lengan Luis jengkel, cowok itu mengaduh kesakitan, tapi masih bisa tertawa di sela-sela ringisannya. Wah, sial sekali. Ternyata Refan memperhatikanku dengan raut ... yang tidak bisa kuartikan sama sekali.
"Kenapa?" tanya Refan bingung.
"Nggak ada, ayo bersih-bersih, kita susul mereka bertiga."
Kami mulai menyusun barang dengan rapi, Luis menyiram api unggun agar apinya tidak menyebar ke mana-mana. Aku mengambil batu, lalu menulis Ael di pohon dekat tenda kami berdiri tadi. Selesai menulis, aku langsung bergabung dengan mereka bertiga.
Kali ini, barisan kami dirombak sepenuhnya. Luis berada paling depan, setelahnya Gadis, aku, dan Refan paling belakang. Dengan arahan Luis, kamipun mulai berjalan dengan pelan.
Aku menghela napas pelan, kalau ada Karin pasti suasana menjadi ramai. Dia akan bernyanyi dengan riang, lalu disahuti oleh Faisal tanpa peduli Karin akan kesal. Yah, sedikit disayangkan, tim kami sekarang jiwanya introvert semua.
Tiba-tiba saja, tanah bergetar kuat, tepat di tempat kami berpijak. Luis dengan cekatan memegang lengan Gadis, cewek itu meraih tanganku, tak ayal aku juga meraih lengan Refan. Kami berpegangan agar tak terjatuh, apalagi kami dekat dengan tanjakan ke bawah.