About Die

Ael
Chapter #15

14. Ampekbaleh

Sibunian itu menatapku dengan senyum menyeramkan, Refan langsung meraih kepalaku dan memutarnya ke depan. Jantungku berdetak kencang, ketakutan menyergap tubuhku begitu hawa dingin menusuk tulang dirasakan.

Untuk apa Sibunian itu mengikuti kami? Tak biasanya makhluk itu menampakkan diri di Marapi, atau kami mengganggu wilayahnya?! Ada dua hal yang membuatnya menampakkan diri.

Pertama, kami mengusik wilayahnya. Kedua, kami tidak sengaja masuk ke dalam wilayahnya, yaitu Hutan Larangan. Aku lagi-lagi terkejut ketika Refan meremas bahuku cukup kuat.

"Lis." Refan mendekatkan diri, kepalanya berada di bahuku. "Bilang sama Gadis dan Luis, kita akan lari setelah hitungan ketiga."

"Lo bisa lari, kan?" tanya Refan serius.

Aku mengangguk kaku. Tanganku bergemetar dingin menyentuh bahu Gadis, cewek itu tak menoleh karena aku menahan kepalanya.

"Dis, bilang sama Luis kalo kita bakal lari, jangan banyak tanya, nanti gue jelesin kalo udah aman, ngerti?"

Gadis mengangguk kaku, dia merasa terancam sekarang. Dengan cepat cewek itu menepuk bahu Luis dan menyampaikan apa yang aku katakan. Luis melirik sekilas ke belakang, dia mengangguk mengerti dan memegang erat tangan Gadis.

"Satu ... dua."

Kukuatkan kaki untuk berlari, napasku berpacu seiring Refan berhitung. Cowok itu mengeratkan pegangannya pada tanganku.

"Tiga!"

Kami semua lari dengan cepat, tak peduli dengan batang kayu yang menggores pergelangan kaki. Aku meringis begitu ujung kayu yang tajam menggores dalam kakiku.

Luis terus memacu kakinya. Begitu melihat double track, dia langsung berbelok ke jalur kiri. Kami terus mengikuti hingga akhirnya berhenti ketika mendapati tanjakan yang cukup tinggi. Rasanya napasku hampir habis karena berlari sekuat tenaga.

Kakiku sakit.

"Ini ... di mana?" tanya Gadis menyeka keringatnya.

"Nggak tau, gue masih belum familiar sama hutannya," balas Luis ngos-ngosan, dia menatap kami. "Kita istirahat bentar di sini, lagian kurang kerjaan banget tuh setan ngikutin."

"Sshhtt! Diam Luis! Jangan sampai tuh makhluk ngikutin kita lagi, aku udah nggak sanggup lari." Gadis mencebik bibirnya sedikit kesal.

Aku mengangguk membenarkan ucapan Gadis, aku menghela napas lega. Kakiku mulai melangkah ke batang kayu besar. Duduk di sana sambil melipat celana ke atas.

Mulutku meringis pelan mendapati luka melintang dari betis hingga pergelangan kaki. Darah mengalir dari betis, membasahi sepatu dengan cepat.

"Lilis!" teriak Gadis yang membuatku hampir serangan jantung. Cewek itu berteriak seakan-akan melihat setan di belakangku.

Lihat selengkapnya