About Die

Ael
Chapter #17

16.Anambaleh

Aku ngambek.

Permainan tetap dilanjutkan, karena hanya Luis yang baru memberiku tantangan. Aku bersumpah, aku takkan berbicara dengan Luis sampai akhir pendakian nanti.

"Bikin wajah lucu, minimal bikin love sama tanganmu!" pinta Gadis sambil menaikkan hpnya memotretku.

Dengan senang hati, kubikin bentuk hati dengan kedua tanganku, lalu tanganku melengkung ke arah kepala dengan senyum tipis. Gadis tersenyum girang karena mendapatkan foto langka. Karena, selama ini aku tidak pernah bersikap aegyo atau apapun yang bersifat lucu.

Aku menghela napas lega, agak menguras tenaga ternyata membuat sikap lucu, aku malu ... ah tidak, ini memalukan.

Refan menatapku dalam diam, hanya dirinya saja yang belum memberikan tantangan. Cowok itu tak punya tantangan, dia hanya memiliki banyak pertanyaan daripada tantangan. Tapi, Refan penasaran akan satu hal.

"Nyanyi bahasa Inggris, terserah mau lagu apa itu," ucap Refan final.

Lagu bahasa inggris? Kubuka list lagu milikku. Hanya ada lagu Korea, Jepang, dan Indonesia. "Lo nggak ada rekomendasi? Gue nggak tau mau nyanyi apa."

"A thousand years."

Mati saja sana.

Kenapa harus lagu itu? Itukan lagu tentang cinta, ya, kan? Host milik salah satu film legendaris, pasangan vampir yang sangat berjaya di masanya. Masalahnya, aku baru melakukan sedikit kesalahan karena malu ditatap Refan, dan entah kenapa lagunya sangat cocok dengan suasana.

Benci kali aku bah.

"Nyanyi, nyanyi, nyanyi," ucap Luis mengompori.

Kulempar cowok itu dengan ranting, suka banget deh kalo godain orang. Tuh, kenapa dia tidak menggoda Gadis saja? Kan sama-sama jomblo juga.

"Request, gue mau lo berperan seperti orang jatuh cinta pas nyanyiin lagu ini," sahut Refan yang membuatku otakku mendadak konslet.

Apa? Berperan seperti orang jatuh cinta?! Betapa memalukannya itu! Aku menatap Refan melas, merasa tidak adil dengan tantangan kali ini. Sekali lagi, kubuang kupluk milik Refan pada cowok itu, dan Refan mengembalikan kupluk itu ke kepalaku lagi.

Sialan.

"Gue nggak hapal lagunya, bodoh!" makiku.

Refan mengangkat bahu. "Sebisanya, gue pengen denger sekarang."

Aku adalah robot. Aku adalah robot.

Itulah kalimat yang selalu didengungkan dalam kepalaku, membuang rasa malu dan gengsi. Lalu bernyanyi sambil meletakkan sebelah tangan di dada.

"Heart beats fast. Colors and promises, how to be brave? How can I love when I'm afraid to fall?" Kutatap Refan dengan geram, lalu acuh tak acuh.

"But watching you stand alone.

Lihat selengkapnya