Refan menarik kami semua dengan langkah tergesa-gesa, rautnya kalut dan penuh ketegangan. Dia bahkan repot-repot memapah Luis yang paling lambat berjalan karena masalah sesak di dada.
Banyak hal yang menghambat jalan, salah satunya jalur yang sangat curam. Harus ada upaya yang dilakukan untuk turun, dan di tim kami hanya Refan dalam kondisi yang cukup sehat. Lainnya mengalami luka-luka dan lebam menyakitkan.
"Sial!" umpat Refan.
"Tunggu, Refan! Lo kenapa, sih?! Ngomongin baik-baik!" Kutarik tudung jaketnya kuat, sampai cowok itu sedikit oleng.
Refan menatapku, lalu menghela napas perlahan. "Maaf, gue ... panik karena kita ketemu sama makhluk halus tadi."
"Emang dia siapa?" tanya Luis penasaran.
Refan terdiam, dia mengalihkan pandangan dan ragu untuk menjawab. Luis berdecih, memilih duduk di batang kayu. Secara tidak langsung dia ingin beristirahat sejenak karena sudah berjalan hampir 1 jam. Luis sudah tidak sanggup karena dadanya makin berdenyut sakit.
"Omong-omong soal makhluk halus, ketiga teman kita yang kemarin ternyata jelmaan setan. Sumpah! Mereka mirip banget sama si trio itu, nggak ada bedanya!" seru Gadis merinding disko.
Luis mendengus. "Mirip, Faisal pun kelakuannya mirip setan. Si setan pun cocok jadi tuh orang."
Kedua orang itu tertawa, pemikirannya nyambung satu sama lain. Mereka bukan orang jahat, tapi kelakuannya bikin orang jengkel. Oh, kalau dipikir-pikir lagi mereka mirip sekali seperti kucing yang ada di web komik.
"Kita bikin nama samaran," usul Refan tiba-tiba.
"Nama samaran?" tanya Gadis bingung, dia berpikir. "Buat apa? Apa karena kejadian kemarin? Oh! Aku mengerti!"
Aku dan Luis saling bertatapan. Apa maksudnya dengan mengerti? Baru kali ini aku bertemu orang yang bertanya dan menjawab sendiri. Bukan orang gila tapi begitulah.
"Kita saling memanggil dengan nama samaran, tapi kalo ada yang manggil pakai nama asli, berarti dia bukan manusia," ucap Refan menjelaskan.
Aku mengerti, pada akhirnya kami membuat nama berdasarkan apa yang kami alami di gunung ini. Dengan teganya mereka menjuluki sebagai Hipot, gara-gara aku pengidap penyakit sialan itu.
Dengar, HIPOT!
Ya Tuhan, mataku bahkan tak mampu untuk menangis mendengar nama samaran itu. Andai aku tak diserang hipotermia malam itu, mungkin nama yang sedikit keren akan tersemat padaku.
Refan tersenyum geli, dia memberi nama Gadis dengan sebutan Semut. Awalnya nama samaran Gadis itu Kesemutan, tapi cewek itu protes dan mengancam akan memukul Refan kalau nama itu benar-benar diberikan pada dirinya.
Akhirnya Refan mengalah, lalu memberi nama hewan pada cewek itu. Sekarang, hanya Luis yang tersisa. Karena Luis berada di kondisi lebam dan luka yang banyak, Refan memberi nama Luca saja.
Luis menerimanya enteng, cowok itu bahkan memberi Refan nama dengan sebutan Healt. Kenapa? Karena si Refan sehat-sehat saja selama perjalanan.
Dari semua nama itu, kenapa hanya aku yang mendapatkan nama yang aneh?! Kupukul lengan Refan sadis, bersedekap dada dengan jengkel.
"Heh, lo yang bener dong ngasih nama buat gue. Gue jadi curiga ntar kalo lo punya anak, bisa-bisa dikasih nama aneh lagi," ucapku kesal setengah mampus.
"Refan?! Punya anak?!" Luis membulatkan matanya, seolah-olah tak menyangka dengan topik random itu.