Jalanan kota Jakarta sedang sepi, mungkin karena hari ini car free day (CFD) meskipun hanya sampai jam 09.00, tetapi ruang hatiku berisik seolah-olah sedang asyik mengobrol. Aku terdiam menatap jalanan kota dan lelaki yang kini berada di sebelahku sedang khusyuk menghisap rokok dan sesekali tingkah jailnya muncul, meniupkan asapnya tepat di depan wajahku. Setiap kali momen itu terjadi, aku ingin sekali marah karena aku tidak pernah menyukai aroma rokok dan asapnya tetapi lidahku kelu dan malahan mulutkuĀ secara tidak sadar membentuk bulan sabit diikuti mata menyipit setelah mendapat perlakuan anehnya. Aku tersenyum, tingkah dan semua hal yang bertentangan denganku adalah hal kecil yang perlahan aku sukai darinya. Entah kapan perasaan ini muncul, tetapi seingatku, waktu bekerja sama untuk keberhasilan munculnya perasaan ini.
"Kenapa sih kamu ngelakuin hal yang kayak gitu terus?" tanyaku sembari mengibas-ngibas asap yang baru saja ia tiupkan di depan wajahku. Aku mundur perlahan lebih jauh darinya.
Dia menghisap rokoknya dan berkata, "kata orang, jika saya meniupkan asap rokok yang sedang saya hisap, orang tersebut akan jatuh cinta kepada saya."
Aku tertawa kecil mendengar jawaban anehnya. Apa sih yang ada di pikirannya.
"Mitos itu.." bantahku.
Dia menoleh menatapku, "saya akan mengubahnya menjadi nyata," mulutnya kembali membentuk huruf O, meniupkan asap rokoknya kembali kepadaku.
"Udah...udah jangan kayak gitu. Tanpa melakukan hal seperti itu. Aku sudah jatuh cinta kepadamu," tanpa sadar aku mengutarakan isi hatiku untuk menghindari asap rokok yang mulai membuatku terbatuk-batuk.
Beberapa detik setelahnya aku menutup mulutku dan diam-diam mengintip ekspresinya yang terlihat biasa saja setelah mendengar pengakuanku. Dia denger gak sih?
"Kamu tunggu dulu ya, saya pergi kesana dulu," pamitnya yang aku kira dia akan menanggapi ucapanku tadi.
Aku mengangguk dengan perasaan malu memenuhi dadaku. Kayaknya dia gak denger.
Selang beberapa menit dia pergi entah kemana. Tiba-tiba pikiranku melayang jauh ke hari dimana aku pertama kali bertemu dengannya, 4 tahun yang lalu di warung kopi yang kini jadi tempat favorit kita nongkrong.
"AKU UDAH SEJAM NUNGGU DI SINI, JADI GAK SIH KAMU KESINI?" bentakku dari balik telepon kepada teman dekatku yang memiliki kebiasaan yang sangat aku benci, menunggu berjam-jam di suatu tempat. Tanpa sempat dia menjawabnya, aku langsung menutup telpon tersebut dan menggeletakannya di atas meja.
Hari itu, hujan mengguyur jalanan ibu kota. Aku selamat dari guyuran hujan karena berhasil masuk ke dalam warung kopi yang dijanjikan sebagai tempat kita bertemu. Hari itu juga, semua meja terisi penuh dan hanya tersisa satu meja untukku tempati. Aku menunggunya di sana hampir satu jam yang lalu dan dia tak kunjung datang. Aku tahu dia memiliki kebiasaan buruk seperti itu tetapi untuk keskian kalinya aku memberinya kesempatan karena dia memohon-mohon tidak akan terlambat. Namanya kebiasaan tidak mudah untuk diubah, itulah yang aku yakini. Begitu juga, kebiasaanku yang tak pernah bisa sengaja datang terlambat ketika ada janji temu dengannya.