Suasana di stasiun kala itu begitu Ramai. Banyak orang yang lalu-lalang. Sesekali aku melihat anak kecil yang merengek ingin jajan kepada ibunya. Seorang gadis yang sedang mencharge Handphone sambil tertawa, laki-laki yang menggenggam erat tangan kekasihnya, atau ibu-ibu yang duduk menatap jalanan dengan tatapan kosong. Pagi setiap orang memang berbeda-beda. Meski seperti itu, pagi mereka tak jauh berbeda dengan diriku. Nyatanya pagi kami semua hanya berbica soal bertahan hidup.
“Nirna!!” Panggil seseorang padaku
aku menengok ke arah panggilan itu, sambil melambaikan tangan padanya
“Om, dia udah datang, Om bisa pulang, daritadi Om nungguin aku biar ga sendirian”
“ kereta kamu kapan berangkat?” Tanya om Ari
“30 menit lagi harusnya” jawabku
“Nirna, Om Ari. Maaf aku telat, tadi ojeg onlinenya nyasar jadinya telat” terang Dipta padaku dan om Ari dengan napas terengah-engah
“iya gak apa-apa, Om tadi kepagian aja nganter Nirna nya. Ya udah om duluan ya. Tante pasti nungguin Om di rumah” jawab Om Ari sambil berdiri dari tempat duduk
“Om, makasih ya” aku memeluknya dan mencium tangannya
Aku melambaikan tanganku pada om Ari, sedangkan Om Ari hanya berjalan tanpa menoleh sedikitpun. Dengan bibir tersenyum, aku terus menerus melambaikan tanganku.
“udah turunin tuh tangan, ntar patah, aku lagi yang repot” ledeknya
“kalau sampai patah juga, aku ga akan ngerepotin kamu ya” belaku
“ga ada yang lupa kan? Tiket ga lupa kan?” tanyanya penasaran
“engga lah, masa iya tiket lupa” jawabku sambil mengerutkan dahi
“kan kamu kebiasaan lupa sama hal-hal yang penting. Aku aja sering dilupain sama kamu” jawab Dipta tak mau kalah
Aku hanya meliriknya dan tersenyum tanpa menjawab ledekannya itu. kami berdua sudah berteman selama 9 tahun lamanya. Ketika kami bertemu, dia begitu pemalu, dengan kacamata persegi empat ia telihat cupu, tapi jika diliat dengan teliti dia terlihat cerdas dan keren sekaligus. Namun setelah berteman dengannya, imej dia yang begitu keren seketika luntur. Meskipun aku akui, dia tampan, kompetitif, karyawan di perusahaan yang bagus, bahkan ketika kuliah dia selalu membuatku takjub dengan bakatnya, dengan bakat menulisnya, bakat menyanyinya, dan bakat berbicaranya ketika presentasi. Kadang aku tak menyadari betapa ia begitu sempurna dan mengangumkan.
“ngapain kamu ngeliatin aku kayak gitu? Gantengan ya?” tanyanya sambil tersenyum
“iddih, apaan juga. Orang lagi liatin pemandangan kok. Tuh tuh sawahnya hijau gitu” jawabku sambil menunjuk sawah dengan gugup karena salah tingkah
“yah emang hijau, kalau sawah warnanya Orange namanya bukan sawah tapi kebun jeruk” jawabnya sambil tertawa kencang
Aku tidak menghiraukan perkataannya, aku terlalu sibuk mengingat masa lalu. Pemandangan yang aku lihat selama di perjalanan membuatku menyadari bahwa begitu banyak waktu yang aku sia-siakan. Kadang, dengan melihatnya membuatku sadar bahwa waktu yang kami jalani bersama-sama terlihat mirip akan tetapi hasil yang kami dapatkan begitu berbeda.
“ngapain bengong mulu, nanti Singa lewat lho” ucapnya menyadarkan lamunanku
“hmmm” jawabku malas
“Orang rumah pada sehat?” tanyanya menyelidik
“sehat kok, paling Oma lagi sakit aja, beberapa bulan ini dijagain sama tante sama om di rumah”
“hmm, tapi kok sedih gitu, ada yang lagi dipikirin kayaknya” tanyanya heran
“hmm, seminggu yang lalu keluarga kami kumpul-kumpul” jawabku sambil menundukan kepala
“ngapain? Syukuran biar kamu ga jomblo” jawabnya sekenanya
“hah? Ga nyadar kalau yang ngomong juga jomblo” jawabku sedikit kesal
“terus kalau bukan itu ada apa?” tanyanya serius
“23 tahun meninggalnya mamah” ucapku sambil menghela napas
“pantesan murung, udah jangan dipikirin. Kita kan ke yogya bukan sekadar kerja aja. Ada mainnya juga, itung itung refreshing juga buat kamunya” hibur Dipta
Dipta tersenyum padaku dan memasang wajah jelek agar aku tersenyum. Dia selalu tahu cara untuk menghiburku, ia juga berbaik hati mengajakku untuk membantu pekerjaannya sebagai freelance. Menatap matanya yang begitu ceria dan bahagia begitu menghangatkan hatiku, hatiku memang terkadang suram dan muram. Kadang kami menghabiskan waktu dengan banyak cara. Belajar bersama, makan bersama, menonton film bersama, dan juga merayakan ulangtahunku bersama.
“capek ga? Lumayan badan aku pegel, kamu sih diajakin naik pesawat malah milih naik kereta” keluhnya padaku
“aku udah jarang naik kereta. Jadi pengen rasain kembali naik kereta” jawabku beralasan
“Dipta, Dipta” panggil seseorang pada Dipta dari kejauhan
“kayak ada yang manggil kamu, Dip” tanyaku
dari kejauhan aku melihat seorang gadis cantik berlari ke arah kami berdua. Ia memakai sepatu kets berwarna putih, kemeja berwarna pink serta rok panjang selutut yang berwarna pink. Kakinya yang jenjang dan rambut yang diurai panjang membuat tampilannya begitu cantik. Sejenak aku begitu terpesona oleh gadis itu, melihat apa yang ia pakai dan aku pakai sangat berbeda.
“Dipta, aku manggil kamu daritadi emangnya ga denger apa!” keluhnya sambil memegang lengan Dipta.
“oh iya, aku denger kok” jawab dipta sambil melepaskan pegangan tangan gadis itu
“Putri, namaku Putri” ucapnya sambil mengulurkan tangannya padaku
“Nirna” jawabku malu
“oh iya, aku teman sekantornya Dipta. Makasih sebelumnya mau bantuin project kami di sini ya” terangnya.
“Put, mendingan kita ke penginapan dulu, baru ngomongin soal kerjaan, kita berdua baru nyampe dan sama sama kelelahan” Jelas Dipta pada putri
Aku melihat mereka berdua dari belakang. Aku bisa melihat dengan jelas ketertarikan dari perempuan itu pada Dipta dan Aku pun bisa melihat dengan jelas Dipta tidak merasa nyaman dengan sikap Putri padanya. Kadang, Aku selalu lupa, bahwa Dipta selalu dikelilingi oleh banyak perempuan. Baik sekarang maupun dulu. Sikapnya dari dulu sampai sekarang masih belum berubah. ia hanya bersikap seperlunya tanpa mengabaikan perhatian dari mereka yang memperhatikannya. Terkadang, ia mengalami kesulitan ketika menghadapi mereka yang bersikap posesif atau nekad hanya untuk sekadar dekat dengannya.
“jadi besok kita langsung ke tempat saja ya, nanti kamu yang buat presentasinya ya, Na” pinta Dipta
“ini materi tambahan yang perlu di masukan ya, Na. nanti kalau butuh bantuan. Panggil aku aja ya” tambah Putri
“oh oke. Sebenernya aku udah buat presentasinya dari kemarin. Nanti aku tinggal tambahin beberapa materi dari sini” jawabku sambil memegang bebrap dokumen tambahan dari Putri.
“Yapz” jawab Dipta dengan ceria
“Dip, ikut aku bentar, boleh?” pinta Putri
“ada apa, Put?” Tanya Dipta
“ada beberapa kerjaan yang mau aku bahas sedikit sama kamu” jelasnya
“aku tinggal bentar ya” pinta Dipta sambil menepuk punggungk.
Dari kejauhan aku melihat pancaran cahaya dari mata mereka berdua. Terkadang, melihatnya berdiri tegap dengan begitu banyak kesibukan membuatku begitu terluka. Dipta bekerja sebagai manager di sebuah perusahaan besar dan mempunyai jenjang karir yang gemilang. sedangkan aku hanyalah seorang teman yang ia bantu pekerjaannya. Umur kami sama, pendidikan kami sama, hanya saja proses dan hasil yang kami dapat begitu berbeda. Apakah nasibku memang selalu buruk? Pikirku.
Cahaya malam di kota Yogya begitu menyilaukan, aku hanya melihat kepingan-kepingan cahaya dari kejauhan. Terkadang, Malam yang begitu panjang dan melelahkan hampir membuatku menyerah. Aku berpikir, apakah aku harus melangkah tanpa arah dan tanpa tujuan. Sementara ketika aku berhenti berjuang dan lelah akan kehidupan, orang-orang disekitarku tetap melangkah maju tanpa memedulikan keberadaanku.
“kamu kenapa belum tidur?” tanya Dipta menghampiriku
“Dipta. Ngapain kamu di sini?” tanyaku kaget sambil memalingkan pandanganku
“malah nanya balik, kebiasaan” jawabnya sambil mengelus kepalaku
“hmmm, aku baru selesai ngedit presentasi buat besok. Aku gak mau kamu kecewa sama kerjaan aku. Apalagi kamu udah kasih aku kesempatan buat terjun langsung sama pekerjaan ini” terangku panjang
“sebenarnya bukan karena pekerjaan aja aku ngajak kamu, Na. Udah lama juga kita gak ketemu. Dulu ketika kamu masih bekerja, kamu begitu sibuk dan ga punya waktu. Tapi setelah kamu resign, aku cukup senang, soalnya aku bisa lebih sering ketemu sama kamu” jawabnya sambil cengengesan
“kamu memujiku atau meledekku sih” sanggahku
“kamu marah?” Tanyanya meledek
“enggak lah buat apa marah? Hanya saja, aku merasa kecil saja di depan kamu” ucapku dengan suara kecil
“Na, aku yakin, suatu saat nanti kamu akan menemukan posisi yang sesuai dengan keinginan kamu” jawabnya sambil memukul mukul pelan pundakku
“kamu yakin?” jawabku semangat
“yakin dong, karena kamu adalah Nirna. Temanku yang kuat dan tangguh”
“aku harap apa yang kamu katakan itu menjadi kenyataan” jawabku pelan
Kami berdua menghabiskan malam dengan obrolan-obrolan masa lalu. Diantara kami berdua, tidak ada yang membahas rencana masa depan. Kami selalu dengan ringan berkata bahwa di usia 27 tahun kita harus menemukan kebebasan. Meskipun aku tidak tahu, kebebasan seperti apa yang ingin aku dapatkan? Sejauh ini aku masih mencoba mencari arti dari kata kebebasan itu.
*******
Pagi-pagi kami menyiapkan semuanya. Kursi sudah berbaris dengan rapi. Aku memeriksa daftar tamu undangan dan memeriksa presentasi yang telah aku siapkan tadi malam sebelum aku serahkan pada Dipta dan Putri. Melihat Dipta berdiri menjelaskan keunggulan Produk perusahaannya dengan lancar dan berkarisma. Membuat banyak tamu undangan begitu tertarik dengannya. Apalagi, dengan Putri yang menjadi teman sepanggungnya yang tak kalah memesona dan bisa membuat para wanita iri dengannya, termasuk aku.