About You

Karina saraswati
Chapter #7

Pengakuan Cinta

DAku sangat terkejut. Karena tiba-tiba saja, Arfan yang dikenal sebagai pria si pembuat masalah, menarik tanganku begitu saja tanpa permisi. Dia menarik tanganku dan menggenggam tanganku sampai parkiran sekolah. Beberapa orang yang masih berada di sekolah, tampaknya bingung melihat interaksi antara aku dengannya yang terlihat sangat langka ini.

Ini kenapa Arfan tiba-tiba berinisiatif nganterin aku pulang? Dia itu kenapa, sih? Aneh banget tiba-tiba menawarkan diri untuk pulang bersama. Kenal juga nggak, dia malah main tarik-tarik tangan orang dengan seenaknya.

Aku berusaha melepaskan cengkraman tangannya, tapi genggamannya benar-benar kuat. Hingga aku tak sadar kalau kami sudah berhenti tepat di depan sepeda motor KLX 150 berwarna hijau di parkiran sekolah.

“Nih, pakai!” katanya sambil memberikan sebuah helm bergambar Hello Kitty kepadaku.

Buset!! Ini manusia langka banget. Wajah sangar kaya preman, tapi helmnya Hello Kitty. Aku jadi geli sendiri melihatnya.

“Ini, pakai helmnya. Mau ditilang polisi atau ditilang gue?” katanya yang nggak jelas itu.

Aku menghela nafas pendek. Dengan sangat terpaksa, akhirnya aku menerima helm pemberian darinya. Ku pakai helm pemberian darinya, lalu aku naik ke atas jock motornya. Awalnya, aku sempat ragu untuk pulang bersama dengannya, tapi entah kenapa aku langsung naik begitu saja dan sudah berada di atas jock motornya dengan perasaan yang cukup bingung.

Sial, gara-gara motornya motor KLX, rokku jadi terangkat dan pahaku jadi terlihat. Aku berusaha untuk menarik-narik ujung rokku ke bawah agar tidak terlihat seksi. Melihat aku yang risih seperti ini, Arfan langsung melepaskan jaket kulitnya dan memberikannya padaku.

“Nih, tutupin pake ini,” katanya sambil memberikan jaketnya padaku.

“Nggak usah,” tolakku dingin.

“Nggak usah ngeyel. Gue nggak mau paha lo di lihat orang lain.”

“Jadi, kalau sama lo boleh gitu?” jawabku sinis.

“Ya, nggak juga kali, Ris.”

Dengan terpaksa, kali ini aku kembali menerima jaket pemberian darinya dan aku tutupi pahaku dengan jaketnya agar tidak terlihat seksi.

“Pegangan,” katanya kembali.

“Nggak usah,” jawabku yang terkesan jutek dan juga dingin.

“Gue nggak tanggung jawab yah kalau lo sampai jatuh dari motor gue. Lo mau terbang ke bawa angin? Sadar diri neng, lo itu mungil.”

Karena dia sudah berkata seperti itu, mau tidak mau aku memegang tasnya karena tidak ingin terjatuh dari motornya. Arfan tersenyum tipis kemudian langsung bergegas pergi setelah aku memegang ujung tasnya.

Selama di perjalanan, kami berdua sibuk dengan pikiran masing-masing. Keadaan yang mulai sunyi senyap, membuatku merasa jadi kikuk. Tidak tahu harus memulai pembicaraan dengannya dari mana, tapi aku beneran bingung. Benar-benar bingung tidak tahu harus bagaimana dan berbuat apa.

Kami berhenti tepat di sebuah warung bakso Ihsan. Aku turun dari motornya Arfan dengan bingung sambil celingak-celinguk tidak jelas.

Lihat selengkapnya