Seseorang datang dan bertanya padaku; apa sesuatu yang kamu harap kamu bisa rubah mengenai dirimu sendiri?
Aku menatap hujan diluar sana, memikirkan jawabannya dan ketika tetes terakhir hujan jatuh dari dedaunan sore itu, aku menjawab dengan nada pelan dan melamun; aku ingin merubah caraku melihat diriku sendiri.
***
Aku duduk menghadap jendela sebuah kafe yang bisnisnya tidak berjalan dengan baik, sehingga dapat dikatakan akulah pengunjung setia tempat ini. Duduk sendiri, terkadang berdua dengan sahabatku Nathan, di dekat jendela besar yang menampilkan pemandangan indah usai hujan, di halaman samping kafe tersebut.
Kabut tipis dan jejak rintik hujan mengaburkan kaca, membuat mata minusku yang mulai bertambah harus susah payah mengerjap untuk mendapat pemandangan yang kuinginkan.
Kacamataku pecah dan telah berakhir di tong sampah.
“Kenapa kamu membiarkan wanita itu untuk memukulmu seperti ini?” Nathan menepuk dahinya, menyorotku dengan tatapannya yang tidak percaya.
Di bawah mata kiriku ada luka memar yang mulai membiru dan membuat penampilanku seperti seorang pria yang habis kalah bertarung.
Dalam tingkatan tertentu, pernyataan itu bisa dikatakan benar.
“Memangnya kamu selemah itu ya?” Aku bisa melihat kalau Nathan tidak bisa menahan nada mencemooh dalam suaranya, dia terlalu kesal untuk menutupinya.