Absurd

Fani Fujisaki
Chapter #16

16. Identitas Amir

"Kamu benar-benar mau sekolah dalam keadaan demam begini?"

Ajeng menatap Aldo yang hari ini juga mengantarkan ke sekolah, tapi kali ini sang kakak melakukannya dengan ikhlas, bahkan sampai menunjukkan ekspresi khawatir yang cukup jarang terlihat, "Iya, aku nggak mau ketinggalan pelajaran, Mas. Lagian Ibu tadi juga udah memperbolehkannya kok."

Aldo merapatkan jaket parka milik Aldi yang sekarang dipakai oleh Ajeng, "Kalau Ajeng sampai merasa pusing atau demamnya semakin tinggi, kamu harus minta izin ke UKS. Bahaya jika semakin parah dan pingsan."

Ajeng mengangguk patuh, "Iya, Mas. Aku nggak akan memaksakan diri kok."

"Mau Mas antar sampai ke dalam kelas?"

Kali ini Ajeng menggeleng dengan pelan, "Malu-maluin ah, Mas, nggak usah."

Aldo menghela napas sambil mengelus kepala Ajeng yang tertutup hijab putih, "Untung Aldi sedang nginep di rumah temannya. Jika dia tahu kamu sakit dan memaksa ingin masuk sekolah, dia pasti bakal terus nungguin sampai jam pulang."

Memang bisa dibayangkan dengan mudah bagaimana jadinya kalau posisi Aldo ditukar dengan Aldi, pasti akan menghasilkan keadaan yang runyam karena harus ada adegan pemaksaan dengan dasar merasa cemas berlebihan. Sepertinya Ajeng masih mendapat semacam keberuntungan saat ini, "Ya udah, aku masuk dulu ya? Nanti kalau ada apa-apa aku telepon Mas Aldo kok."

Setelah berpamitan, Ajeng melangkah memasuki sekolah dengan perlahan. Hanya demam dan pilek saja yang sedang dialami, dia tidak mau manja sampai meminta izin sakit untuk tidak masuk sekolah. Ini hanyalah penyakit sepele.

Lagian selama masih dalam keadaan sadar dan bisa berkonsentrasi mengikuti pelajaran, Ajeng merasa wajib datang ke sekolah.

"Ajeng, gim-... tunggu, lo sakit? Kok masih masuk sekolah?"

Ajeng menatap Putra yang sekarang sudah berada di sampingnya. Raut wajah cowok ini terlihat sama khawatirnya seperti yang tadi ditunjukkan Aldo, "Cuma demam kok."

Tangan kanan Putra menyentuh kening Ajeng untuk mengukur suhu tubuhnya, "Demamnya tinggi loh, gue antar ke UKS aja ya?"

Ajeng menyingkirkan tangan Putra agar menjauh darinya, "Nggak perlu, aku masih baik-baik aja kok. Kalau udah semakin parah, aku baru mau ke UKS."

"Tapi kan–"

"Nggak ada tapi-tapian. Jika Putra emang khawatir dan mau aku cepat sembuh, tolong untuk hari ini jangan mengganggu," pinta Ajeng sambil menatap Putra dengan serius.

Wajah Putra menunjukkan raut serba salah. Bingung memutuskan untuk terus mengkhawatirkan Ajeng, atau membiarkannya sesuai yang diminta.

Tidak ingin Putra sampai bertindak egois, Ajeng menunjukkan wajah sememelas mungkin, "Please, jika makin parah sakitnya, aku pasti minta izin sama guru untuk ke UKS kok. Jadi walau sebentar, biarkan aku tetap mengikuti pelajaran ya?"

Putra menghela napas, menandakan sudah menyerah, "Jika Ajeng emang memaksa, gue nggak bakal melarang lagi."

Lihat selengkapnya