Yang namanya hubungan percintaan pasti selalu ada saingan, tapi Putra sungguh tak menyangka bisa mendapat saingan dengan cara yang sangat tidak biasa saat pelajaran agama berlangsung.
Tidak ada yang salah dengan pelajaran agamanya, semua berjalan normal-normal saja. Yang membuat mata pelajaran agama mendadak istimewa adalah suara salah satu siswa ketika sedang membacakan beberapa deret ayat Alquran.
Satu kelas mendadak bersyukur guru secara tak sengaja sudah menunjuk orang yang tepat untuk membacakan salah satu surat pendek sampai mereka semua tahu cowok itu memiliki suara yang bagus saat melantunkan ayat-ayat suci seperti sudah pernah memenangkan perlombaan hafiz tingkat internasional.
Suaranya yang lembut dan begitu jelas sangat menenangkan hati serta memanjakan telinga siapa pun yang mendengar.
Saat pelajaran agama berlangsung, Putra juga memuji pemilik suara itu. Tapi sekarang ketika jam istirahat, Putra menjadikan pemilik suara itu sebagai saingan cintanya.
"Suaranya bagus bangat ya? Dia cocok punya nama belakang yang sama seperti nama Nabi. Aku iri nggak dikasih nama yang islami."
Kesal. Mendengar Ajeng secara terang-terangan memuji cowok lain di depannya tentu saja membuat Putra merasa kesal. Lagian apa hubungannya memiliki suara bagus dengan menjadikan nama Nabi sebagai bagian dari namanya? "Lo lebih alim dari dia."
Ajeng masih menopang dagunya sambil menerawang jauh, "Cuma dari segi penampilan aja kan? Aku mungkin udah nggak dinilai alim lagi karena fotoku yang nggak berhijab udah kesebar."
Sejujurnya Putra sedikit tidak terima foto Ajeng yang lepas hijab sudah tersebar di sekolah. Hanya saja saat ingat hal itu dilakukan untuk meluruskan kesalahpahaman, Putra memilih tidak berkomentar selama Ajeng juga tidak keberatan.
Lagian jika Ajeng tidak berbaik hati membantu dengan membiarkan penampilannya yang lepas hijab disebarluaskan di grup Facebook sekolah, Putra bersumpah dia sekarang pasti sudah berada di ruang BK untuk dipertanyakan orientasi seksualnya.
Entah Putra harus bersyukur telah terbebas dari ruang BK atau merasa bersalah sudah membuat Ajeng melakukan sebuah dosa secara tak langsung, "Lo nggak mungkin kehilangan image alim karena alasan sepele. Gue tahu lo selalu salat Zuhur di sekolah biar nggak menunda-nundanya. Kalau ada yang ngatain lo alim cuma untuk pencitraan doang, berarti mereka yang tolol."
Ajeng menatap wajah Putra yang menunjukkan raut kesal, "Aku baru sadar Putra cuma terkadang aja mengikutiku saat mau salat Zuhur di mushola sekolah."
"Pengennya juga selalu ikut, kalau perlu jadi imam sekalian. Tapi jika nyokap ada di rumah, gue wajib salat di rumah."
"Nggak masalah sih selama Putra masih menjalankan salat. Lagian aku juga lebih senang jika yang jadi imamnya Ilham."
Karena nama si cowok yang sudah dianggap sebagai saingan disebut, Putra berdecak kesal. Oke, cowok bernama lengkap Ilham Ibrahim itu mungkin memiliki suara bagus saat melafalkan ayat Alquran. Meski image-nya sungguh sangat protagonis sekali, Putra sudah menempatkan sebagai antagonis yang berpotensi merebut Ajeng darinya.
Dua orang itu benar-benar cocok menunjukkan image alim dengan cara tersendiri. Makanya Putra menempatkan Ilham sebagai saingan, walau cowok itu tidak pernah sekalipun mengobrol dengan Ajeng.
Putra menghela napas dengan lelah, permasalahan cintanya tidak pernah selesai ya? "Apa Ajeng lupa jika kita udah pacaran? Jangan puji cowok lain di depan gue deh."
"Oh, jadi kalau bukan di depan Putra nggak masalah? Baiklah, nanti aku membicarakannya dengan Gita aja," ucap Ajeng dengan nada santai.
Putra memelototi perempuan yang berada di hadapannya ini, kesal selalu ada saja pihak yang dilibatkan untuk membuatnya cemburu, "Gue lebih nggak suka jika lo membicarakannya tanpa sepengetahuan gue."
Ajeng bangkit dari posisi duduknya, "Terserah. Aku males menghadapi sikap protektifmu."