Absurd

Fani Fujisaki
Chapter #24

24. Ini kencan?

Kencan dengan Putra tidak mungkin, bahkan sangat mustahil untuk berjalan dengan normal. Pasti ada saja hal aneh dan tak biasa yang bisa terjadi.

Ajeng pikir Putra akan langsung mengantarnya ke rumah setelah pulang dari sekolah, tapi tanpa mengatakan apapun Putra justru membelokkan motor yang dikendarainya ke mall, "Kok kita malah ke mall sih?"

Setelah selesai memarkirkan motor, Putra menatap Ajeng yang sedang melipat kedua lengannya, "Kan mau kencan."

"Nggak bisa apa ngomong dulu sebelum sampai sini? Arka yang mau menculikku aja ngomong dulu sebelum membawa pergi," protes Ajeng yang dengan terpaksa harus mengikuti kemauan Putra karena sudah terlanjur sampai sini.

"Siapa suruh tadi ngomongin Ilham?"

Ajeng menatap Putra dengan pandangan aneh. Ini kenapa pacarnya bisa cemburu pada Ilham? Mereka kan hanya pernah bicara sekali, itu pun terjadi karena tidak sengaja sudah bertabrakan di kantin sekolah. Pembicaraan yang dilakukan juga hanya saling melempar permintaan maaf saja.

Jika mau cemburu, kenapa tidak pada Arka saja coba? Sudah punya wajah tampan, berhasil menculik Ajeng, dan menjadi rival Putra sebagai siswa bermasalah di sekolah pula. Yang seperti itu lebih cocok dimasukkan sebagai list pertama untuk dijadikan saingan cinta kan?

Lagian kenapa tiba-tiba ada orang ke tiga dalam hubungan mereka? Masalah Amir saja belum selesai, Ajeng tidak mau menambah masalah baru, "Egois."

"Setiap manusia pasti memiliki sikap egois, Ajeng Maharani."

Ajeng berdecak kesal kemudian berjalan memasuki mall terlebih dulu. Tidak ada beresnya terus-terusan berdebat dengan Putra. Dan kenapa juga hubungan pacaran ini selalu diwarnai dengan pertengkaran? Tidak bisa kah mereka seperti pasangan lain yang damai-damai saja?

Putra mempercepat langkahnya agar berjalan berdampingan dengan Ajeng, dan setelah langkah mereka sejajar, Putra menggenggam tangan Ajeng, "Kencan dengan Ajeng lebih mudah ya karena gue bisa melakukan ini tanpa sembunyi-sembunyi?"

Karena Putra menggandeng dengan cara menautkan jemarinya, perhatian Ajeng langsung tertuju ke arah tangan, "Terakhir kita melakukan ini justru malah menjadi masalah."

Putra mengangkat tangan kanan Ajeng kemudian mencium punggung tangannya, "Gue masih dendam dengan apa yang telah dilakukan si ketua OSIS. Awas aja, gue pasti nanti bakal membuatnya kerepotan karena telah mengemban jabatan sebagai ketua OSIS."

Ajeng menarik tangannya agar tidak lagi dicium oleh Putra, "Apa yang mau kau lakukan? Aku nggak suka dengan tipe cowok yang melakukan aksi kekerasan."

"Nggak ada aksi kekerasan apapun yang gue lakukan kok," ucap Putra sambil tersenyum meyakinkan, "cuma pelanggaran ringan yang buat dia bosan ngelihat gue doang."

"Pelanggaran ringan?"

"Terlambat datang ke sekolah contohnya."

Mengingat Ajeng sampai sekarang masih diantar ke sekolah oleh Aldo dan Aldi secara bergantian, Putra yang tak dapat kesempatan untuk menjemputnya tentu bisa melakukan aksi itu dengan mudah. 

Menyadari Putra seolah-olah mau membuat masalah tanpa mau melibatkan dirinya, Ajeng terkikik pelan, "Berhubung aku juga nggak suka dengan berita hoax yang disebarkan oleh Kak Mario, maka lakukanlah."

Putra ikut tertawa, "Pacar tuh tugasnya untuk mengingatkan agar gue nggak melakukan kejahilan, bukan malah mendukung begini tahu."

Normalnya memang begitu. Tapi mustahil Ajeng dan Putra bisa melakukan hal yang normal, mereka sudah menjadi bentuk keanehan itu sendiri. Meski bisa melakukan sesuatu dengan normal sekalipun, hal anti mainstream yang justru membuat mereka cocok.

Ajeng mengangkat tangan kanannya untuk menunjuk ke depan, "Ya udah, ayo kita nonton."

Lihat selengkapnya