Rumah nenek seketika dipenuhi dengan beberapa mobil yang sudah terparkir sejak pertengahan malam. Ua Amel beserta suami dan kedua putrinya, tante Maya juga Syifa berdatangan untuk melihat nenek. Suasana rumah yang menegangkan sedikit terlupakan untuk Luna dan Alisha dengan kehadiran Syifa, Nadila dan Chelya, sepupu Luna, Alisha dan Ravi. Dari sejak kedatangannya, Luna, Alisha dan Ravi menghabiskan waktunya dengan melepaskan kerinduan dengan cerita-cerita kehidupan mereka. Ibu, menghabiskan malamnya menjaga nenek bersama ua Amel dan tante Maya. Sedangkan ayah dan ua Bara, menjaga kakek dan anak-anak di rumah.
Sekitar pukul 05.10 pagi, suasana rumah sudah sangat sepi, mengingat memang masih jamnya untuk tidur. Luna yang sedang tertidur lelap seketika merasakan ada sesuatu yang menarik dirinya untuk bangun, ia pun membuka kedua matanya perlahan dan terlihat ada Chelya sedang tertidur pulas. Lalu ia mencoba memulihkan kesadaran dirinya dan menoleh ke depan, tiba-tiba sudah terdapat adik laki-lakinya sedang duduk di ujung kasurnya, menunggu dirinya untuk bangun.
“Vi! Lo ngapain disitu?? Bikin kaget aja!” celetuk Luna yang matanya hampir copot,
“Aku nunggu teteh bangun daritadi,” ucap Ravi dengan gelagat yang tidak biasanya, matanya kesana kemari mencoba menyusun kata-kata yang ada di otaknya,
“Ya kenapa lo ga bangunin gue aja sih...” tutur Luna yang kembali menyadari tingkah aneh adiknya,
“Lo kenapa sih??” tanyanya kembali,
“Mmm...di rumah cuma ada kita berenam. Tadi ayah, ua Bara sama kakek pada panik gitu cepet-cepet ke rumah sakit...” tutur Ravi yang masih kebingungan menyampaikan semuanya pada kakak pertamanya itu,
“HAH??” “ADA APA SIH?? KENAPA? ADA APAA??”
“Aku gak tau, tapi kita disuruh tunggu di rumah,” jawab Ravi sambil melihat kakaknya panik, mengambil handphone miliknya. Dan terlihat ada missed call dari ibu, jantung Luna berdebar begitu kencang. Detik itu ia langsung menelpon ibu dan menunggu beberapa saat sebab ibu tak juga menerima panggilannya. Ia menggigit jarinya merasa harus tahu apa yang terjadi sekarang juga.
“Halo...” suara ibu terdengar seperti orang yang sedang flu,
“Buuu, ada apa tadi nelpon???” tanya Luna penasaran,
“Kalian siap-siap ya...” tutur ibu diiringi dengan sesakan tangis. Luna masih tak mengerti dengan maksud dari perkataan ibu, “kamu doain nenek yaa, doa sama Allah semoga nenek bisa kembali bersama kita,”
“Abuelita kenapa bu???” suara Luna pun ikut bergetar,
“Nenek kritis. Tadi sempat hilang detak jantungnya tapi sekarang udah kembali lagi. Doain saja ya Na...” Luna dan ibu tak kuasa menahan tangis, perkataan ibu meninggalkan irisan yang sangat dalam di hati Luna. Chelya yang berada di sebelah Luna pun terbangun dengan perasaan yang tidak enak, mencoba untuk membiarkan Luna menyelesaikan pembicaraan dengan ibu, lalu bertanya.
“Ya Allah abuelita... Terus sekarang gimana bu???”
“Sekarang sedang ditangani dokter dan nanti nenek akan dipindahkan ke ICU. Kalian doain saja ya neneknya,” Luna pun meneteskan air matanya yang begitu deras tak mampu untuk berkata apa-apa lagi,
“Ya sudah, kalian hati-hati ya di rumah. Nanti ibu kabarin lagi,”
“Iya bu...” hanya itu yang bisa terlontarkan dari mulut Luna yang sedang berduka.
“Kenapa Na???” tanya Chelya yang masih duduk di kasur,
“Abuelita kritis Chel...” tutur Luna berusaha berbicara dengan jelas sebab tangisannya begitu deras,
“Nenek...” ucap Chelya yang tak terasa mengeluarkan air mata kesedihan yang mendalam. Sebab bagi Chelya, Luna, maupun yang lainnya, ini merupakan kejadian yang pertama untuk merasakan sebuah kehilangan. Keluarga mereka masih utuh sehingga mereka sangat takut untuk memikirkan siapa yang akan pergi terlebih dahulu.
Luna mengusap air matanya dan membangunkan Alisha, Nadila dan Syifa. “Sha, Dil, Syifa, bangun...” ucap Luna perlahan selagi membangunkan ketiganya. Syifa yang sudah bangun terlebih dahulu pun membangunkan Alisha dan Nadila yang terlihat masih linglung, “Kenapa Na???” tanya Syifa,