Hampir sebulan sudah dilewati keluarga nenek dengan menjaga, menemani, dan menunggu nenek di kamar ICU. Perkembangan yang ditunjukkan nenek adalah nenek sudah dapat membuka mata dan menggerakkan kepala ke arah sumber suara, meskipun pandangan nenek belum bisa fokus dan, tetapi setiap nenek mendengar suara, nenek terlihat sudah bisa mencari dimana sumber suara tersebut dan keinginan nenek untuk berbicara pun terlihat jelas dari mulutnya yang kerap membuka seperti orang hendak mengeluarkan suara.
Hari-hari itu digunakan oleh semua keluarga nenek memberikan semangat tiada hentinya untuk nenek. Rencana memulangkan nenek dan merawatnya di rumah sudah pernah terpikirkan oleh keluarga nenek. Namun setiap nenek sudah bisa dipindahkan ke ruang kamar biasa, nenek selalu menunjukkan perkembangan yang tidak diinginkan. Nenek memang masih harus dirawat secara intensif sehingga resikonya sangat besar untuk membawa nenek kembali ke ruang kamar biasa. Ketiga anak nenek pun sepakat untuk meneruskan perawatan nenek di ICU, meskipun biaya yang masuk setiap malamnya lama-lama akan merobohkan atap rumah dan mungkin keluarga nenek harus segera bertindak agar hal itu tidak terjadi.
Sialnya cobaan semakin menumpuk, masalah nenek yang belum kelar ini pun harus ditambah dengan persoalan keluarga lainnya. Keluarga nenek seperti terpecah ke dalam dua kubu, kubu pertama terdiri dari kakek dan tante Maya juga kubu kedua yang berisi ayah, ibu, ua Bara dan ua Amel. Kedua anak nenek dan suaminya itu memang merasakan adanya perlakuan yang tidak adil dari kakek. Dimana kakek sangat menjaga anak bungsunya itu dalam ikut serta menebus biaya rumah sakit. Sedangkan ibu, ua Amel beserta suaminya mencoba mempertahankan aset nenek dan mencoba membayar semua biaya rumah sakit dengan apa yang mereka punya terlebih dahulu.
“Pak, Amel dan Citra sudah berbicara...perihal biaya untuk ibu, bagaimana kalau kita jual dulu mobil Maya. Karena kan Maya juga gak akan kemana-mana dulu, sedangkan Amel dan Citra kan punya anak tiga yang masih membutuhkan mobil. Maya nanti bisa pakai mobil Amel atau Citra saja, toh kan ada Mang Iwan juga yang bisa antar,” tutur Amel, anak pertama nenek,
“Citra dan Amel juga sudah mengeluarkan semua uang yang bisa menebus rumah sakit, tapi ternyata masih kurang pak,” ibu menambahkan,
“Iya jadi kalau memang Maya tidak bisa menyumbang dalam bentuk uang, kita masih harus-“
“Tidak.” Jawab kakek singkat padat. Amel dan Citra saling bertatapan dan mengetahui sikap kakek yang memang selalu menganakemaskan tante Maya, sebab tante Maya merupakan anak bungsu yang tidak mempunyai anak dan telah lama berpisah dari suaminya. Itu salah satu alasan mengapa kakek sangat menjaga tante Maya, sebab tante Maya tidak memiliki keluarga sendiri seperti Amel dan Citra.
“Pak, kalau Amel masih punya uang untuk dikeluarkan juga Amel sudah akan menge-“
“Bapak bilang tidak!” kakek berkata dengan intonasi yang mulai meninggi.
Suasana yang memanas diantara kakek dan ua Amel pun terasa hingga kamar Luna, dimana Alisha, Chelya dan Ravi berada. Ketiganya yang tengah asyik mengobrol pun saling terdiam, memastikan apa yang terdengar oleh ketiganya itu benar, “Sha...” ucap Chelya khawatir,
“Shht shht, tenang dulu ya,” kata Alisha sambil mencoba menguping dari lantai atas dan menjaga adik dan sepupu yang lebih muda darinya.