Beberapa tahun kemudian…
“Udah siap semuanya, ndhuk?” Aminah bertanya pada Arsya yang sedang duduk di meja makan.
“Udah, Bu.”
Pagi itu, Arsya menikmati sepiring nasi putih bersama dengan lauk pauk yang dihidangkan Ibunya. Naya sudah terlebih dahulu berangkat sekolah karena ada ulangan pukul 7 pagi.
Arsya melihat jam di pergelangan tangannya. Masih 1 jam lagi. Itu artinya Arsya bisa berangkat untuk menjalani tes masuk perusahaan asuransi dengan sedikit lebih santai, mengingat jaraknya yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Tidak terasa sudah beberapa tahun berlalu, Aminah, Ibunya masih saja terlihat menangis ketika malam tiba. Arsya dan Naya beberapa kali melihat Ibunya meneteskan air mata. Kehilangan Bapaknya menjadi mimpi yang sangat buruk bagi keluarganya.
Aminah menjadi single parent secara mendadak. Ibunya setiap bulan menerima uang pensiun dari perusahaan tempat ayahnya bekerja dulu, namun untuk menambah pemasukan, Ibunya harus bekerja menerima pesanan makanan. Ah, seandainya Bapaknya masih ada, mungkin Ibunya tidak akan menanggung beban ini sendirian. Menjaga kedua anak yang ketika itu masih duduk di bangku SMP dan SD bukanlah perkara yang mudah.
Dengan melihat wajah anak-anaknya ketika sedang tertawa, rasa letih yang dirinya pikul di pundaknya seakan luntur seketika. Aminah tidak pernah sekalipun berpikir akan menjadi seorang janda ketika Arsya -anak sulungnya- masih duduk di bangku SMP. Namun, dirinya hanya manusia biasa yang tidak bisa menentang takdir yang sudah digariskan. Pelan-pelan, dirinya sedang mencoba ikhlas.
Arsya segera menghabiskan sarapannya dan bergegas memasukkan botol minum merk Tupperware ke dalam tasnya. Dia berjalan dan menghampiri Aminah yang sedang menjemur pakaian di halaman rumah.
“Bu, aku berangkat dulu ya,” Arsya berpamitan seraya berjalan menghampiri Ibunya. Diraihnya tangan yang terlihat lebih kurus dan lebih keriput dari beberapa tahun lalu. Arsya mencium tangan Ibunya dengan penuh rasa sayang.
“Hati-hati, nggak usah ngebut ya,” Aminah mencium kedua pipi Arsya. “Semoga sukses keterima kerjanya dan berkah, jangan lupa berdoa ya,ndhuk.”
Arsya mengangguk mantap seraya tersenyum. “Pasti Bu!”
****
Pulang dari tes masuk perusahaan asuransi, Arsya sempatkan untuk membeli seikat bunga untuk cinta pertamanya. Dia rindu. Kalau saja Bapaknya masih ada pasti hari ini dirinya tidak akan naik motor sendiri menuju tempat tes.
“Pak, Arsya datang.”