"Beri tepuk tangan untuk kelompok 4 yang sudah mempresentasikan tugas mereka."
Hening.
"Nggak tepuk tangan gue sebarin aib kalian satu satu!" Ayak yang merasa tak terima karena kelompok-nya di cap sebagai kelompok garing itu sewot.
Seisi kelas langsung riuh bertepuk tangan. Karena percaya tidak percaya, Ayak itu sepertinya tahu segala sesuatu yang sedang terjadi di muka bumi ini, apalagi cuman aib teman-teman nya.
Ia juga tahu, siapa yang akan cinlok disini. Tapi kalau jodoh nya sendiri, ia tidak tahu.
Jangan menanyakan jodoh orang pada orang yang menanyakan nya juga—katanya
"Ada yang ingin bertanya?" Tanya Maya
"Malu bertanya sesat di jalan. Ini di kelas bukan di jalan, jadi nggak perlu nanya nggak bakal kesesat," Sahut Ayak lagi
Langsung di hadiahi sorakan dari teman-teman nya.
"Gue dong mau nanya!" Shobrina, cewek dengan otak setara Albert Einsten itu mengacung kan tangan nya
Kelompok 4 sendiri sudah was-was
"Nyawa lo berapa, Na?" Kikik Teon yang menyadari Shobrina sedang di beri tatapan death glare dari Ayak
Shobrina ingin tertawa sekuat tenaga alih-alih takut pada Ayak. Karena bagaimanapun juga, wajah Ayak itu tidak ada seram-seram nya sama sekali. Malahan mirip seperti anak kecil yang marah karena ketahuan pipis di celana
"Nggak jadi deh, otak gue butuh istirahat sekali kali. Bosen gue pinter mulu," Kata Shobrina mewanti-wanti Ayak, Ayak itu atlet Taekwondo ngomong-ngomong. Siapa tahu pulang sekolah nanti Shobrina akan di tendang maut oleh-nya
"Yasudah, saya saja yang bertanya," Kak Mardi, guru PPL Seni Budaya mereka memberi atensi
"Iya, Kak?"
"Jujur saja, tema kalian sangat out of the box dari materi yang saya berikan. Padahal saya ingin lukisan yang di belakang nya mengandung arti atau kisah tersendiri," Ujar Kak Mardi
"Bay-max 'kan juga punya kisah tersendiri Kak," Bela Ayak
"Iya, memang unik hasil karya yang kalian bawa. Oh iya, biasanya 'kan kamu bawa-bawa tema hujan di tugas kamu," Kak Mardi menunjuk Ayak
"Kak, ayo selebrasi dulu. Saya terharu banget si Ayak mau berjalan ke arah yang benar," Celetuk Lambang
"Loh, memang nya kenapa? Bagus itu pecinta hujan, ciri ciri seniman," Kata Kak Mardi
"Tapi masalah nya, Ayak suka ngerepotin kalau lagi hujan, Kak," Ini si ganteng Willy yang ngomong
Sementara Ayak mendengus kesal, mulut teman-teman nya ini terbuat dari apa sebenarnya?
"Heh, temen-temen ndak baik loh kayak gitu," Timpal Kevin dengan bahasa jawa-nya yang medok. Medok-medok gini, banyak cewek yang ngantri dibelakang. Ya jangan heran, si Kevin ini blasteran Jawa-Eropa
"Nah, Kepin doang emang temen gue yang paling waras," Ayak menunjuk Kevin heboh
"Kangen jadi anak muda, saya," Kak Mardi terkekeh
"Masih muda gitu padahal. lo aja kalah ganteng, Wel," Bisik Karin pada Noel yang sedari tadi menyisir rambutnya dengan tangan. Sebenarnya tidak bisa dikatakan berbisik juga sih, soalnya semua orang masih bisa dengar
Kak Mardi tertawa lagi. Nah, ini yang disukai oleh para kaum hawa di kelas sini
"Kalian istirahat dulu saja, minggu depan dilanjut presentasi nya, ya?" Kak Mardi membereskan alat-alat mengajar nya.
"Selamat siang."
"Siang, Kak."
Setelah guru magang ganteng itu pergi, makhluk-makhluk di kelas XI IPS 5 itu berhamburan kesana-kemari
Dan tertawa.
"Minggir!" Ayak mendorong bahu Teon keras, padahal cowok itu sedang menangkupkan kepalanya di meja. Dimana, Teon menjadi sedikit limbung karena belum siap menghadapi serangan tiba-tiba dari Ayak.
"Galak banget ibu tiri," Teon membenarkan posisi duduknya, lalu kembali tidur lagi.
Ayak melengos, paham betul jika teman-nya itu pasti tidak tidur semalam— tentu saja bermain game
"Na, Luna!" Siapakah manusia tidak punya akhlak ini? Sepertinya punya 7 nyawa
Ayak menggeram marah
"Bodoamat males nengok gue!" Ayak menutup kedua telinga nya
"Gitu lo sekarang," Ilham, Bapak Presiden kelas mereka itu mencolek bahu Ayak
"Apaan?! Nggak level princess ngomong sama bakteri jenuh," Ayak nyolot
"Yang jenuh itu lemak, coy! Bego mah bego aja, sih," Ilham mengorek lubang hidung-nya
"Lo kesini cuma mau ngajak baku hantam apa gimana, nih? Gue sih sokin aja."
"Tugas punya Bu Tari mana yaampun, udah gue tagih dari zaman jahilliyah perasaan."
Ayak mengerutkan kening-nya
"Lemot bener sih lo, mau gue kumpulin nih. Kerjaan gue nggak cuma satu, orang sibuk nih," Besar kepala sekali anak bapak Camat yang satu ini.
Ayak segera meraba loker. lalu setelah dirasa ia sudah menemukan apa yang ia cari, ia melemparkannya pada Ilham— bukan apa-apa, Ayak hanya benci saja pada wajah angkuh ketua kelasnya itu
"Nggak usah sok sibuk, gue tahu lo pengangguran," Ayak sangsi
"Ilham sabar, kok. Harus kuat menjalani perintah negara!" Ilham menyemangati diri sendiri
"Dramatis banget hidup lo, Pak Ketu. Ngeri gue, sih," Michelle yang daritadi diam melihat drama ini akhirnya membuka suara
"Nggakpapa Ilham, anggep aja angin. Iya, angin topan," Ilham mengelus dada
"Heh, ngapain lo?! Bosen jadi anak-nya Camat sekarang mulung, ya?" Sahut Monic dari belakang melihat Ilham sedang asik memunguti kertas hvs Ayak
Ilham senyum lembut, tapi didalam hati nya terus mengumpat. Ia mengingat pesan Ayah nya, harus amanah!
Ilham kembali memutari kelas mengambili tugas teman-teman nya. Sekali kali ribut juga karena kebandelan mereka yang setiap saat bisa mendidihkan otak siapa saja
"Mau banget sih lo tuh di babu?"
"Besok istri lo dirumah ngerjain apa dong, Ilham sayang."
Noel dan Karin, serta mulut cempreng nan panas mereka