Bunyi alarm handphone Adli berdering cukup keras menunjukan pukul 05:20 pagi. Adli yang masih tertidur lelap dalam posisi tengkurap terbangun seketika. Ia membangunkan kepalanya sedikit, lalu melihat layar handphone-nya. Dalam hatinya bergumam, “Masih jam 05:21, tidur sedikit lagi deh.”
Dalam tidur pendeknya ia bermimpi kembali bahwa dirinya seakan-akan sudah bangun dan beranjak dari kasurnya, kemudian mandi dan mengenakan seragam sekolahnya. Ia sarapan, berpamitan dengan orang tuanya, lalu berangkat dengan motor vespa maticnya yang berwarna kuning ke sekolah. Hal-hal tersebut terasa begitu cepat hingga Adli sampai di sekolah.
Adli bertemu siswi baru berambut hitam lurus panjang yang sangat manis dan lugu. Entah kenapa ia sangat percaya diri untuk langsung mengajak siswi baru itu berkenalan. Ketika Adli mengangkat tangannya untuk berjabat tangan sembari berkata, “Nama gw Adli, lu?” Tiba-tiba bunyi suara alarm handphone-nya kembali berdering “Kringggggg” dengan sekarang menunjukan pukul 05:30.
Adli kali ini bangun dari kasurnya, masih dalam posisi duduk ia merenung dan mencoba mengingat-ingat mimpi pendeknya tadi. “Mmmmm,” gumam Adli sambil mengumpulkan segenap nyawanya. “Huhhhhh,” ia menyerah untuk mengingat kembali mimpi singkatnya. Iapun beranjak dari tempat tidurnya, mengambil handuk, dan menuju kamar mandi.
Saat ia sedang mandi, terdengar suara kesibukan di dapur. Ibu Adli sedang menyiapkan sarapan berupa roti bakar dilapisi selai coklat dan susu. “Adli! Cepat mandinya sudah jam 6, nanti telat kamu!” Padahal jam masih menunjukan pukul 05:40. “Iya bu ini sudah selesai.” Adli keluar dari kamar mandi. Dengan tubuh dan rambut yang masih basah, ia mengelapnya dengan handuk dan bergegas ke kamarnya untuk berkemas. Adli memakai seragamnya dengan cepat sambil berdiri didepan kaca, terlihat cerminan diri Adli.
Adli murid SMA berusia 17 tahun, memiliki tubuh lumayan tinggi dibanding siswa lain seusianya. Penampilannya good looking dengan wajah yang dingin dan serius. Sehingga orang lain yang melihat dirinya dari sampulnya saja pasti sudah langsung menganggap Adli merupakan orang yang sombong dan cuek. Meskipun hal tersebut ada benarnya dan ada salahnya juga. Adli ramah pada semua orang, namun sikap cueknya yang kadang membuat murid perempuan yang ingin mencoba ‘berteman’ dengannya merasa ilfeel. Ya, Adli lumayan cuek kepada lingkungan sekitarnya, tetapi ia sebenarnya peduli dan ramah terhadap orang lain. Hanya saja energinya tidak ingin ia buang untuk perbuatan-perbuatan yang tidak menguntungkannya, apalagi malah merugikannya. Setelah selesai dengan segala kegiatan awal pagi di kamarnya, iapun keluar untuk sarapan.
Tercium aroma roti bakar yang sedikit gosong ditemani dengan segelas susu yang manis. Adli menyantapnya secara bersamaan sehingga rasa pahit dari roti bakar yang gosong itu bisa ditutupi dengan rasa manis dari susu. “Jadi gimana rasanya udah kelas 3?” tanya ibunya penasaran.
“Iya Bu, setahun lagi InsyaAllah lulus.”
“Itu juga ibu tau. Maksudnya kamu udah dapat 'teman cewek' belum? Kan biasanya banyak tuh adek kelas 1 yang baru masuk, masih imut-imut, dan manis-manis. Masa anak Ibu yang ganteng begini belum ada 'teman cewek'.” Ibu Adli mencoba meledek anaknya dengan maksud hanya bercanda. Hal itu membuat muka Adli memerah malu.
Ia menanggapi ocehan ibunya dengan berusaha mempertahankan harga dirinya. “Banyak Bu yang mau sebenarnya. Cuma Adli belum mau aja.”
Ibu Adli kembali menanggapi alasan anaknya tersebut. “Siapa tau mereka ngedeketin kamu memang mau temanan aja. Kamunya aja mungkin kegeeran. Ingat Dli, hubungan laki-laki dengan perempuan itu ga selalu tentang suka sama suka, gak ada salahnya juga punya teman perempuan. Ibu ingat sejak masuk SMA gapernah kamu dekat sama perempuan.”
Adli yang sedang mengunyah roti gosong sambil meneguk susu manisnya tiba-tiba tersedak, iapun terbatuk. Adli menepuk-nepuk dadanya dan menenangkan dirinya lalu mengambil segelas air putih, mukanya sudah tidak merah lagi.
Ia menimpal nasihat ibunya dengan tanggapan yang cukup bijaksana untuk siswa SMA. “Tapi sebenarnya Adli sudah punya teman perempuan yang paling pengertian dan sayang sama Adli dari dulu.”
Ibunya heran dan bertanya. “Beneran Dli? Siapa?”