Ada Cerita di Sekolah

Awal Try Surya
Chapter #9

Lebih Baik Terlambat

Di bawah gerimis hujan yang kembali datang setelah sempat berhenti sebelumnya, Adli terpaku kaku di depan gerbang sekolahnya. Ia menengok ke kanan dan ke kiri, sepertinya hanya dirinya seorang yang datang terlambat. Adli mengingat lagi hari ini terdapat ulangan harian pelajaran sejarah dimana guru pelajaran tersebut adalah pak Gusta. Perasaannya semakin murung memikirkan bagaimana caranya ia nanti memohon mengikuti ulangan harian susulan pada pak Gusta, karena pastinya hari ini ia tidak akan bisa masuk sekolah alias dihitung bolos karena terlambat. Adli mencoba mendekati gerbang dan mencari satpam sekolah. Terlihat satpam sekolah sedang meminum kopi hitam hangat di posnya.

“Assalamualaikum, permisi Pak!” seru Adli dari balik pagar. Pak Satpam mendekat ke arahnya.

“Ini udah telat Pak? Kok di jam HP saya masih 06:29?” Sebelumnya Adli sempat mengubah pengaturan jam HPnya menjadi manual dan mengundur waktunya 5 menit lebih awal. Ia menyodorkan layar HPnya yang basah terkena tetesan air hujan.

“Wah HP kamu salah itu jamnya. Lihat diatas,”-Pak Satpam menunjuk ke arah jam digital berwarna merah terang di atas gerbang sekolah-“sudah jam 06:34. Jam kamu lambat lima menit!”

“Yah Pak. Jadi saya udah gabisa masuk?”

“Iya gabisa!” bentak satpam sekolah tersebut.

“Terus gimana Pak?”

“Yauda kamu pulang saja!” sekali lagi usir satpam tersebut pada Adli dengan galak. Seperti kebanyakan sekolah yang memang satpam penjaga gerbang biasanya galak dan tegas. Adli hanya bisa pasrah. Ia berjalan menuju motornya yang terparkir di depan. Tiba-tiba saja terdapat seorang murid laki-laki yang memanggilnya dengan pelan dari samping tembok sekolah.

“Adli Sini!” sahut murid tersebut. Adli menaiki motornya dan pergi ke samping sekolah. Ia kemudian bertemu dengan murid tersebut yang ternyata adalah Aldo dari kelas 12-A-4. Meskipun tidak pernah satu kelas sedari kelas sepuluh, keduanya tetap saling mengenal dan berteman karena mereka berada di satu ekskul yang sama yakni ekskul badminton.

Adli berkata, “Lah lu telat juga Do?”

“Iya aduh. Kalau gue balik rumah bakal dimarahin abis-abisan sama ortu gue karena telat.”

“Lah gue lebih parah. Ada ulangan harian sama Pak Gusta pula. Gue dari kelas sepuluh belum pernah telat sekalipun, baru kali ini swear,” jawab Adli yang mengadu nasib kurang beruntungnya itu dengan nasib Aldo.

Aldo bertanya, “Beneran lu belum pernah sama sekali telat?” Adlipun mengangguk.

“Yauda sini gue kasih tau. Sebenarnya gue sering telat sih. Nah semenjak kelas sebelas akhir. Anak cowo yang sering telat juga udah pada nemu jalan buat masuk sekolah diam-diam tanpa ketahuan. Udah lu parkir motor lu dulu di masjid gang sebelah. Terus balik lagi kesini cepetan!” Tanpa berpikir lagi, Adli langsung pergi untuk memarkir motornya. Lalu ia balik kembali ke tempat Aldo tadi. Saat berlari kembali ke tempat Aldo, lutut Adli terasa perih akibat jatuh dari motor tadi. Ia mencoba menahan rasa sakit tersebut. Sesampainya kembali ternyata Aldo sudah menunggunya juga dengan tidak sabar.

“Ayo cepetan ikutin gue,” ajak Aldo. Adli mengikutinya sambil berlari terpincang-pincang. Mereka berdua mengitari area tembok sekolah yang diatasnya terlihat banyak kawat melingkar untuk menghalau tamu tak diundang agar tidak bisa masuk dengan cara memanjat tembok sekolah. Tembok sekolah itu juga lumayan tinggi kira-kira sekitar tiga meter. Merekapun sampai di area belakang sekolah bagian luar dinding. Disana hanya terdapat jalan kecil yang sepi dengan pohon-pohon yang rindang, tempat pembuangan sampah yang berukuran cukup besar, dan warung kecil.

Aldo menunjuk ke suatu titik pada tembok sekolah sambil berkata, “Nah lu liat kan bagian yang itu. Kawatnya udah bolong, kita bisa masuk lewat situ. Cuma karena temboknya cukup tinggi. Paling enggak butuh dua orang supaya bisa masuk. Kalau sendiri gabisa.

“Jadi nanti lu dulu ngebopong gue, terus gue manjat. Pas gue udah di atas, nanti gue bantuin tarik lu deh supaya bisa manjat juga. Oke?” Adli mendengar dengan fokus arahan yang diberikan oleh Aldo untuk menyusup ke sekolah. “Ayo sekarang!”

Aldo mulai menaiki pundak Adli secara perlahan, kemudian Adli bangkit sekuat mungkin meskipun sakit di lututnya semakin bertambah. “Aduh cepetan Do!” ujar Adli yang menahan rasa sakit dilututnya itu. Aldopun berhasil meraih ujung atas tembok sekolah yang pagar kawatnya bolong dan terputus. Aldo naik sekuat tenaga hingga akhirnya telapak kakinya sudah tidak tertumpu pada pundak Adli yang dari setadi menjadi pijakannya. “Gimana Do?” tanya Adli yang masih ada dibawah.

All clear. Sini cepetan naik!” Setelah menguatkan pijakannya, Aldo menjulurkan tangannya pada Adli. Dalam nurani Adli sedikit ragu akan perbuatannya itu. Seumur-umur ia belum pernah telat apalagi menyusup lewat tembok sekolah.

“Ey cepetan!” teriak Aldo lagi. Adli seketika langsung meraih tangan Aldo dengan tangan kanannya, namun tiba-tiba… “Aduhhh!!!” Jerit Adli kesakitan karena siku tangan kanannya masih memar dan luka. “Kenapa Dli?” tanya Aldo.

Adli menjawab, “Gapapa.” Dengan cepat Adli langsung meraih tangan Aldo dengan tangannya yang lain. Aldo berusaha sekuat tenaga menarik Adli, sementara Adli juga mencoba meraih bagian atas tembok dengan tangan kanannya. BRUGGG!!! Mereka tersungkur ke tanah dengan keras.

“Awwwrrrrghhh!” jerit Aldo yang jatuh dari ketinggian 3 meter. Sedangkan Adli hanya bisa menahan rasa sakit di lututnya yang kini mulai terlihat bercak merah menembus celananya dari bagian lutut.

“Lu gimana Do!” bentak Adli pada temannya itu.

“Duhhhh licin temboknya itu!”

 Aldo menjawab, “Yauda cepetan ayo naik lagi.” Adli langsung berdiri tegap. kemudian Aldo juga menaiki pundaknya lagi. Kali ini dengan waktu yang lebih cepat, Aldo sudah berada di atas tembok menjulurkan tangannya kembali pada Adli. Dengan sekuat tenaga mereka berusaha untuk bisa melewati tembok sekolah itu. Saat Adli sudah sedikit lagi bisa mencapai atas tembok sekolah, tiba-tiba saja Aldo terkaget. Karena Aldo berada di tempat yang lumayan tinggi, Aldo dapat melihat dari kejauhan satpam sekolah hendak berjalan ke warung di dekat area belakang sekolah untuk membeli roti. “Dli cepetan, satpam sekolah lagi jalan kesini!” Adli menambah kekuatannya tetapi tetap saja sepertinya ia tidak sanggup memanjat karena tangan dan kakinya yang sedang luka.

Lihat selengkapnya