Waktu berlalu terasa cepat bagi murid-murid kelas 12-A-1 saat belajar biologi dengan Bu Ira. Suasana belajar berbeda seratus delapan puluh derajat dengan pelajaran-pelajaran lainnya yang kebanyakan dari guru-guru hanya mengajar seadanya. Lain halnya dengan Bu Ira yang sangat peduli dengan muridnya. Pada setengah jam terakhir pelajarannya, Bu Ira menggunakan waktu tersebut untuk mereview kembali materi-materi kelas sepuluh kepada murid-muridnya. Disaat guru yang lain masih fokus dengan materi kelas dua belas, sementara Bu Ira sudah mempersiapkan untuk membantu murid-muridnya mengingat kembali materi dari kelas 10 ataupun 11 untuk ujian-ujian sekolah atau ujian universitas kedepannya. Kali ini Bu Ira mereview materi kelas 10, bab tentang virus. Seketika terbesit dibenak Alli’ sebuah pertanyaan dan Iapun langsung bertanya tentang hal itu pada Bu Ira, di dengar oleh seluruh teman kelasnya.
“Bu kalau virus komputer dengan virus yang kita pelajarin ini sama jikah Bu?” Memang biasanya Alli’ suka bercanda. Tetapi kali ini tidak ada maksud melucu ataupun bercanda, Alli’ hanya menanyakan hal tersebut dengan polosnya karena memang ia ingin tahu. Namun dipandangan teman-temannya pertanyaan tersebut termasuk konyol. Alli’pun dijadikan bahan tertawaan oleh teman-temannya.
Mali meneriakinya, “Aduh ya enggak lah Li’ hahahaha.” Karena menurut Mali yang jago komputer, hal tersebut merupakan pertanyaan lelucon. Sedangkan Adli hanya tersenyum lebar namun tidak sampai tertawa. Murid-murid masih tertawa cukup lama dengan perasaan kocak. Lalu kemudian Bu Ira menenangkan anak-anak muridnya itu, “Hey-hey sudah-sudah ketawanya.”
Saat murid kelas 12-A-1 sudah cukup tenang, Bu Ira melanjutkan, “Begini nih perbedaan budaya kita dengan orang luar. Kalau di luar sana pertanyaan begitu malah merupakaan pertanyaan bagus lho. Alli’ ini cuma bertanya tentang hal yang ingin dia tahu, kalian malah menertawakan.” Suasana kelas menjadi senyap. Bu Ira kemudian menjawab pertanyaan Alli’, “Virus komputer bukan virus yang sedang kita pelajari struktur maupun karakteristiknya sekarang. Jadi virus komputer itu cuma sebutan aja karena sama menginfeksi suatu inang. Jadi bukan ya Alli’.”
“Iya Bu.” Jawab Alli’ dengan percaya diri. Ia tidak malu sedikitpun, justru ia tersenyum bangga sambil melihat ke sekeliling kelas karena pertanyaannya itu. “Okee sip Alli’.” Ibu Ira memberikan jempolnya pada Alli yang bertepatan juga dengan bel istirahat pertama karena jam sudah menunjukan pukul 09:00. “Wah sudah bel ya. Oke mungkin Ibu tutup dulu untuk pertemuan kita di hari ini. Jangan lupa ya minggu depan dipersiapkan untuk ulangan lisannya. Semangat belajarnya!”
Hanya Bu Ira satu-satunya guru yang menggunakan metode ulangan harian lisan untuk menguji murid-muridnya, meski sekali-kali Bu Ira juga tetap menggunakan ulangan tertulis seperti biasanya. Ia menerapkan hal tersebut untuk menghindari kegiatan contek-menyontek yang sudah mengakar jamur. Dengan ulangan lisan, satu-persatu murid dipanggil ke depan kelas menghadap Bu Ira. Lalu murid yang mendapatkan giliran, mengambil beberapa kertas pertanyaan yang sudah disiapkan dahulu berupa gulungan-gulungan kecil. Kertas pertanyaan itu berisi konsep-konsep dasar mengenai materi yang berhubungan. Sehingga para murid tidak bisa menyontek dan hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri. Meskipun beberapa murid mendapatkan gulungan kertas pertanyaan yang sama dan telah dibocorkan pertanyaanya oleh murid yang lebih dahulu maju, tetapi tetap saaja ketika menjelaskan langsung di depan Bu Ira setiap murid mengunakan bahasanya masing-masing. Pasti juga dapat terlihat oleh Bu Ira murid yang hanya mengandalkan bocoran-bocoran pertanyaan. Biasanya murid tersebut hanya menghapal dan tidak mencoba memahami sedikitpun sehingga saat ia menjelaskan menjadi terbata-bata.
Disamping itu dengan ulangan lisan juga dapat meningkatkan softskill murid-murid untuk dapat percaya diri menjelaskan sesuatu, dan juga ulangan lisan pastinya menghemat kertas serta menyelamatkan linkungan kita dari penebangan hutan/pohon yang berlebihan. Bu Irapun meninggalkan kelas.
Istirahat pertama hanya diberikan waktu 20 menit saja. Sehingga beragam cara murid-murid memanfaatkan waktu 20 menit tersebut. Biasanya para murid hanya membeli jajanan ringan atau cemilan untuk sekedar menahan rasa lapar sampai jam makan siang tiba. Selain itu, istirahat jam pertama juga dapat digunakan untuk mengerjakan PR. Ada juga yang menggunakan waktu tersebut untuk salat dhuha di masjid sekolah, terlebih lagi para murid kelas dua belas. Semakin mendekati hari ujian, semakin ramai juga masjid sekolah oleh murid kelas dua belas. Lalu untuk murid laki-laki paling banyak digunakan untuk keliling-keliling kelas, mabar, ataupun mengapel pacarnya yang berbeda kelas. Untuk Adli dari hari kemarin, ia selalu menggunakannya sekedar mondar-mandir saja di depan kelas 12-A-1. Mali yang melihat temannya itu sudah seperti orang bodoh, memutuskan untuk mengeluarkan uneg-unegnya karena merasa kasihan.
“Oy Dli!” ujar Mali dari depan kelas. “Kenapa Mal?”
“Udahlah kalau suka langsung aja datangin ke kelasnya, langsung masuk. Daripada mondar-mandir kaya orang bego begitu.”
“Kagak ini gue lagi mikir dari kemarin-kemarin gimana caranya ulangan susulan sama Pak Gusta.”
“Halah alasan mulu. Terus gimana, abis inikan jam pelajarannya?”
“Ya ini gue udah siapin mental.” Sesekali terlihat oleh Mali mata Adli yang melirik-lirik ke kelas 12-A-2. Mali menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aturan salat dhuha dulu lu sana biar dilancarin ulangan susulan Pak Gustanya.”
“Wah iya betul juga. Yauda deh.” Adlipun memutuskan untuk salat dhuha dan berdoa agar ia bisa mengikuti ulangan susulan Pak Gusta secepatnya.
Istirahat pertama telah selesai. Jam pelajaran untuk kelas 12-A-1 setelah istirahat pertama yakni pelajaran sejarah. Adli telah mempersiapkan mentalnya untuk bertanya dan meminta jadwal ulangan susulan. Seluruh murid kembali ke kelasnya masing-masing, namun untuk murid kelas 12-A-1 masih lalulalang keluar masuk dari kelas. Di dalam kelaspun suasana masih sangat berisik. Sebagian murid laki-laki masih mabar. Sebagian murid perempuan bergosip ria. Mereka semua sudah tahu pasti Pak Gusta akan telat masuk ke kelas. 10 menit waktu berlalu, Pak Gusta masih tidak kunjung datang. Rekor terlamanya telat masuk untuk mengajar di kelas yakni 30 menit. Saat itu Pak Gusta beralasan karena sedang diare dan perutnya sakit.
Nurul, murid yang paling rajin di kelas mendekati Badri si ketua kelas 12-A-1 yang sedang gabut. Ia berkata, “Badri! Panggil Pak Gusta sana dong. Sudah 15 menit gak datang-datang.” Usul Nurul pada ketua kelas agar kegiatan belajar mengajar pelajaran sejarah dapat segera di mulai.
Hal tersebut terdengar oleh gerombolan murid laki-laki yang sedang mabar. “Udah gausa. Biarin aja sih!” Seru murid laki-laki itu yang sedang asyik mabar bersama temannya yang lain. “Iya gausa Dri!” teman-temannya yang lain ikutan menyahut.
“Nanti malah kita lagi yang disalahin gara-gara gak manggil dia. Waktu itu sampe 20 menit gak ada yang manggil, jadinya dia ngambek sama kelas kita dan gamau ngajar!” tegas Nurul sedikit memarahi murid-murid lelaki yang malah keasyikan bermain game.