Ada Cerita di Sekolah

Awal Try Surya
Chapter #14

Trauma dari Masa Lalu

Selama perjalanan pulang menuju rumah April, Adli memberikan petunjuk pada April untuk melewati jalan kecil saja takut-takut ada razia polisi jika mereka melewati jalan besar. Adli hanya membawa satu helm saja yang sebelumnya sudah dipakaikannya pada April. April mengendarai motor vespa matic Adli dengan cukup kencang.

“Kencang juga lu ya naik motornya!”

“Ya maklumlah calon ibu-ibu penguasa jalanan nanti! Hahaha.”

“Kirain gue lu belum bisa naik motor!”

“Kenapa?!”

“Kirain gue…! lu belum bisa naik motor!”

“Iya semenjak ke Jakarta! Ka Juli ngajarin gue naik motor!”

“Owh jadi lu bukan asli Jakarta ya! Terus ka Juli siapa?! Kakak lu?!”

“Ohiya dia kakak sepupu gue! Anaknya Om Jan!”

“Kalau lu sendiri punya saudara!?”

“Ada abang gue di Jawa Timur! Gue aslinya dari Jawa Timur! Pindah ke Jakarta waktu masuk SMA pertama kali!”

“Asli Jatim toh!”

Perbincangan di motor itu cepat menghabiskan energi mereka karena mereka harus berbicara sedikit teriak agar terdengar. April kembali fokus menyetir. Adlipun berpegangan pada besi dibagian belakang si kuning karena April menyetir dengan lumayan cepat. Kaca spion dari motor Adli tepat memantulkan ke arah Adli, bayangan wajah April yang sedang serius menyetir. Adli lagi-lagi terkesima dan hanya terdiam memandangi April dari kaca spion motornya itu. Entah dalam ekspresi kepedasan, ekspresi sedang ngambek, ataupun lagi serius April selalu sempurna di mata Adli. Di saat yang sama pula April ingin meninjau area belakang, spontan ia juga menatap ke arah kaca spion sehingga tatapan merekapun bertemu. April dengan cepat membuang pandangannya kembali ke arah jalanan di depannya begitu juga Adli yang langsung menengok ke arah yang lainnya. April membenarkan posisi kaca spion tersebut dan fokus menyetir kembali. Perjalanan itu terasa sangat cepat bagi mereka berdua. Seandainya teori relativitas khusus Einstein yang bisa membuat waktu berjalan lebih lambat sudah dapat diaplikasikan, pastinya mereka berdua menginginkan hal itu sekarang juga.

“Udah mau sampai nih!“ kata April.

“Berarti dari sekolah ke rumah Om Jan! Makan waktu dua puluh lima menit lah ya…!”

“Kalau naik mobil bisa setengah jam lewat!”

April belok ke arah salah satu perkomplekan di Kecamatan Delima. Setelah masuk komplek tersebut dan belok beberapa kali, merekapun sampai di depan rumah Bapak Kepala Sekolah yang terhormat. Terlihat rumahnya cukup besar namun tetap sederhana. Kesan pertama yang orang-orang lihat dari rumah tersebut, bagian luarnya minim sekali unsur-unsur kemewahan yang ditampakan. Rumah itu berwarna hijau dan lebih banyak dihiasi tumbuhan-tumbuhan hijau pula peninggalan almarhum istri Bapak Kepala Sekolah. Pak Jan merawat tumbuhan-tumbuhan tersebut dengan sangat baik.

“Sip sudah sampai.” April turun dari motor Adli, Adlipun maju kedepan untuk mengambil kendali motornya.

“Jadi ini rumah Pak Kepsek. Asri juga yah.”

Thanks ya udah mau nganterin gue balik.”

“Iya ini sekalian jalan pulang kok.”

“Memang rumah lu dimana?”

Adli sedikit kagok. “Oh di Jalan Manggis agak jauh kesanaan lagi.”

“Maafin gue ya waktu istirahat tadi.” Adli meminta maaf lagi untuk kesekian kalinya.

April menanggapinya dengan senyuman termanisnya sambil berkata, “Iya-iya sudah gue maafin dari sebelum ulangan tadi kok.” Adli juga tersenyum simpul. Mereka berdua saling diam sesaat. Dari balik gerbang, satpam rumah Bapak Kepala Sekolah muncul. “Eh neng baru datang.”

“Eh iya Pak. Yauda Dli gue masuk dulu ya. Thanks sekali lagi.”

“Yap,” jawab Adli. April berjalan masuk ke rumah sedangkan Adli tetap diam di motornya menunggu April hingga benar-benar menghilang dari pandangannya. Kemudian ia lanjut berjalan pulang ke rumahnya. Setelah keluar dari perkomplekan tersebut, Adli membuka HPnya dan mengabarkan kepada Ibunya bahwa ia akan tiba di rumah mepet dengan waktu magrib. Sebenarnya lokasi rumah Pak Jan sangat berlawanan dengan arah rumahnya jika ditinjau dari sekolah. Sehingga ia memerlukan waktu paling tidak lima puluh menit untuk sampai di rumahnya. Adli berbohong pada April tentang rumahnya yang searah dengan rumah Pak Jan. Ia menerusklan perjalanan pulangnya.

April memasuki rumah dengan perasaan yang berbunga-bunga. Ia merebahkan dirinya di kasur, menikmati aliran hormon oksitosin, si hormon cinta pada tubuh manusia yang sedang mengalir terlepas di seluruh ditubuhnya. Terlihat Pak Jan yang sedang menenteng segelas kopi setengah penuh ingin menuju ke teras depan untuk bersantai. Seketika ia melihat pintu kamar April yang terbuka. Pak Jan langsung menuju kamar keponakannya tersebut untuk mengecek apakah April sudah pulang. Dilihatnya April yang masih rebahan di kasur sambil senyum-senyum sendiri.

“Ehem …. Jadi tadi pulangnya naik ojol?” tanya Pak Jan tiba-tiba pada April.

Lihat selengkapnya