Keesokan lusa tepatnya di hari Kamis, lima murid kelas dua belas IPA telah merampungkan rencananya untuk setidaknya membalas perbuatan yang telah pak Gusta lakukan pada mereka. Terlebih lagi kalau bisa untuk menyadarkan pak Gusta dari otak reseknya yang selama tiga tahun di SMA ini, yang mereka lihat dari pak Gusta, pak Gusta selalu mengakali orang lain untuk mencari untung sepeser rupiahpun untuk dirinya sendiri sehingga merugikan orang lain itu. Lima murid itu adalah Adli, Mali, Alli’, dan April serta Indi. Di malam April mengetahui perbuatan yang dilakukan Omnya dengan pak Gusta itu, dimalam itu pula mereka berlima melakukan call group untuk mendiskusikan rencana yang ada di pikiran Adli.
Hari Kamis telah datang, mereka akan mengeksekusi rencana tersebut pada hari ini. Adli datang ke sekolah lebih awal. Suasana sekolah masih sepi, kelas 12-A-1 juga masih kosong. Adli adalah murid pertama yang masuk ke kelas, tidak ada siapa-siapa. Kelasnya terasa sangat dingin karena air conditionernya telah menyala mungkin dari jam enam kurang. Adli yang duduk tepat di samping tembok kelas dekat pintu kelas, melihat jendela kelas yang basah berembun. Saat Adli ingin mengelap jendela itu, ia dikagetkan dengan kemunculan telapak tangan yang menggebrak kaca jendela dengan nyaring.
“BRAKKK!”
“ASTAGFIRULLAHALADZIM!” Suasana kelas yang masih kosong ditambah telapak tangan misterius yang tiba-tiba muncul itu benar-benar membuat Adli terkejut setengah mati. Tuan dari telapak tangan itupun muncul perlahan dari balik jendela. Kepalanya naik keatas, terlihat rambutnya yang sedikit keriting, kemudian muncul jidadnya yang berwarna coklat terang, lalu mata, hidung, mulut, dan terlihatlah semua wajahnya. Ialah Alli’ yang sedang tersenyum meledek kemudian tertawa karena berhasil mengagetkan Adli.
“Gila lu bro pagi-pagi udah bikin jantungan aja!” gerutu Adli. Alli’ langsung berjalan masuk ke kelas menyamperi temannya itu.
“Hahahaha. Lagianku panggil tadi sejak dari lorong tidak menengok. Sepertinya lagi banyak pikiran kau ya?”
“Ya iya lagi mikirin rencana kita nih.”
“Ohh sudahmi jangan terlalu dipikirkan. insyaAllah akan lancar nanti, percaya sama gue!” Adli mengangguk percaya seraya menepuk pundak temannya itu. “Siap-siap!” Mereka berdua berjalan lagi ke luar kelas setelah menaruh tas dibangkunya masing-masing. Suhu kelas masih sangat dingin sehingga mereka tidak kuat jika tetap di dalam. Adli dan Alli’ berdiri-berdiri gabut saja di depan kelas melihat ke arah bawah murid-murid lainnya yang baru datang.
Satu-persatu murid lainnya datang sehingga suasana kelas sudah ramai dan suhunyapun jadi tidak sedingin tadi. Adli dan Alli’ kembali masuk ke dalam kelas menyapa Mali yang barusan datang juga.
“Jadi gimana agen intel kita yang satu ini? Siap dengan rencana kita?” tanya Adli pada Mali.
“All ready. Menurut pengamatan gue sih dan ditambah lagi sama insting juga, sembilan puluh tujuh persen bakal kita laksanain hari ini jadinya besok jumat langsung terlihat deh efeknya dan rencana kita menyetop kegiatan suap-menyuap beserta perangai tidak baik dari Pak Gusta bisa terlaksana.”
“Mengapa jikau Mali tidak menggunakan koma setiap menjelaskan sesuatu hah?” keluh Alli’ yang bingung dengan omongan Mali. Mali tidak menggubris.
“Sippp Mal,” respon Adli dengan singkat. Jam sudah menunjukan pukul 06:30, pelajaran pertama akan segera dimulai. Murid-muridpun duduk dibangkunya masing-masing. Kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasanya.
…
Jam istirahat pertama sudah tiba. Adli, Mali, dan Alli’ langsung pergi ke kantin untuk mendiskusikan rencana mereka hari ini dengan April dan Indi. Sesampainya mereka bertiga di kantin, mereka langsung mencari meja kantin yang kosong.
“Disini aja!” sahut Adli kepada dua temannya menunjuk ke meja dimana ia pertama kali bertemu dengan April. Lama kelamaan kantin mulai ramai dan membludak. April dan Indipun tiba di kantin dan langsung mencari keberadaan Adli serta kawannya. Mereka berdua membeli permen saja di warung kantin selagi mencari keberadaan Adli. Adli yang melihat mereka berdua melambaikan tangannya, tetapi tetap tidak cukup untuk membuat April dan Indi menengok ke arahnya karena suasana kantin yang sangat ramai. Adli memutuskan untuk mendekati mereka berdua.
“Tunggu dulu ya,” perintah Adli pada dua temannya untuk menjaga tempat mereka, Adlipun beranjak dari posisi duduknya. Ketika ia sedang berjalan menuju April, salah seorang murid sengaja menabrakan setengah badannya dengan setengah badan Adli. Murid itu adalah Aldo.
“Weits! Gapunya mata bro?” Aldo dan Adli yang tadinya berteman, sekarang ini malah menjadi musuh hanya karena memperebutkan April. Aldo ditemani dua temannya yang lain di belakangnya. Adli diam sesaat, kemudian menatap tajam mata Aldo dengan dingin dan tenang.
“Sorry galiat gue,” jawab Adli. Aldopun juga membalas tatapan mata tadi dengan balasan tatapan yang lebih menusuk bagaikan dendam. Mereka berdua bertatapan garang satu sama lain, diam ditempat, dan wajah Aldo berhadapan langsung dengan wajah Adli hanya satu jengkal lebih saja selama beberapa saat. Lalu Aldo menggerakkan kepalanya sedikit sebagai tanda untuk menyuruh temannya di belakangnya untuk cabut. Aldopun melepaskan pandangan tajamnya pada Adli dan langsung pergi. Adli hanya menggeleng-gelengkan kepala dan meneruskan jalannya ke arah April.