Ada Cerita di Sekolah

Awal Try Surya
Chapter #21

Jalanan depan Sekolah

Setelah kepergian Pak Gusta dari sekolah, para guru dan sebagian murid merasa kehilangan akan sosok Pak Gusta. Begitu juga April, walaupun dirinya baru mengenal Pak Gusta sekitar satu bulan lamanya. Belakangan ini ia lumayan diam dan bersedih dengan pensiunnya Pak Gusta. Sudah tiga hari sejak pidato terakhir Pak Gusta waktu di hari Senin kemarin, April masih terlihat murung. Apalagi saat ini mata pelajaran kelas 12-A-2 adalah pelajaran sejarah yang sudah diajari oleh guru sejarah pengganti Pak Gusta.

“Udahlah April, gak usah dipikirin terlalu dalam,” saran Indi pada temannya itu.

“Gatau kenapa gue masih merasa bersalah aja.” April yang selalu tidak enakan dengan segala sesuatunya. Apalagi dengan keluarnya Pak Gusta dari sekolah yang memang alasan utamanya karena campur tangan dari rencana mereka terhadap kegiatan yang dilakukan Pak Gusta dengan Omnya.

“Lebih-lebih gue Pril. Tapi yaudahlah, yang lalu biarlah berlalu.” April hanya mendengarkan Indi yang terus berusaha membuatnya untuk melupakan kesedihannya itu. Mereka kembali fokus menyimak pelajaran sejarah.

Ketika waktu istirahat kedua, sehabis ishoma Adli menyempatkan waktu untuk memberanikan dirinya masuk ke kelas April. Ia telah memperhatikan April dari kemarin dan juga sudah mendengar dari Indi tentang kesedihan April itu. Adli menghampiri April. April sedang duduk di mejanya yang terletak di pojok yang berlawanan dengan pintu masuk kelas 12-A-2, jauh di ujung belakang kelas. Ia mau tidak mau harus melewati setiap bangku murid yang lainnya sambil mendengar beberapa suitan, sorakan dukungan, ataupun yang lainnya. Untungnya kelas 12-A-2 masih tidak terlalu ramai karena setengah dari isi kelas masih ishoma.

“Cihuyyy ….”

“Asyik PJ(Pajak jadian)nya dong Dli!”

Akhirnya Adli sampai di meja April. Ia duduk di bangku depan April, tetapi dengan posisi bangku yang masih menghadap ke depan, sementara badan Adli menghadap ke belakang langsung ke arah April. “Indi kemana?” tanya Adli.

“Masih di kantin kali,” jawab Adli.

“Lu kenapa?” tanya lagi Adli.

“Kenapa … kenapa?” jawab lagi April bingung.

“Kok masih sedih? HP lukan udah ganti yang baru.” Adli tersenyum sedikit.

“Iyasih ganti. Tapi masih kepikiran Pak Gusta.”

“Ambil aja hikmahnya, jadi dapet HP versi paling barukan dari ‘OM’ ” pada kalimat keduanya, Adli berbicara dengan nada sedikit mesum sambil menaik turunkan alisnya dan memasang muka nakal.

“Hahhahah apasih lu.” Aprilpun akhirnya tertawa meskipun sedikit, tetapi hal itu sudah cukup untuk membuat hati Adli senang.

“Om lu maksudnya …. Eh karena minggu lalu kita gak jadi makan di warung bakso Pakde. Pulang sekolah, rencana gue mau nraktir lu sama Indi, Mali, Alli’ kesitu nih.”

“Serius? Wah boleh tuh. Gue juga belum sempet ngerasain bakso Pakde sejak disini!” April menjadi lebih ceria dari sebelumnya.

           “Duarius beneran. Masa bohongan.”

Bel masuk tanda istirahat kedua selesai, telah dibunyikan.

           “Yah udah bel aja,” keluh April.

“Oke deh. Pulang sekolah ya jangan lupa!” kata Adli mengingatkan April yang sering lupa. “Siap!” April menjawab dan melihat Adli berjalan keluar kelasnya.

Jam pelajaran terakhirpun dimulai, April tidak sabar menunggu waktu pulang sekolah. Akhirnya bel pulang sekolahpun dibunyikan. Ia langsung menunggu kedatangan Adli di depan kelasnya dengan Indi.

“Asyik di traktir nih,”-ucap Indi yang kemudian ia merasa kebelet-“duh. Eh sebentar ya gue ke toilet dulu. Lu duluan aja bareng Adli sama kawan-kawannya buat tag tempat takutnya ramai.” Indi langsung lari ke toilet.

Beberapa saat kemudian, Adlipun keluar dari kelasnya dan menghampiri April. “Eh kita kesana dulu aja. Alli’ lagi mau daftar pencak silat dulu katanya, Mali mau ngambil kaset game dulu ditemannya. Si Indi mana?” tanya Adli.

“Ke toilet dulu dia. Jadi berdua aja nih?” Entah kenapa jantung April menjadi berdebar-debar begitu juga dengan Adli.

Lihat selengkapnya