Lili kembali ke sekolah setelah dirinya dan timnya melakukan kampanye di warung bakso Pakde. Mereka menuju ke kelas 11-A-1 di lantai dua, yang selama dua minggu belakangan ini selalu mereka pakai sebagai basecamp kampanye setelah pulang sekolah.
Lili berkata, “Yauda buat kampanye hari terakhir ini kita cukupi dulu, karena besok Jumat sudah hari tenang. Buat teman-teman yang udah ngebantu gue selama dua minggu masa kampanye ini. Gue ucapin terimakasih banyak! Kita lihat di hari Senin besok saat perhitungan suara bagaimana hasilnya. Semoga hasilnya yang terbaik buat kita semua, sekolah, maupun murid-murid juga. Oke!?” Timnya menyahut dengan semangat, kemudian merekapun menutup dengan yel-yel tim mereka itu.
“Sip thanks ya semuanya. Kalau gue menang nanti, seperti janji gue, bakal kita rayain kemenangan kita.”
“Okeee deh siap.” Timnya kembali kompak menyahut. Merekapun beranjak pulang ke rumah masing-masing. Lili juga hendak untuk pulang, namun saat di lorong lantai dasar ia memutuskan mampir sejenak untuk duduk di bangku pinggir lapangan ke dua sekolah yang berukuran sedang. Alasannya adalah Lili ingin melihat ekskul pencak silat yang merupakan ekskulnya dari kelas sepuluh, sedang berlatih di lapangan tersebut. Semenjak naik ke kelas sebelas, ia sudah jarang mengikuti latihan ekskul pencak silat karena waktunya ia fokuskan lebih kepada organisasi. Apalagi sekarang ia juga sudah menjadi calon ketua OSIS. Jika terpilih nanti pastinya ia menjadi semakin sibuk dan harus mengorbankan segala kegiatan ekskulnya.
Lili tidak sengaja melihat satu wajah murid laki-laki yang sepertinya ia pernah jumpai. Ia kembali mereka-reka dimana kiranya ia pernah bertemu orang itu, lalu iapun mengingatnya yakni ketika sedang berada di depan gerbang sekolah. Ya murid laki-laki yang Lili perhatikan adalah Alli’ yang sedang mengikuti pertemuan pertamanya dengan ekskul pencak silat.
Dilihatnya Alli’ yang begitu semangat dan meledak-ledak menendang, menangkis, dan memukul segala alat pendukung latihan meskipun ia baru menghadiri ekskul pencak silat tersebut karena memang ia jago dan suka sekali dalam hal bertarung. Lili tersenyum-senyum sendiri melihat perilaku energik dari Alli’.
Selesai latihan, Alli’ juga melihat calon ketua osis nomor urut dua itu yang sedang duduk-duduk saja di bangku samping lapangan. Ia langsung mendekatinya dan duduk juga disampingnya.
“Nungguin siapa?”
“Gak nunggu siapa-siapa.”
“Terus nungguin apa?”
“Cuma iseng aja ngeliatin latihan ekskul pencak silat.”
“Masih ingat sama gue?”
“Iya. Waktu itu kita ketemu di depan gerbang sekolah.”
“Gue belumpi kenalan. Greetings! My name is Alli’ dari kelas 12-A-1.” Alli’ menjulurkan tangannya untuk menjabat tetapi Lili membentuk tangan kanannya seperti batu dalam permainan suit gunting batu kertas dan kemudian memajukannya hingga menyentuh tangan Alli’. Tangan Alli’ spontan menyesuaikan mengikuti menjadi batu juga.
“Oh ternyata kakak kelas. Gue kira lu anak kelas sepuluh, karena gue baru lihat wajah lu semenjak masuk SMA.”
“Iya hehe asyik masih kelihatan muda ya,”-Alli’ mengusap-usap rambutnya ke arah belakang dengan tangannya sementara lili tertawa sedikit-“gue murid baru dari Makassar. Baru masuk sebulan yang lalu.”
“Ternyata murid pindahan …. Tapi kan lu sudah kelas dua belas, bukannya gak boleh ikut ekskul-ekskul lagi ya?”
“Kata siapa coba? Ya memang dianjurkannya seperti itu. Tapi kalau kita bisa mengatur waktukan gak masalah juga?” tutur Alli’ dengan sok bijak yang mengikuti persis seperti kata-kata Bu Ira padanya tempo hari. Mendengar hal itu membuat Lili langsung terperangah dengan sosok Alli’. Bisa-bisanya dirinya yang merupakan calon ketua osis mendapatkan pencerahan dari sesosok Alli’ yang baru saja menjadi murid di sekolah itu.
Dalam diri Lili terdapat sedikit penyesalan mengapa ia tidak memacu batas limit dirinya sendiri untuk tetap mengembangkan hobinya mengikuti ekskul sambil fokus juga pada organisasinya. Semangatnya merasa tercambuk oleh omongan Alli’ tadi.
Alli’ melambai-lambaikan tangannya di depan muka Lili yang sedang merenungkan hal yang ia pikirkan itu tadi. “Li? Hey!”
“Oh. Haha sorry-sorry. Gue lagi mikirin mau ikut ekskul pencak silat lagi sambil fokus juga sama organisasi gue.”
“Jadi lu sebelumnya ikut ekskul pencak silat juga ...?”
“Yoi. Minggu depan kepilih gak kepilih, gue bakal ikut ekskul pencak silat lagi deh.”
“Asyik jadi satu ekskul nih kita,” rayu Alli’ sambil menunjukan senyum manis di wajahnya yang manis itu.