Keesokan harinya ketika Adli dalam perjalanan menuju sekolahnya. Ia melewati proyek sekolah tepat di belakang sekolahnya. Dilihatnya sekilas sepertinya proyek tersebut sudah rampung setelah pengerjaan selama satu bulan. Kebun kecil tempatnya memanjat tembok belakang sekolah bersama Aldo sudah rata ditutupi aspal, menyisakan beberapa pohon saja yang bisa dihitung jari dari satu tangan saja. Bangunan bekas toko materialnya tidak semuanya diratakan, sebagian ada yang masih berdiri, diperbaharui, serta direnovasi ulang. Seperti kebanyakan lahan parkir, area sekitarnya sudah di kelilingi pagar besi. Adli lanjut menuju ke sekolahnya yang tinggal beberapa meter lagi.
Saat di sekolah, ketika sudah jam istirahat. Adli heran mengapa April selalu menghindar dari dirinya. Waktu Adli melihatnya di kantin, April langsung berjalan menjauh berlawanan arah dengan posisinya berdiri. Ketika April di kelaspun, Adli bersikeras menghampirinya. April seperti pura-pura menyibukkan dirinya dengan menulis di buku, ia bilang, “Sebentar Dli. Jangan ganggu gue dulu lagi ngerjain latihan soal fisika ini, perlu konsentrasi.”
“Yauda gue tungguin. Atau perlu gue bantuin?” jawab Adli yang merasa lebih jago fisika dibanding April.
“Gausah, bisa sendiri.” Adli melihat April salah memasukan rumus untuk soal tentang energi listrik yang sedang ia kerjakan tersebut.
“Kalau energi listrik itu dikali lagi sama waktu. Rumus yang lu masukin itu baru rumus daya,” ujar Adli dengan nada menggurui. April menjadi kesal. Ia menutup bukunya.
“Kok ditutup?”
“Udah capek mikir, capek hati pula,” batin April yang langsung pergi meninggalkan Adli di mejanya ke kumpulan murid perempuan yang sedang bergosip ria di barisan samping kanan. Adli semakin heran.
“Kalau dia lagi ngerjain soal matematika, terus gue bantu kayaknya wajar sih dia marah. Kan emang dia jagonya matematika. Tapi … yaudalah,” gumam Adli dengan dirinya sendiri. Ia semakin heran dan pergi meninggalkan kelas 12-A-2 begitu saja.
Sampai di hari-hari selanjutnya di minggu yang sama. April masih saja menjauh dari dirinya. Tingkah laku jinak burung merpati dari April membuat Adli malah semakin gemas dengan April. Adli masih memikirkan mengapa April tiba-tiba menjauh darinya. Apakah karena ia sedang tidak mood saja atau sedang datang bulan? Atau April memang sedang teringat oleh masa lalunya dari sosok ayahnya yang meninggalkannya, sehingga April tidak mau menjalin hubungan baik dengan pria manapun yang mendekati dirinya. Tebakan Adli yang kedua ada benarnya, tetapi hal itu memang selalu dilakukan April pada cowok sebelum ia bertemu dengan Adli.
Saat April mengenal Adli sebelum kejadian di parkiran kemarin. Sebenarnya April sudah melupakan traumanya untuk menjalin hubungan baik dengan murid laki-laki dan mencoba memberi kesempatan Adli lebar-lebar. Tetapi setelah April cemburu melihat Adli dan Lili saling memberi hadiah satu sama lain, ia memupuskan harapannya pada Adli. Hingga sampai sekarang tetap menjaga jarak dengan Adli.
…
Selagi rebahan di kasurnya setelah pulang sekolah, Dengan ekspresi cemberut saja, April masih memikirkan kesedihannya itu sambil memandang ke atas langit-langit kamarnya. Ia bingung ingin menceritakannya pada siapa. April mengambil HPnya dan mengetik nama Indi.
“Kalau gue cerita ke Indi, nanti dia malah bocorin ke Adli lagi. Kalau gue gak cerita, nanti Adli jadi gak tahu gue ngejauhin dia gara-gara apa. Duh jadi serba salah!” April mulai serba salah memikirkan segala sesuatunya tentang masalahnya dengan Adli ini. Hal yang paling dekat dengan kata-kata ‘serba salah’, biasanya dinamakan dan disebut dengan cinta. Ya, April tidak bisa mengelak pada dirinya bahwa ia sudah mencintai Adli. Ia ingin menjauhi darinya tetapi tidak bisa meninggalkannya. Tetapi apakah secepat itu?
“Huhhh!” April mengetik kontak lain di HPnya, ia mengetik nama Juli. “Ke Kak Juli aja deh.” April mengetik sebuah pesan pada kakak sepupunya itu.
“Halo Kak apa kabar! Weekend ini balik ke rumah gak?” Beberapa menit kemudian Juli membalas, “Sibuk bangettt nget nget nih Dek! Minggu ini Kakak lagi banyak tugas dan kerjaan, jadi kayaknya gak balik dulu.”
“Yahhh oke deh Kak nanti aku sampaiin ke Om Jan juga!”
“Iya. Kamu mau cerita apa emangnya, kebetulan Kakak lagi istirahat sebentar nih, Teleponan aja yuk!” jawab Juli yang sudah mengetahui lebih dulu bahwa adik sepupunya itu pasti sedang mempunyai masalah dan ingin menceritakannya padanya tanpa April lebih dulu memberitahunya. Chemistry yang tercipta antara mereka berdua memang sudah sedalam itu.
Juli langsung menelepon April, tetapi April menolak telepon dari Juli yang mendadak itu. April kembali mengirimkan pesan, “Enggak Kak, aku cuma mau nanya itu karena Om Jan nyuruh aku nanya Kakak pulang ga weekend ini?” sanggah April yang belum siap untuk menceritakan kesedihannya itu.