Senin besok, tepatnya setelah satu minggu pemilihan ketua OSIS, calon terpilih akan dilantik untuk masa jabatannya selama satu tahun. Malam Seninnya, Adli sedang memikirkan peraturan baru dari sekolah di kamarnya, tentang pelarangan membawa motor ke sekolah. Ia bimbang antara harus tetap pergi ke sekolah dengan vespanya, atau diantar oleh orang tuanya, atau pergi dengan angkot. Adli keluar dari kamar menuju ruang tengah untuk memberitahukan hal tersebut ke Ayahnya. Ayahnya sedang menonton berita dan meng-scroll layar HPnya dengan jari telunjuk sambil menjauhkan posisi HPnya itu dari matanya. Ayah Adli sesekali membenarkan kacamatanya yang menurun karena posisi kepalanya yang terlalu menunduk ketika melihat HP.
“Ayah mau nanya,” ujar Adli.
“Kenapa Dli?”
“Jadi besok ada peraturan baru di sekolah. Semua murid sudah gak boleh bawa motor lagi ke sekolah. Besok Ayah mau nganter pagi-pagi sekalian berangkat kerja gak?” Adli baru memberitahukan hal tersebut seperti halnya murid SD yang merepotkan orang tuanya di malam hari tentang barang-barang yang harus mereka bawa besoknya ke sekolah.
“Kamu kok baru ngasih tau sekarang? Kemarin-kemarin kemana aja?”
“Baru ingat tadi.”
“Kamu itukan masuk jam 6:30. Ayah masuk kantor saja jam 8 lewat. Kalau Ayah ngantar sekalian, kepagian buat Ayah. Coba sana tanya Ibu kamu.” Adli pergi ke Ibunya yang sedang berada di dapur.
“Besok Ibu masakin nasi goreng aja ya?” tanya Ibunya langsung setelah ia melihat Adli datang sambil mempersiapkan bahan-bahan masakan untuk sarapan esok pagi.
“Iya Bu. Oiya Bu mau nanya. Kalau Ibu mau nganterin Adli ke sekolah pulang pergi mau gak Bu?”
“Haduhhh kenapa memangnya?”
“Jadi di sekolah ada peraturan baru. Semua murid udah dilarang bawa motor ke sekolah.”
“Kalau Ibu ingat-ingat waktu kamu awal kelas 10, masih belajar naik motor. Capek Ibu tuh ngantar kamu bolak-balik ke sekolah. Coba tanya Ayahmu sana!” perintah Ibunya mengoper lagi masalah ini ke Ayah Adli.
“Sudah Bu tadi. Haduh lagian kenapa sih Kepala Sekolah sekarang ini ribet banget!” gerutu Adli. Adli kembali ke Ayahnya.
“Kata Ibu tanyain lagi ke Ayah.”
“Ya terus gimana solusinya? Kamu mau naik angkot saja?”
“Gak bisa Yah, bukannya gak mau. Karena capek harus nyambung angkot tiga kali. Terus jauh juga bisa-bisa Adli capek di jalan doang, berangkat pagi banget dan pulang sore banget.”
“Kamu sudah punya SIM-kan?” tanya Ayahnya.
“Udah Yah.”
“Yasudah jangan takut. Kamu lobby-lobby aja satpam sekolahmu atau kalau bisa debatin dia bahwa kamu berhak parkir di sekolah karena kamu juga sudah punya SIM,” respon Ayah Adli memberikan solusi yang to the point.
“Tapikan Yah, peraturan dari sekolahnya memang begitu. Mau punya SIM atau enggak udah gak boleh bawa motor ke sekolah.”
“Udah jangan takut. Lakuin aja yang Papa omongin tadi.” Ibu Adli tiba-tiba berada di ruang tengah dan menimbrung juga, “Kalau tetap gak boleh masuk gimana Pah?”
“Ya parkir liar aja di sekitaran sekolah. Zaman sekarang parkir liar ada dimana-mana, gitu aja kok repot. Tapi jangan lupa digembok supaya lebih aman,” jawab Ayah Adli yang tidak mau repot-repot.
Adli merespon dengan pasrah, “Hmmm yaudadeh.” Ia kembali ke kamarnya.
…