Kedua sejoli itupun sampai di rumah bapak kepala sekolah setelah menghabiskan waktunya bersama di mal. April sudah lebih dulu masuk melewati gerbang rumahnya, kemudian memasukan motornya ke garasi. Sementara Adli menunggu di atas motor vespa matic kuningnya di halaman depan teras, samping mobil putih Pak Jan yang dibungkus cover mobil berwarna silver yang ditinggal oleh pemiliknya dari kemarin sore. April mendekati Adli, seketika Adli mengeluarkan suara sendawa cukup panjang dari mulutnya. “Eeeeeeeeeeeee ……..” Sepertinya Adli masuk angin.
“Eh lu masuk angin?” tanya April.
“Eh enggak kok. Cuma kekenyangan tadi.” Sekali lagi Adli bersendawa.
“Tuhkan masuk angin. Turun dulu aja, dibikinin teh anget sama Mbok dan minum obat sangkal angin dulu,” perintah April pada Adli.
“Udah gak usah. Gakpapa kok,” untuk ketiga kalinya Adli mengeluarkan sendawanya. Ia benar-benar masuk angin.
“Udah yuk duduk dulu di bangku teras sini!” April langsung mengambil kunci vespa matic Adli yang masih menggantung di lubang kunci dan kemudian duduk di bangku teras depan.
“Ehhh ehhh …. Duhhh!” respon Adli. Ia terpaksa turun memarkirkan motornya.
Setelah itu muncul Mbok di pintu depan yang dari setadi sudah mendengar suara Adli dan April dari arah dapur.
“Ehhh Adliii, makasih ya sudah nemenin Neng April jalan di malam Minggu, hehehe.”
“Iya Mbok, eeeeeeeee …,” jawab Adli diteruskan dengan sendawanya. April kemudian membisikan sesuatu di kuping Mbok. Mbok lalu mengangguk.
“Yasudah, Mbok bikinin teh anget dulu ya sama ambil obat.” Mbok pergi ke dalam sementara itu April duduk kembali menemani Adli yang juga sudah duduk di bangku teras depan.
“Itu Pak Satpamnya tidur nyenyak banget Pril,” ucap Adli mengomentari satpam penjaga rumah Kepala Sekolah yang sedang tertidur nyenyak di posnya itu.
“Oiya Pak Ridwan emang begitu. Biasanya tidur sebentar dulu dia sampai jam sebelas. Nanti pas jam sebelas baru bangun deh,” jawab April.“
Ohh iya-iya,” balas Adli sambil mengangguk.
Angin malam yang bertiup sepoi-sepoi mendadak seperti menyampaikan suatu pesan pada April tepat disaat pandangan April juga tertuju dengan mobil Omnya. Ia mengingat janjinya untuk mengantarkan sekaligus menyupiri Ibunya jalan-jalan ketika mereka teleponan berdua lusa malam lalu, padahal seingat April baru dua-tiga kali ia belajar menyetir mobil. Itupun sepertinya sudah lumayan lama, berbulan-bulan yang lalu dengan Kakak Sepupunya sewaktu Juli belum memasuki masa sibuk-sibuknya kuliah.
Spontan April bertanya pada April, “Lu bisa nyetir mobil Dli?”
“Bisa kok.”
Tinggal dua minggu lagi waktunya di Jakarta sebelum ia terbang ke Jawa Timur bertemu dengan Ibunya. Suatu perasaan gelisah memasuki pikiran April. Ia khawatir dalam sisa waktu yang singkat ini, dirinya tidak bisa mahir menyetir mobil. Apalagi Omnya maupun Kak Juli tidak ada waktu untuk mengajarinya lagi menyetir mobil. Maupun untuk menyewa jasa belajar setir mobil yang lumayan memakan waktu dan energi karena April juga harus fokus belajar untuk ujian dan UAS yang tinggal menghitung hari lagi.
April kemudian berkata pada Adli, “Ajarin gue nyetir mobil dong Dli, sebentar aja sebelum lu balik. Muter-muter aja deket komplek. Tinggal nginget-nginget lagi sih soalnya gue udah pernah belajar juga.”
“Sekarang banget?”
“Iya kalau lu gak keberatan.”
“Bebas kok gue, tapi lu ngebet banget mau belajar malem-malem? Besok kalo mau gue kesini lagi dah,” nego Adli supaya bisa menghabiskan waktunya lagi dengan April.
“Besok Om Jan udah ada,”-jeda April lalu menaikan arah pandangan pupilnya ke langit-langit malam yang penuh bintang bertanda ia sedang memikirkan sesuatu sambil merangkai kata untuk diceritakan selanjutnya pada Adli-“kalo lu gak keberatan sih malam ini aja.”
Adli mengerti maksud yang diinginkan April. April lebih nyaman untuk menjalin hubungan mereka berdua ala-ala backstreet. April kemudian meneruskan, “Jadi seperti yang gue certain di mal tadi, gue insyaAllah bakal pulang ke Jawa Timur liburan nanti dan udah diizinin ibu juga. Tapi gue ngasih janji ke ibu, buat nyupirin ibu jalan-jalan …, karena ibu gue udah gak bisa lagi nyupir mobil kayak dulu …. Kalau abangmah mana bisa diharepin ….”
Adli mengagguk pelan sebagai tanda simpatinya pada ibu April setelah ia mendengar penjelasan April tersebut. Adli berdiri dengan sigap. “YUK DEH!”
April menjadi semangat juga dan berlari ke dalam rumah untuk mengambil kunci mobil putih Om Jan. Mobil putih itu yang biasa dipakai oleh kepala sekolah pulang-pergi dari sekolah, dengan bagian atasnya terdapat moonroofnya yang dapat terbuka. Sementara mobil satunya lagi yang berada di dalam garasi adalah mobil untuk kegiatan pribadi Om Jan.
Ketika April berlari masuk melewati pintu depan, sangking semangatnya hampir saja ia menyenggol Mbok yang sudah selesai menyeduh teh hangat beserta obat sangkal angin untuk Adli.
“Aduhhhh Nenggg hati-hati, kalau ngerjain apa-apa jangan buru-buru terus!”
“Maaf Mbokkk!!!” teriak April yang sedang berlari menuju ruangan kerja Omnya.
“Silahkan Dli, diminum dulu.” Adli meminum dengan perlahan teh hangat dan obat dari Mbok itu, sehingga badannyapun terasa lebih baik dari sebelumnya.
“Makasih ya Mbok.” ucap Adli seraya menginfokan ibunya dahulu bahwa ia akan pulang lebih malam.
“Iya Sama-sama Mas Adli.”