Hari-hari esoknya berjalan lumayan cepat. Para murid mulai semakin fokus mempersiapkan UAS mereka. Apalagi April yang memiliki beban besar untuk bisa mendapatkan rangking satu agar jambore sekolah dapat dilaksanakan di luar kota. Setelah perjanjian itu, April semakin giat belajar. Ketika pulang sekolah, April hendak melanjutkan belajarnya di ruang kepala sekolah, iapun sempat bertemu dengan Adli.
“Eh Pril?”
“Kenapa Dli …? Pasti mau nanya tentang jambore sekolahkan? Gue udah lobby Om gue kok tentang hal itu.”
“Enggak kok. Gue cuma mau ngobrol aja sama lu.”
“Bohong ah!” ucap April. Sebenarnya Adli memang berbohong. Niatnya adalah ingin menanyakan apakah April sudah membujuk Omnya agar dapat membuat jambore sekolah dilaksanakan di luar kota. Tetapi Adli sejujurnya juga hanya ingin bicara saja dengan April setiap harinya. Satu hari saja Adli tidak berbicara atau menjumpai April, rasanya seperti tidak bertemunya selama setahun.
“Beneran. Yauda deh gue tanya aja? Jadi hasilnya gimana setelah lu bujuk Om lu tentang pelaksanaan jambore sekolah di luar kota?”
“Mmm katanya dia bakal usahain buat laksanain jambore sekolah di luar kota. Jadi lu tenang aja, percaya sama gue.” April menutup kata-katanya dengan senyum pada Adli. Adli mengerti senyum dari April tersebut.
“Thanks ya udah mau bantu gue, pengurus OSIS, dan semua murid di sekolah ini yang pengen banget jambore dilaksanain di luar kota.”
“Iya sama-sama,”-April mengingat lagi pertaruhan syarat yang ia ajukan pada Omnya, yakni berjanji untuk bisa mendapatkan rangking satu-“yauda gue ke ruang kepala sekolah dulu ya. Mau lanjut belajar lagi.”
“Okeee deh Prilll. Semangat belajarnya! Gue juga mau langsung pulang nih biar bisa belajar fokus di rumah.”
“Sip Dli semangat juga!”
Merekapun berpisah di depan koridor lantai dasar sekolah. April masuk ke dalam ruang kepala sekolah sementara Adli menuju parkiran. Disaat April sudah ingin menutup pintu ruang kepala sekolah, ia mencoba mengintip sedikit Adli yang berjalan menjauh darinya. Ternyata Adli juga tepat menoleh kebelakang. Mereka berdua berpandang-pandangan kembali dengan senyumnya masing-masing. Adli melambaikan tangannya bermaksud untuk mengucapkan ‘bye’, Aprilpun membalas juga. Setelah itu merekapun benar-benar berpisah.
…
Minggu UASpun tiba. Sekolah menjadi sangat tenang dibandingkan saat kegiatan belajar mengajar sehari-hari. April sudah siap untuk berperang mendapatkan rangking satu di kelasnya agar dapat memenuhi syarat yang diberikan Omnya. Dalam seminggu belakangan ini April sudah lebih mahir juga membawa mobil. Setiap paginya ia sudah diizinkan Omnya untuk menyetir mobil ke sekolah. Sementara Omnya memantaunya ketika menyetir di kursi depan samping diri April.
Namun dibalik ketenangan proses ujian akhir sekolah, terdapat juga suatu genderang perang yang tersembunyi dari para murid yang mulai kesal akan peraturan-peraturan yang mengekang mereka. Selama minggu UAS itu, diam-diam para anggota geng motor menjalankan misinya dengan menyebarkan informasi untuk membuat tingkat ketidakpercayaan para murid pada pihak sekolah meninggi.
Banyak poster tersembunyi yang ditempelkan dibagian tertentu yang tidak terlalu terlihat mencolok, namun dapat diketahui oleh semua murid, tetapi terlewat oleh pihak sekolah. Misal di balik pintu kamar mandi laki-laki paling pojok lantai tiga. Poster itu berisi konten penyeruan perlawanan pada pihak sekolah karena peraturan-peraturan mereka yang belakangan ini tidak masuk di akal. Ada yang berisi kalimat sarkasme, ‘Mobil para guru lebih memakan tempat dibanding motor para murid.’ Ada juga yang berisi karikatur gambar mengenai salah satu model guru yang kepalanya membesar sembari menyetir mobilnya seorang diri tanpa membawa siapa-siapa, lalu juga segerombolan guru yang menaiki bus dengan tanda panah ke Bandung meninggalkan para muridnya yang bermimik melas dibelakang bus hanya diumpani asap dari bus itu. Mereka semua berkreasi dengan seninya masing-masing untuk memprotes peraturan parkir, peraturan telat, maupun jambore sekolah yang tidak jadi di luar kota.
Selain itupun, di sosial media para murid mulai tersebar hoax mengenai joki daftar makanan dan minuman misterius. Hoax itu disebar luaskan juga oleh para anggota geng motor untuk menggiring opini publik berupa pernyataan bahwa sebenarnya pihak sekolahlah yang sengaja membuat daftar makanan dan minuman yang harus dibawa pada jambore sekolah oleh masing-masing peserta menjadi misterius. Sehingga pihak sekolah dapat meraup keuntungan dari hal tersebut.
Padahal kenyataannya hal itu merupakan inisiatif dari OSIS sendiri untuk melakukan pengumpulan dana tambahan agar jambore sekolah dilaksanakan di luar kota. Informasi di publikpun menjadi kelabu dan terpecah melahirkan dua kubu yang terpolarisasi. Ada yang percaya dan termakan berita hoax itu dari geng motor, ada juga yang masih percaya bahwa hal itu dari OSIS dan tetap memutuskan untuk memesan joki daftar makanan dan minuman misterius agar dapat membantu OSIS memenuhi tambahan dana jambore sekolah.
Hingga minggu UAS selesai, kemuakan para murid yang memang tidak terlihat di permukaan sebenarnya mulai meluap-luap seperti magma yang ada di dalam perut bumi siap untuk meledak kapanpun itu, meskipun para murid juga senang dengan liburan yang menanti di depan. Minggu setelahnya adalah minggu class meeting dan remedial-remedial. Dimana para murid yang mendapati nilai ulangan mereka jelek, diberi kesempatan untuk mengikuti remedial, sembari diisi juga dengan pertandingan antar kelas pada berbagai cabang olahraga.
Selama itu juga April sudah mahir mengendarai mobil, karena tiap paginya ia sudah mengendarai mobil. Hal itu membuat Omnya malah senang mendapatkan waktu tidur tambahan di mobil ketika pagi April menyupirinya, padahal seharusnya Omnya mengawasinya.
Ketika class meeting diadakan, para murid yang sudah menyelesaikan remedialnya dan tidak sedang bertandingpun memiliki jam bebas. Para anggota geng motor kelas dua belas menikmati waktu tersebut di meja tengah kantin seperti biasanya. Terdengar percakapan desas desus dari mereka
“Gimana jadinya? Hari terakhir masuk sekolah semester ini kita laksanain kan rencana itu?” tanya Fian.
“Iya. Kalau dilihat dari reaksi murid-murid sih, mereka semua sudah kebangun distrust ke pihak sekolah.” Sambung Deon.
“Bagus deh. Sebarin ya informasinya langsung pake akun samara di sosmed supaya semua murid jadi tahu dan hari H bisa pecah nih rencana kita!” perintah Iman.
“Oke deh siap. Laksanakan!” jawab mereka semua di bawah komando Iman.
Para geng motor sudah merencakan lagi, akan melaksanakan demo besar-besaran yang pesertanya pastinya lebih banyak dibanding dua demo sebelumnya. Karena para muridpun sepertinya akan mengikuti demo tersebut karena sudah tersulut berita penggiringan opini yang dilakukan oleh anggota geng motor.
Sementara itu pihak OSIS juga mengetahui hal tersebut dan sebenarnya juga mendukung hal itu terjadi. Tugas mereka hanyalah menjaga agar rencana itu tidak bocor ke pihak sekolah, agar terjadi unsur kejutan sehingga pihak sekolah tidak mampu mempersiapkan segala halnya untuk mengatasi demo di hari terakhir semester sekolah yang tidak disangka-sangka itu.
…
Minggu terakhir dan hari terakhir masuk untuk semester yang penuh drama ini akhirnya sampai. Pagi menyongsong fajar, para murid sudah memenuhi bagian depan gerbang sekolah dengan massa yang lebih banyak dari demo-demo sebelumnya. Mereka semua yang tadinya membawa kendaraan motor ke sekolah, lalu karena peraturan dilarang parkir di sekolah, merekapun jadi tidak bisa membawa motor lagi. Hari ini mereka memutuskan untuk membawa kendaraan motornya masing-masing lagi untuk memaksa menerobos masuk melewati gerbang sekolah apapun taruhannya. Para satpampun lagi-lagi harus mengamankan gerbang depan sekolah dari para murid yang mencoba memberontak masuk membawa motor mereka melewati gerbang.
Intensitas bunyi suara dari raungan mesin motor para muridpun semakin nyaring saja. Ditambah lagi dengan polusi panas yang terlihat oleh pandangan mata seperti meliuk-liuk di udara bagaikan fatamorgana di padang pasir.