Libur telah tiba. Setelah pembagian rapot di hari Sabtu kemarin, seperti yang April optimiskan, ia mengamankan peringkat satu di kelasnya. Membuat om Jan sebagai lelaki harus terpaksa menepati janjinya pada April, untuk membolehkan jambore sekolah diadakan di luar kota. Para murid yang mendengar keputusan dari pihak sekolah itu merasakan euphoria karena jambore sekolah benar-benar jadi diadakan di luar kota. Ditambah lagi karena sebelumnya mereka juga telah berhasil menjebol gerbang sekolah agar dapat parkir di sekolah di hari terakhir semester tersebut.
April yang sudah memesan tiket dari lusa kemarin sekarang sudah bersiap-siap mengemasi barangnya di kamar, dibantu oleh Ka Juli, karena ia akan pergi dini hari nanti untuk terbang ke Malang berjumpa dengan ibunya. Kemudian Om Jan memasuki kamar April untuk memeriksa kembali persiapan keberangkatan April.
“Gimana? Sudah siap semua. Barang-barang, tiket, semuanya jangan ada yang lupa.”
“Udah Yah tenang aja! Aku udah siapin dan checklist semua gak ada yang terlewat!” jawab Juli.
April menambahkan, “Sudah Om. Siap semua insyaAllah! Makasih ya Kak udah rela-rela puang ke rumah buat bantu April. Meskipun Kak Juli pasti lagi banyak kerjaan atau tugakan di kampus.”
“Buat sepupu Kakak yang manis ini apa sih yang enggak. Masa kamu mau pergi gak pamitan dulu sama Kakakmu ini.”
“Hehe iya Kak.”
Om Jan menyambung, “Oke deh. Kamu istirahat aja dulu Pril masih jam delapan malam. Nanti jam sepuluhan Om bangunin. Kita berangkat sekitar tengah malam ke bandara.”
“Huaahhhhh. Iya Om ngantuk juga nih.”
Om Jan dan Julipun keluar dari kamar April, Aprilpun merebahkan dirinya dan menutup matanya. Ia tertidur pulas dengan cepat karena semenjak dari sore tadi, ia sudah capek mempersiapkan semua barang-barang bawaannya. Terlihat di layar HP April, pesan notifikasi masuk dari Adli.
“Mau berangkat ya malam ini? Hati-hati ya! Semoga selamat sampai tujuan!”
Sayangnya April sudah asyik bermain di dalam dunia mimpinya. Hingga sekitar jam sepuluh malam, April dibangunkan oleh Omnya. Ia dengan sigap berkemas dan mengecek kembali segala keperluannya, April tidak sempat lagi mengecek HPnya. April berpamitan dengan orang-orang rumah, termasuk Kak Juli yang tidak ikut mengantarnya ke bandara karena pagi-paginya sekali Juli harus berangkat lagi ke kampusnya.
“Hati-hati ya! Salam sama mama kamu.” Juli memeluk adik sepupu tercintanya itu.
“Iya Kak Juli. April pergi dulu.” Setelah pelukan yang lumayan lama, April masuk ke mobil putih Om Jan. Mobil itupun berangkat menuju bandara.
Saat perjalanan menuju bandara, April baru sempat mengecek isi HPnya dan membaca notifikasi dari Adli serta membalasnya.
“Baru berangkat nih. Masih di perjalanan menuju bandara.” April menunggu balasan dari Adli. Tetapi tidak kunjung ia dapatkan. Lagi-lagi April tertidur karena mengantuk sembari keningnya di samping kaca mobil yang berembun karena dinginnya angin malam.
Saat sudah sampai di bandara, tercium aroma yang menyengat dari roti dengan mentega yang sepertinya sedang di oven, berasal dari salah satu toko roti di bandara. April yang hanya makan sore hari tadi dan lupa untuk makan lagi sebelum berangkat, memutuskan untuk membeli roti tersebut.
“Om April beli roti dulu ya!”
“Yauda cepat nanti langsung ke dalam ya!” perintah Om Jan yang akan lebih dulu masuk untuk menuju counter check-in, sementara April menyusul.
Suasana bandara pada dini hari diiringi dengan bunyian putaran roda-roda troli maupun koper dari orang-orang yang sibuk berlalu lalang dengan urusannya masing-masing, ditambah lagi suara pesawat yang sedang lepas landas maupun mendarat, membuat April merasakan adanya energi kehidupan tambahan yang masuk ke dirinya. Ia kemudian berjalan menuju toko roti sambil memasangkan headset bluetoothnya di kedua telinganya. Diputarnya lagu-lagu bernuansa chill seperti ‘Leaving on a jet plane’ yang dapat membuatnya tenang sebelum naik pesawat, karena sejujurnya April agak takut terbang menaiki pesawat. Ketika sedang mengantri, April melihat jam tangannya. Masih ada waktu belasan menit lagi sebelum gate pesawat April dibuka. Selesai membeli roti, April langsung bergegas menuju counter check-in menyusul Omnya.
Setelah proses check-in, April menerima boarding passnya. Ia dan Omnya menunggu terlebih dahulu karena sekitar sepuluh menitan lagi gate keberangkatan pesawat April baru akan dibuka. Om Jan yang dari sore belum tertidur, sekarang ia tertidur dengan posisi duduk dan kepalanya setengah tertunduk sangking mengantuknya. Sedangkan April membuka lagi HPnya dan mendapati notifikasi masuk dari Adli.
Adli yang ternyata bergadang telah mengirimkan voice note berisi suara nyanyiannya. April otomatis tersenyum, ia mengencangkan volume dan membenarkan kembali posisi headset ditelinganya yang sebelumnya sudah terpasang. Ditekannya tombol play voice note dari Adli itu.
Seraya mengunyah roti yang tadi ia beli, April mendengarkan suara kalem, tenang dan merdu dari Adli ternyata juga menyanyikan lagu ‘Leaving on a jet plane’ yang sebelumnya sempat April setel diiringi dengan petikan gitarnya. Lagu itu memang sangat cocok jika didengarkan ketika sedang dalam perjalanan, apalagi perjalanan dengan pesawat.
April tidak sadar dirinya tenggelam ke dalam suara merdu dari Adli. Meskipun tidak semerdu suara Aldo, namun ia lebih suka dengan nyanyian Adli. April bahkan merasakan sampai-sampai sepertinya diri Adli sedang berada disampingnya saat itu juga. Kepalanya terangguk-angguk menyesuaikan nada dari lagu itu dan matanya juga tertutup sangking ia menghayatinya. Diulang-ulanginya lagi voice note dari Adli tersebut hingga saat pengumuman untuk gate keberangkatan pesawatnya sudah terbuka, April tidak mendengarkan karena keasyikan.
Beberapa menit berselang, April tersadar dan langsung panik karena gate keberangkatannya sudah terbuka dari setadi. Ia membangunkan Omnya dengan cepat.
“Om! OM! Sudah dibuka gatenya tuh!”
Om Jan mengusap muka menggunakan tangannya dengan sekali usap sambil mengumpulkan kesadarannya terlebih dahulu.
“Yuk!” Merekapun menuju gate keberangkatan pesawat April. Sampai di batas terakhir untuk pengantar penupang pesawat, Aprilpun berpelukan hangat dengan Omnya.
“Banyak-banyak baca doa aja ya di pesawat. Kalau sudah sampai langsung kabarin jangan lupa!” perintah Omnya.
“Iya Om. Nanti April salamin sama Ibu. Yauda Om April masuk ya.” iapun menyalimi Omnya. Mereka berpisah dan saling melambaikan tangan.
Ketika di dalam pesawat, April baru ingat belum membalas pesan voice note dari Adli tadi. Iapun mengetik untuk membalas, “Makasih ya Dli. Suaru lu bagus juga wkwkw ga bohong.” Kemudian April mematikan HPnya itu karena pesawat sudah akan bersiap untuk berangkat. Di malam dini hari yang tenang itu dengan cuaca yang lumayan cerah, Aprilpun terbang menuju Ibunya.
…
Penerbangan April menuju Malang terasa cepat karena ia hanya tertidur saja selama perjalanan. Bunyi pengumuman dari pramugari yang memberitahu pesawat akan mendarat membangunkan April dari tidurnya, pesawatpun mendarat dengan halus. April menginjakan kaki lagi di kota Malang. Ia langsung mengabari Omnya, tidak lupa juga Adli, dan menelpon kakaknya yang sudah menunggunya untuk menjemput.
“Assalamualaikum. Halo mas, April sudah di pintu keluar nih ….”
“Waalaikumsalam. Iya mas lihat April kok.” Halim melambaikan tangannya ke arah April. April melihat Kakaknya. Setelah mendekat April menyaliminya.
“Wah kamu udah tambah tinggi aja sekarang!” Halim menyentuh kepala atas adiknya itu yang pas sekali sejajar di depan kedua matanya.
“Hahaha iya mas. Alhamdulillah. Mas juga kayaknya ada yang berubah.” Dilihatnya oleh April rambut abangnya itu yang sangat gondrong lurus seleher ala-ala vokalis nirvana, berbeda sekali dibanding rambutn abangnya sebelumnya yang masih pendek ketika mereka terakhir kali bertemu.
“Ya namanya juga anak kuliahan gak ada waktu buat nyukur rambut aahahh. Makan dewe, mandi dewe, apa-apa dewe.”