Ada Cerita di Sekolah

Awal Try Surya
Chapter #45

Jurit Malam

Bulan purnama yang berada di atas langit hitam malam semakin terlihat sosoknya, menyinari sunyi dan gelapnya area wisma Asri yang di kelilingi hutan dan jauh dari kebisingan perkotaan. Suara-suara jangkrik dan hewan-hewan malam lainnya mulai terdengar bersahutan, namun tetap tidak menghilangkan suasana kesunyian di malam itu. Murid-murid sudah dipisah berdasarkan kelompoknya masing-masing yang berisi lima orang. Adli, Mali, Alli’, April, dan Indi, mereka semua sayangnya tidak ada yang sekelompok pada jurit malam ini.

Para panitia yang berasal dari MPK dan OSIS periode lama maupun baru, mengarahkan masing-masing kelompok yang dipegangnya untuk menuju salah satu pos jurit malam dari sekian banyak pos. Kelompok Alli’ berjalan menuju area samping kanan wisma Asri, disana terdapat lapangan lainnya selain lapangan utama, yang dikelilingi hutan juga dengan pohon-pohon karet menjulang tinggi. Tidak satupun murid yang berani mencuri pandangan ke arah hutan-hutan itu yang terasa mencekam, seperti ada yang mengintai.

Kelompok Alli’ berhenti persis di tengah lapangan. Panitia yang sudah stand by terlihat menyediakan alat-alat musik berupa gong, gambang, kendang, dan suling. Para murid bingung termasuk Alli’, permainan apakah yang akan dilakukan mereka?

Kemudian, panitia menyuruh pada satu diantara anggota kelompok tersebut untuk tetap berdiri di tengah lapangan, Alli’ menjadi volunteer. Sementara empat lainnya disebar ke empat penjuru lapangan dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Satu pemain berada di arah jam dua belas tepat di depan Alli’, pemain kedua berada di kanan, murid ketiga berada di kiri, dan sisanya di belakang Alli’. Masing-masing memegang empat alat musik tadi.

Salah satu panitia menjelaskan, “Oke jadi peraturannya gini. Pemain yang berada di tengah silahkan tutup mata dengan penutup ini.” Panitia memberikan sehelas kain hitam agak tebal untuk menutup mata Alli’

“Dipakai nih?” tanya Alli’

“Sebentar, gue jelasin dulu. Jadi peserta yang ditengah nanti setelah menutup mata, akan dipandu untuk menuju ke arah sana,”-tunjuk panitia ke tiang gawang-“menggunakan bunyian alat musik yang ke empat temannya yang lain pegang sesuai dengan tempat mereka sekarang masing-masing.”

“Alli’! Lu harus hapalin arah instruksi sesuai alat musiknya ya sebelum mulai. Gong berarti ke depan, gambang berarti ke kanan, kendang berarti ke kiri, dan seruling berarti ke belakang. Oke? Yang lain juga mengertikan?”

Setelah memahami aturan permainan tersebut, merekapun bersiap untuk bermain. Alli’ mulai menutup matanya dengan kain hitam tersebut. Panitia mengaba-abakan untuk memulai permainan, permainanpun dimulai.

Dingginnya tiupan angin malam yang datang sekelibat membuat tubuh Alli’ langsung merinding begitu saja. Ia merasa tidak ada hawa keberadaan dari satupun orang di sekitarnya. Sepasang tangan memegang tubuhnya, “WAHHHHH APA NIII!!!!” Alli’ terkaget.

“Tenang-tenang. Gue puterin yaa pelan-pelan,” ucap salah satu panitia yang kemudian membuat tubuh Alli’ berputar-putar dan mengarah ke arah sembarang. Panitia tersebut melanjutkan, “Oke silahkan diberi arahan dengan alat musik sesuai posisinya masing-masing ya!”

Saat itu arah tiang lapangan berada di belakang Alli’, suara alat musik yang terdengar ditelinganya pertama kali adalah seruling. Ia langsung mengikuti seperti petunjuk di awal tadi dengan berjalan perlahan-lahan ke belakang. Namun jalannya agak sedikit berbelok sehingga tiang gawangpun berpindah posisi berada di belakang kirinya. Bunyi pukulan kendang mengiringi seruling yang dari awal sudah tertiup keras. Alli’ berkata, “UY! Satu-satu dong!” Iapun diam sejenak untuk menambah konsentrasinya memastikan kembali bunyian alat-alat musik apa yang ia dengar, Alli’ berjalan serong ke kiri belakang tepat mengarah ke tiang gawang.

Sangking semangatnya, Alli’pun terjatuh tertanah dengan posisi bokongnya menghantam rumput lapangan terlebih dahulu, “ADUHHH!” Teman-temannya menahan tertawa. Agar tidak kelamaan, Alli’ berinisiatif untuk memutar dirinya ketika masih belum beridiri penuh untuk menghadap langsung ke arah tiang. Sekarang tiang gawang berada di sebelah depan kiri Adli. Temannya langsung sigap mengarahkan Adli untuk berjalan serong kiri ke depan, bunyi suara gong dan gambangpun menggantikan bunyi suara seruling dan kendang sebelumnya.

Alli’ berjalan perlahan tapi pasti, namun ada yang aneh. Ia menghentikan langkahnya. Tiba-tiba saja Alli’ mendengar suara gong dan gambang menjadi semakin nyaring. Bunyi seruling dan kendang yang sebelumnya sudah berhenti sunyi sekarang malah ikut-ikutan mengiri, Alli’ kebingungan bagaimana caranya ia bejalan ke empat arah sekaligus.

Ke empat suara alat musik itu menjadi harmonis seakan-akan sedang menjalani suatu konser pertunjukan. Rasa merinding Alli’ keluar dari tubuhnya setelah mendengar alunan empat alat musik dari teman-temannya itu membentuk suatu melodi yang menakutkan. Ditambah lagi alunin musik tersebut semakin ramai dengan adanya bunyi-bunyian alat musik baru seperti bonang, siter, rebab, kenong yang entah datang dari mana membentuk orkestra gamelan jawa.

“Astagfirullahaladzim… Astagfirullahaladzim… Astagfirullahaladzim….” Alli’ spontan membaca istigfar dengan tubuhnya benar-benar diam membeku ketakutan. Ia ingin sekali melepas tutup matanya tetapi seperti ada sesuatu yang menahan kehendaknya itu. Jikalau ia melepas tutup matanya itu, permainanpun akan diberhentikan pula, Alli’ juga tidak ingin mengecewakan teman-temannya. Kemudian terdengar bisikan suara misterius, tidak tahu apakah itu dari keempat temannya yang lain atau dari panitia, “Maju sedikit lagi, di depan udah tiang gawang.”

Sekarang pikiran Alli’ hanya memerintahkannya untuk lari sekencang mungkin, Alli’pun lari dengan kencang ke depan. “TANGGGG!!!” Bunyi nyaring dari jidad Alli’ setelah menabrak tiang gawang, tubuhnya langsung terkupur di tanah. Teman-temannya yang lain serta panitia saling berpandang-pandangan melotot yang sepertinya sebentar lagi mereka akan tertawa terbahak-bahak bersamaan.

Dari sisi lain gedung wisma asri, terlihat Mali sedang mencari-cari sesuatu ditemani dengan Dion, teman sebangku Indi sebelum April. Mereka berdua kebetulan satu kelompok dengan Doel dan dua murid perempuan yang lainnya.

Di pos permainan jurit malam ini, Mali dan kelompoknya diperintahkan untuk mencari benda yang tersembunyi di dalam kebun berukuran sedang, tepat di belakang wisma tersebut sesuai petunjuk dari kertas yang sudah diberikan pada awal permainan. Kelompok mereka sepakat untuk berpencar menjadi dua regu, Mali bersama Dion, sementara Doel bersama dua murid perempuan lainnya, karena mereka hanya diberi waktu 10 menit untuk menemukan lima benda yang tersembunyi di kebun itu.

Lihat selengkapnya