Ada Cerita di Sekolah

Awal Try Surya
Chapter #46

Hari Kedua Jambore

00:00 lewat satu detik. Hari kemarin sudah berganti menjadi esok. Panitia masih meneruskan permainan jurit malam di masing-masing posnya, termasuk pos Adli dan April ini. Di pos rumah hantu, tinggal tersisa empat orang murid, diantaranya adalah Adli dan April. Sedetik yang lalu pula, mereka berdua mendengar suara jeritan lumayan keras dari murid perempuan lainnya. Adli yang terfokus pada diri April yang sebelumnya berwajah kosong hampa, sekarang mereka berdua langsung berlari menuju teriakan tersebut.

Sesampainya di sumber suara, sudah terdapat murid laki-laki lainnya dengan murid perempuan yang tadi terdengar suaranya.

“Kenapa lu Fatma?” tanya murid laki-laki itu.

“Duh kaget gue! Masa tadi pas gue ngambil tiket keluar ini, gak nyangka ternyata setannya orang beneran. Untung aja gue gak jantungan atau pingsan. Setannya langsung lari ke arah pintu depan!” jawab Fatma.

“Ohhh lu udah dapat? Gue juga nih. Yauda yuk langsung ke pintu keluarnya aja!” ajak murid laki-laki itu. Mereka berdua sudah mendapatkan tiket keluar yang tersembunyi di masing-masing ‘hantu’, sebagai syarat untuk keluar dari rumah hantu ini.

“Kalian belum dapat?” tanya Fatma lagi ke Adli dan April.

“Hehehe iya nih daritadi ngecekin hantu-hantu yang ada, udah pada gaada semua lagi tiket keluarnya,” jelas Adli.

“Coba deh ke dekat pintu masuk tadi. Disitu pas kita semua pada masuk, gaada yang ngecek kuntilanak di belakang pintu, karena ketutupan gitu dan lumayan serem juga sih kuntilanaknya… Jadi anak-anak pada ga ngeh dan langsung pada masuk ke area dalam aja,” saran Fatma.

“Oiya inget kok gue!” jawab April.

“Yauda kita duluan ya!” Fatma dan murid laki-laki satunya itupun pergi ke pintu keluar karena sudah mendapati tiketnya masing-masing, hanya tinggal Adli dan April.

“Okee thank you ya!” kata Adli yang langsung juga menuntun tangan April untuk pergi ke area yang dimaksud. April merasa canggung setelah Adli menggenggam erat tangannya itu.

“Ayuk cepetan deh. BTW lu gak kenapa-napakan?” tanya Adli.

“Ohhh tadi ya?”-April menunjukan tiket keluar yang barusan ia dapatkan tadi saat sebelum mendengar teriakan dari Fatma-“gue tadi lagi fokus banget nyari tuh tiket, ini sebenarnya gue udah dapat tiket keluar.”

“Ohhh hahahaha gue kirain lu kesambet! Kenapa gak bilang lu udah dapet, kan bisa ngikut sama mereka tadi?”

“Gakpapa, gue pengen nemenin lu juga aja, kasian tinggal sendirian nanti anak orang kenapa-napa lagi.”

“Hahaha makasih lhooo.” Tangan dingin Adli masih menggandeng tangan April yang sedikit lebih mungil dari tangannya. Sehingga tangan April yang terasa hangat itu juga benar-benar klop dan pas ketika menyatupadu digenggaman Adli.

Adli melanjutkan, “Tapi kok lu gak ada takut-takutnya sama sekali? Gak kaya waktu kita nonton film horor di bioskop?”

April menjawab, “Kalau nonton sama real life begini beda lagi. Kalau nonton memang setannya terasa asli-asli karena makeupnya bagus dan harus dinikmatin, jadinya takut deh. Tapi kalau rumah hantu-rumah hantuan begini sih setannya gaada yang sere…” Mereka sudah berada tepat di depan ‘hantu’ kuntilanak. April tidak jadi melanjutkan perkataannya setelah melihat ‘hantu’ kuntilanak itu. Sementara Adli yang tadinya sedang mendengarkan dan melihat ke arah April, sekarang ia mengalihkan pandangannya juga ke arah ‘hantu’ kuntilanak tersebut.

Sosok figura perempuan dengan wajah yang tertutupi rambut panjang hitam yang terjuntai sampai ke tanah itu terlihat janggal. Sepertinya ketika memasuki gedung kosong ini, warna jubah kuntilanak itu adalah putih. Mengapa tiba-tiba menjadi berwarna merah terang? Adli dan April saling bertatap-tatapan dan langsung saling mengerti nuansa keanehan yang mereka sama-sama rasakan tersebut.

“Lu nyadar juga?” tanya Adli.

“I-iyaaa …,” jawab April sambil mengusapi belakang lehernya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya semakin menggengam kuat-kuat tangan Adli yang sedari tadi masih ia pegang.

Adli mempercepat mencari tiket keluar di sekitaran ‘hantu’ tersebut karena suasana yang terasa semakin tidak enak juga. Untungnya dengan cepat tiket itu ditemukannya. Mereka berlari kencang secepat kilat. Akhirnya, permainan di pos rumah hantu itupun selesai setelah Adli dan April keluar sebagai peserta terakhir.

“Masih merinding?” tanya Adli pada April. Tangan mereka berdua masih lengket satu sama lain, namun tiba-tiba langsung April lepaskan dengan cepat setelah ia menyadarinya.

Lihat selengkapnya