Acara outbond jambore sekolah akhirnya dimulai juga. Setelah murid-murid dibariskan di lapangan, merekapun dengan kelompoknya masing-masing segera disebar ke berbagai pos outbond di sekitaran area wisma asri yang akan mereka mainkan bergantian. Kelompok Adli pergi menuju pos outbond pertama mereka.
Setelah berjalan kurang lebih lima menit dari bangunan utama wisma asri, akhirnya Adli dan kawan-kawan sampai di pos outbond pertama mereka. Terdapat sebidang tanah luas yang agak sedikit miring dengan rerumputan pendek nan hijau. Tidak jauh dari situ juga terdengar suara percikan air sungai yang tergesek dengan batu-batu sungai, suara deras aliran air sungai lainnyapun ikut menenteramkan suasana di siang hari yang terik tetapi tetap sejuk itu.
Seperti biasa, terdapat dua kelompok yang ditandingkan untuk memainkan game. Terlihat dua buah pipa paralon dengan diameter sedang yang panjang berukuran kurang lebih satu setengah meter, dimana salah satu ujung lubangnya ditutup, sementara ujung lubang lainnya terbuka. Namun pipa tersebut dilubangi kecil-kecil juga di sepanjang bagian badannya.
“Kayaknya gue tahu permainan ini,” ucap Mali dengan percaya diri.
“Emangnya permainan apa?” tanya Indi.
Mali menjelaskan dengan berbisik pada teman satu kelompoknya, “Jadi nanti pipa itu kita berdiriin tegak. Terus abis itu, kita isi air sampai penuh deh, sambil kita harus nutup-nutupin lubang-lubang kecil yang bolong pakai jari kita supaya air gak bocor keluar. Ngerti ga?”
“Enggak …,” jawab Alli’
“”Yeee dodol! Udah dengerin panitia dulu aja deh,” respon Mali. Lalu panitia kembali meminta perhatian kedua kelompok tersebut karena akan dijelaskan peraturan permainannya. Betul saja, permainan yang akan mereka lakukan sama persis seperti penjelasan Mali tadi. Pipa paralonpun didirikan dengan ujung yang tertutup dibagian bawahnya sedangkan ujung terbuka dibagian atasnya, juga terdapat bola yang berada di dalam paralon tersebut.
Masing-masing kelompok diharuskan untuk mengisi bagian dalam paralon itu dengan air sehingga bola lama-lama dapat naik, tetapi mereka harus menutupi lubang di sepanjang tubuh paralon dengan jari-jari mereka agar air tidak bocor mengalir. Kebetulan kebanyakan lubang-lubang kecilnya tersebar di setengah badan pipa bagian bawah.
“Bener juga lu Mal! Yauda yuk siap-siap susun strategi,” sahut Alli’.
“Laki-laki di bagian bawah aja, yang cewek nutupin lubang dibagian atas. Terus satu orang ada yang lari bolak balik ngambil air di sungai buat ngisi paralon ini!” jelas Adli dengan menggebu-gebu tidak sabar ingin memulai permainan.
“Okeee siap kayaknya seperti itu aja!” jawab Indi.
April menyambung, “Yang larinya cepet siapa?”
“Gue aja deh yang ngambil air bolak-balik,” respon Alli’. Alli’ siap-siap berlari menuju sungai kecil dan dangkal yang berada dekat jaraknya kurang lebih sepuluh meter dari area pos outbond game pipa bocor itu.
Panitiapun mengaba-abakan agar peserta siap-siap untuk memulai permainan. “PRIIIIITTTTT!!!” bunyi suara peluit menandakan permainanpun dimulai.
Alli’ segera melepas sandalnya dan mengibrit kencang untuk mengambil air dengan wadah yang sedang ditentengnya. Saat air pertama dituangkan, Mali yang berada di posisi terbawah mengatur posisi-posisi jarinya untuk menutup berbagai posisi lubang di tubuh paralon. Dengan gaya merangkak juga menungging yang terlihat cukup ribet, Mali menguatkan cengkaraman jari-jarinya itu sekeras dan serapat mungkin agar tidak ada air yang bocor setetespun.
Ketika sudah sampai setengah terisi, Adli ikut menyumbangkan jari-jarinya untuk menutup bagian lubang paralon di bagian tengah. Hanya satu tangan Adli yang terpakai. Sementara kelompok pesaing mereka, baru sampai terisi seperempatnya saja, kalah cepat dengan kelompok Adli. Wajar saja, kecepatan lari Alli’ tidak dapat diragukan lagi.
Tidak terasa air sudah sampai di bagian atas paralon, bola kecil yang mengambang di dalamnya sudah mulai terilihat. April dan Indi mulai membantu menutupi lubang-lubang yang berada di bagian atas juga.
Sedangkan di bagian bawah, tangan Mali sudah mulai keram, “Aduuuuuhhh cepetan dong tangan gue udah tremor nih! Punggung gue udah encok kayaknya!”
“Sabar dikit lagi nih udah mau penuh!” jawab Adli.
Sayangnya, cengkaraman tangan April juga agak kurang kuat sehingga ada air yang sedikit-sedikit mengalir keluar. Adli yang dekat dengan posisi April langsung sigap membantu April menguatkan jari-jarinya itu. Jejari dan tangan Adli diatas jejari dan tangan April, bertindihan satu sama lain.
Lagi dan lagi, April yang memang kaget atau entah ingin menjauh dari Adli, melepas tangannya dari lubang tersebut membuat airpun bocor.
“Ehhh ngapain dilepas itu!” ujar Mali yang melihat dari arah bawah. Disaat yang bersamaan, jejari Mali yang sudah lumayan keram ikutan terlepas pula. Bola di dalam paralon turun begitu saja karena air yang mengalir deras keluar nihil tak tersisa.
“AAAA kok malah pada dilepas sih!” panik Indi.
Alli’ yang baru kembali dari mengambil air mengomel begitu saja, “Duhhh capek-capek gue lari kok ngulang lagi dari awal kita ini?!”
“Sorry-sorry gak fokus kita nih, yauda isi lagi Li’! Kelompok sebelah juga baru setengah kok dan bocor-bocor juga. YUK BISA YUK!” ucap Adli mencoba menenangkan suasana sekaligus tetap berpikir optimis serta positif pada kelompoknya itu meskipun hatinya dinaungi energi negatif karena sedang bertanya-tanya mengapa April selalu menghindar dari dirinya.
Tidak ingin membuang-buang waktu, Alli’pun berlari lebih kencang dari sebelumnya. Nasi sudah menjadi bubur, air dalam paralon yang tadinya sudah hampir penuh sekarang kosong.
Adli melihat Mali yang sudah memasang muka kecut karena capek menutupi terlalu banyak lubang di bagian bawah menggunakan kesepuluh jarinya. Dalam waktu yang singkat itu selagi menunggu Alli’ kembali membawa air, Adli memikirkan sesuatu.