Di penghujung malam, hari kedua jambore sekolah. Para murid dihimbau untuk kembali ke kamar mereka masing-masing setelah acara malam api unggunpun selesai. Adli dan April yang sedang berada dalam posisi mesra mereka tidak bergerak seincipun dengan kepala April yang bersandar nyaman di bahu Adli.
Hingga tiba seorang Alli’ yang membuyarkan momen dua anak remaja sekolahan yang lagi kasmaran itu.
“Wey! Malah berduaan di sini. Noh anak-anak udah pada masuk ke kamar masing-masing. Acara api unggunnya udah selesai!”
Adli tersontak, begitu juga April yang terbangun dari tidur ayamnya.
“Bikin kaget aja lu malam-malam.”
“Oh udah selesai ya? Sorry gue ketiduran.”
Adli bertanya pada Alli’ yang dari setadi ia cari-cari, “Kemana aja lu, baru kelihatan.”
Adli dan Aprilpun bangun berdiri dari duduk mereka. Alli’ merespon pertanyaan Adli itu sembari berjalan menuju pinggir lapangan dengan gelagat sepertinya ia tidak ingin perkataan yang akan dikeluarkannya itu terdengar oleh sisa-sisa murid lainnya yang masih berada di lapangan.
“SSSTTT! Jangan berisik. Tadi tuh gue abis dari tanah lapang dekat hutan sebelah sana,” tunjuk Alli’ ke arah utara dari posisinya sekarang.
“Terus ngapain lu kesana?” tanya Adli penasaran.
“Yeee sabar belum juga gue selesai ceritanya.”
Alli’ hendak melanjutkan. Sementara mimik April yang juga serius ingin segera tahu perkataan apa yang ingin disampaikan Alli’ selanjutnya, membuat Alli’ menjadi ragu ingin memberi tahu karena terdapat April disitu.
“Eh duh gimana ya ngejelasinnya.” Alli’ tahu jika April mendengar hal itu, pastinya April akan mencoba menghentikan suatu kegiatan yang akan Alli’ beri tahu tersebut.
“Kenapa? Kok ngeliatan guenya begitu?” tukas April.
“MMM ehehe jadi sebenarnya,”-Alli’ menggaruk-garuk rambut di kepala bagian belakangnya-“duh ikut aja deh yuk, tapi diam-diam aja ya!”
“Hah kenapa sih?” tanya Adli semakin kepo dengan tindak tanduk Alli’ yang semakin salah tingkah itu.
“Yauda ayuk ikutin gue!” ajak Alli’. Adli dan Aprilpun mengikutinya.
Saat berjalan, sepertinya Adli sudah tahu kemana arah temannya itu akan membawanya.
“Ohhh gue tahu. Kegiatan itu Li’ yang lu maksud?” tanya lagi Adli pada temannya itu. Adli dan Alli’pun bertelepati satu sama lain karena mereka sudah menjadi teman dekat.
“Iyaaa bener,” jawab Alli’ tanpa harus mengucapkan kegiatan tersebut secara langsung.
“Lu berdua pada ngomongin apaan sih?” tanya April semakin penasaran.
“Nanti liat aja,” jawab Adli.
Sesampainya di lokasi, di tanah lapang pinggir hutan yang ditanami pohon-pohon karet tinggi. Di situ juga terlihat belasan murid berdiri tegak dengan kedua mata mereka tertutupi diikat dengan sehelai kain kecil yang tebal dan berwarna hitam. Keadaan mereka sudah sangat lesuh dan capek ditambah keringat yang mengucur di jidad padahal malam itu sangat dingin.
Adli, Alli’, dan April mengendap-endap di balik semak-semak, hanya memantau situasi di depan mereka tersebut dari kejauhan. Persembunyian mereka sama sekali tidak terlihat di tengah gelapnya malam. April heran kegiatan apa yang sedang dilakukan disana.
“Ini lagi pada ngapain?”
Adli dan Alli’ bertatap-tatapan sejenak.
“Gue aja yang ngasih tau?” tanya Alli’ pada Adli.
Adli menimpali, “Yauda lu aja deh kasih tau.”
“Oke deh. Jadi yang lu lihat di depan itu, yang biasa disebut ‘perpeloncoan’,” jelas Alli’ dengan nada yang sedikit takut pada April.
“PERPELONCOAN? Masih ada zaman sekarang PERPELONCOAAANNN???” kesal April. Adli dan Alli’ menundukan sedikit kepalanya sambil masih sesekali bertatap-tatapan waswas satu sama lain.
April lanjut mengamati keadaan yang sedang terjadi di depannya. Sesekali terdengar suara panitia mengeluarkan kata-kata kasar tepat di depan muka murid yang sedang berdiri kaku seperti sedang disetrap di depan kelas. Lalu tak lama kemudian, salah satu panitia perempuan dari kelas dua belas melepas penutup mata dari salah satu murid perempuan juga dari kelas sepuluh.
Panitia tersebut berkata dengan nada mengancam, “Jadiii …, masih mau tidur dan gak ngehargain orang lagi ngomong di depan?”
Jawab murid tersebut dengan suara lirih, “Eng, enggak Kak ….”
“Apa lu bilang? Kecil banget suara lu? Gue gak denger!”
Murid itu mengencangkan sedikit suaranya, “Enggak Kak.”
“MANA SUARA LU GUE GAK DENGEEERRR!”
Dengan tubuh terguncang kaget murid perempuan kelas sepuluh tersebut menjawab seketika, “ENGGAK KAK!”