Ada Cerita di Sekolah

Awal Try Surya
Chapter #50

Prolog dari Sebuah Epilog

Setelah hari-hari kemarin para murid bersenang-senang dengan segala acara jambore sekolah, hari terakhir jamborepun ditutup dengan acara penutupan kepramukaan. Murid-murid dibariskan di lapangan kembali sebelum mereka pulang ke Jakarta untuk mengikuti kegiatan kepramukaan yang diisi oleh ragam pengetahuan pramuka. Seperti penjelasan sandi-sandi pramuka yang berupa kode morse, semaphore, maupun sandi-sandi lainnya, dan juga cara membaca arah mata angin baik dengan kompas maupun tanpa kompas, yakni dengan arah jam, jarum magnet, tumbuhan, serta rasi bintang. Selain itu diisi pula dengan skill-skill pramuka misalnya membuat simpul tali-temali dengan ikatan yang benar, membangun tenda, ataupun pertolongan pertama.

Dari pagi hingga pukul sebelas siang hanya sedikit murid yang merasa antusias dengan kegiatan tersebut yang menambah pengetahuan softskill mereka, sebagian besarnya hanya menganggap tidak begitu penting. Mentari mulai bergerak perlahan dari tempat terbitnya ke atas kepala para muid dengan sinarnya juga yang sudah menyengat ke dalam kulit.

Tepat pukul sebelas siang, kegiatan pramukapun disudahi. Para murid kembali ke kamarnya masing-masing untuk beberes, kecuali untuk murid-murid panitia kelas dua belas yang akan disetrap karena terlibat kegiatan perpeloncoan malam tadi. Mereka di tahan di tengah lapangan untuk terlebih dahulu menjalani hukuman sesuai janji kepala sekolah yang sebenarnya hukuman tersebut adalah ide dari Adli.

“YAK! Silahkan murid-murid panitia kelas dua belas yang semalam saya hitung dan ingat namanya karena melakukan bullying tadi malam, tetap dilapangan ya!” perintah Pak Jan dengan pengeras suara.

Para murid kelas dua belas tersebutpun pasrah dan hanya bisa anggut-anggut saja mengikuti perintah dari Pak Jan. Mereka sudah mempersiapkan sunblocknya msing-masing. Khususnya untuk murid perempuan karena tidak ingin kulit mereka menjadi hitam akibat tersengat sinar matahari terlalu lama, meskipun suhu di puncak saat itu masih lumayan sejuk dan agak dingin.

Murid laki-lakinya hanya mengekor saja meminta diberi juga olesan lotion sunblock walaupun sedikit saja agar mereka juga bisa tahan panas.

“Eh bagi dong sunblocknya!”

Terpaksa salah satu murid perempuan memberikan sunblocknya.

“Yauda nih. Jangan dihabisin tapi!”

Para murid laki-laki tidak menghiraukan, mereka langsung memakai lotion sunblock tersebut secara bergantian hingga ke murid laki-laki paling terakhir, sehingga sunblock itu yang botolnya memang hanya berukuran kecil langsung habis.

“HADUH malah dihabisin!” keluh murid perempuan tersebut yang menyesal membagikan sunblocknya yang mahal itu.

Mereka semuapun disetrap tepat di tengah-tengah lapangan, di bawah teriknya sinar mentari siang bolong. Berangsur-angsur matahari bergeser ke atas kepala mereka, lotion sunblock yang dari setadi sudah mereka oleskanpun terlihat sudah menipis di atas permukaan kulit. Para guru dan murid melihat dari arah gedung utama wisma maupun dari gedung kamar mereka. Barisan murid kelas dua belas yang dihukum benar-benar terpampang jelas dari kejauhan menjadi tontonan seantero murid dan guru-guru lainnya.

Pak Jan yang memantau sejak awal dari gedung utama wisma juga sambil menyeruput secangkir kopi hitamnya sedikit demi sedikit, yang sekarang sudah habis diminumnya. Iapun berdiri, hendak jalan menuju barisan murid kelas dua belas yang malang itu untuk membubarkan barisan. Pak Jan sudah mulai merasa iba dengan para murid tersebut yang memasang muka lelah dan memelas.

“Oke anak-anak. Karena sudah jam dua belas tengah hari bolong, sudah gakuat ya kalian?”

Sontak murid-murid yang dihukum itu menjawab, “IYA PAK!”

“Yasuda-yasuda. Tidak perlu berlama-lama lagi. Intinya, kegiatan bullying itu tidak baik untuk diri kalian sendiri maupun orang lain. Memang sih saya mengerti, kalian ingin menanamkan kedisiplinan untuk adik-adik kelas kalian, cuma caranya yang salah!”-Pak Jan malah keasikan menceramahi lagi murid-muridnya itu-“pokoknya jangan ada dari kalian yang berpikir tentang ke-se-ni-o-ri-ta-san! Walau kalian kakak kelas, bukan berarti adik kelas harus seratus persen tunduk sama kalian …,” Pak Jan terus melanjutkan ceramahnya

Salah satu murid berbisik pada temannya, “HADEH katanya tanpa berlama-lama lagi kok malah pidato lagi doi!”

“Udah lah sabar aja Bre!”

Setelah beberapa menit pidato pendek dari Pak Jan yang terasa amat lama bagi para murid-murid yang sudah tidak tahan dengan panasnya matahari di siang bolong ini, Pak Janpun menyudahinya, “Kalau begitu barisan saya bubarkan. Bubar jalan!”

Para muridpun menghela napasnya dan berlari menuju bayangan terdekat. Begitu juga Pak Jan yang kembali ke bangunan utama wisma. Acara jambore sekolah sudah mendekati akhirnya. Setelah ishoma, semua murid dibariskan kembali di lapangan sambil menunggu bis yang mengantar mereka balik ke Jakarta. Acara penutupan jambore sekolah dipimpin kembali oleh Pak Jan yang lagi-lagi berpidato lumayan panjang, sampai-sampai supir bispun mencuri waktu sebentar untuk tidur sekejap.

Setelah acara jambore ditutup, murid-murid naik ke dalam bisnya masing-masing. Bispun berangkat kembali menuju Jakarta. Jambore sekolah tahun ini lumayan berkesan bagi murid-murid, terlebih lagi April dan Alli’ sebagai murid baru yang baru mengikuti jambore tersebut.

Hari berganti menjadi minggu. Setelah acara jambore sekolah di akhir Januari kemarin, kegiatan sekolah berjalan seperti biasanya. Hari demi hari pula, semakin dekat juga hubungan yang terjalin antara Adli dan April meskipun mereka belum memiliki status sebagai pacar.

Setiap bel masuk, istirahat sekolah, maupun bel pulang sekolah, Adli selalu menyempatkan dirinya untuk mencuri-curi waktu bertemu April. Sekedar untuk mengobrol hal random ataupun mencurahkan kedua isi hati mereka, meskipun ia harus mengorbankan waktunya dengan teman-temannya, terlebih lagi Mali dan Alli’.

Setelah pulang sekolah, biasanya jika ada PR, Mali mengajak Adli bermain game di rumahnya sambil mengerjakan PR tersebut. Jika tidak ada PR, biasanya Alli’ yang mengajak mereka untuk berolahraga. Entah itu bermain badminton, maupun futsal bersama teman-teman lainnya. Namun, belakangan ini Adli menolak mentah-mentah semua ajakan Mali dan Alli’ tersebut karena April semata.

Dalam minggu-minggu terakhir di bulan Februari ini, mereka sangat intens menghabiskan waktu berdua setelah pulang sekolah. Entah itu ke taman kota, jalan ke mall, maupun ke tempat wisata terdekat. Sehingga sempat Adli dipanggil dengan sebutan bucin ‘budak cinta’ karena selalu menghabiskan waktu dengan April padahal mereka belum pacaran. Teman-temannyapun heran dengan hubungan mereka itu.

Adl menghiraukan gosip-gosip dari luar dan menutup telinganya saja. Hingga berjalannya waktu di pergantian bulan februari ke maret, Adlipun mencari-cari momen yang tepat lagi untuk dapat menembak April. Ia tahu memang cukup berat untuk bisa mendapatkan keponakan kepala sekolah tetapi ia percaya diri saja.

Lihat selengkapnya