Ada Cerita di Sekolah

Awal Try Surya
Chapter #52

Tiga Sekawan

Masih di Bulan April, tepatnya di pertengahannya. Ketika bulan di malam hari sudah mencapai bentuk sempurnanya. Biasanya di film-film, muncullah manusia serigala yang siap menerkam para penduduk desa. Kegelapan bercampur ketakutan yang menjelma pada sosok jadi-jadian itu.

Namun, itu hanyalah dongeng belaka. Tidak ada dalam kehidupan nyata. Paling-paling permainannya saja yang terkenal dengan sebutan game werewolf, sering dimainkan oleh murid-murid SMA di jam kosong kelas ketika tidak ada guru. Kali ini sangking pusingnya belajar, sebagian murid kelas 12-A-1 sepakat untuk mengisi waktu jam kosong mereka dengan bermain werewolf.

Permainan werewolf mereka itu sekarang sedang panas-panasnya karena penduduk desa saling tuduh-menuduh untuk memvoting di siang hari siapakah werewolf yang telah menerkam penduduk-penduduk desa pada malam hari.

“Yauda pokoknya kita harus sepakat voting Alli’, pagi ini dia harus digantung! Lihat aja tuh mukanya ketahuan banget! Pengen nerkam gue tadi malem,” tuduh Badri yang berperan sebagai kepala desa karena di kehidupan nyata memang dirinya adalah ketua kelas 12-A-1.

Belakangan ini Alli’ terlihat murung entah kenapa. Apakah karena pusing belajar atau hal yang lainnya. Untungnya dengan permainan werewolf ini, dapat menghibur dirinya maupun murid yang lain untuk refreshing sejenak dari penatnya kegiatan belajar mereka.

Para penduduk desapun bermusyawarah memilih satu pemain dengan voting terbanyak untuk digantung. Siapa tahu pemain tersebut memang benar ialah werewolfnya dan para penduduk desapun memenangkan game tersebut.

“Untungnya guardian ngelindungin lu. Pinter nih guardiannya!” ucap Mali sebagai seer yang dapat menerawang peran peserta lainnya. Ia sudah mengetahui bahwa Adlilah guardiannya.

Adli berperan sebagai guardian, yakni dapat memilih orang agar saat werewolf menerkam orang tersebut di malam hari, orang tersebut tidak jadi meninggal. Iapun sedikit bangga mengikuti instingnya untuk memilih orang yang tepat, yakni si Badri kepala desa untuk ia lindungi.

“Ya betul tadi malam werewolfnya lagi-lagi mencoba menerkam kepala desa karena memang worth it sih buat di terkam, wong kepala desa walau satu kepala tapi votingnya dihitung tiga!” ujar Salsa sebagai moderator permainan werewolf sesi kali itu.

Hanya tersisa delapan pemain saja dari dua puluh murid kelas 12-A-1 yang ikut bermain. Setengah lebih dari murid kelas ikut bermain sementara sisanya masih konsisten untuk tetap belajar.

“Tapikan kepala desa juga bisa jadi werewolfkan? Siapa tau Badri akting aja tuh!” ancam balik Carla pada Badri.

“Bisa jadi sih. Tapi tunggu-tunggu, perannya tinggal apa aja dari kita berdelapan ini?” tanya lagi Adli pada Salsa.

“Oke gue bocorin dikit ya. Werewolfnya itu dua, satu guardian, satu seer, sisanya villager,”-Salsa mengecek kembali hitungannya dengan menurunkan jari tangannya yang awalnya berdiri menjadi tertidur satu persatu. Tersisa jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingkingnya saja yang berdiri-“iyap villagernya sisa empat!”

“Yauda betul kata Carla, si Badri yang werewolf!” tunjuk juga Alli’ memilih Badri untuk digantung tanpa dasar alasan yang jelas.

“Ahahahah gak jelas nih bocah. Kalau gue werewolf, ngapain gue nerkam diri gue sendiri tadi malam hayo?” Argumen dari Badri membuat panik sang werewolf asli.

Due werewolf yakni Carla dan Alli’ melakukan blunder fatal. Kedok merekapun langsung ketahuan dan di hari itu juga Alli’ digantung, hari selanjutnya barulah Carla.

“Haduh gimana sih Lu Carla. Padahal dikit lagi mau menang tuh kita,” keluh Alli’

“Hehehe maaf salah manuver gue,” jawab Carla.

Sesi permainan itupun jadi sesi terakhir yang dimainkan oleh murid kelas 12-A-1, setelahnya mereka kembali sibuk belajar lagi.

Kebetulan Alli’ baru sekali mendapatkan peran menjadi werewolf. Iapun merasakan bagaimana menjadi perwujudan dari mimpi buruk dan ketakutan dari segala makhluk hidup, yakni kematian itu sendiri.

Pada jam istirahat seperti biasa, tiga sekawan dari kelas 12-A-1 makan bersama di kantin. Para murid lainnya sedang ramai-ramainya mengantri pesanan. Adli, Mali, dan Alli’ memilih untuk duduk dahulu mencari tempat, saat nanti sudah mereda barulah mereka memesan makanan.

Mali langsung mengeluarkan uneg-unegnya pada kedua temannya itu, “Duh gila puyeng banget gue belajar mulu.”

“Emang lu doang? Semua murid juga pusing kali!” balas Adli.

“Yaiya bener sih. Bahkan ada yang pusing juga tuh gara-gara digantungin sampe selesai ujian kelulusan ahahahha,” sarkas Mali pada Adli karena sebelumnya Adlipun sudah cerita kepada mereka mengenai status kejelasan hubungannya dengan April.

Adli menjawab, “Ye dodol!”

Mali bertanya juga, “Tapi gimana jadinya? Kayaknya lu beneran akhir-akhir ini gak ada interaksi lagi sama April?”

Adli yang sebenarnya merasa kesepian juga, ia merespon dengan pasrah, “Hufttt iya begitu. Coba aja gue bisa berhentiin waktu, gue milih berhentiin waktu di momen-momen dimana gue sama dia lagi deket-deketnya, serasa dunia milik berdua aja. Tapi gapapa deh, biar sama-sama fokus belajar dulu supaya dapet nilai yang bagus dan masuk PTN impian

“Terus juga, sebenernya jarak itu perlu dari suatu hubungan. Supaya kita tahu seberapa besar sih rindu kita kalau gak ada dia. Kan rindu itu berbanding lurus dengan rasa cinta dan sayang. Semakin lu cinta dan sayang, pastinya semakin besar rindu itu,” jelas Adli panjang lebar.

Adli terus melanjutkan, “Toh juga kalo deket-deket mulu itu gak baik. Kalau dalam prinsip fisika, dua objek yang berdeketan kemungkinan bertumbukan nanti malah bakal meledak. Tetapi kalau jauh mulu juga ga baik sih, nanti gaya tarik-menarik antar keduanya malah menghilang dan lama-lama lepas. Nah itu sih yang gue takutin kalau kelamaan gak interaksi sama April.”

“Jadi lu merasa kesepian juga nih? Pantes dari kemarin keliatan gak semangat dan masang muka mesem mulu. Intinya sabar dulu aja deh lu digantungin begini ahahaha,” tawa lagi Mali meledek Adli.

Lihat selengkapnya