Hari pertama ujian kelulusanpun akhirnya tiba. Adli yang hampir telat sebelumnya dari rumahnya, tiba juga di sekolah. Lalu diadakan apel pembuka terlebih dahulu. Para murid kelas dua belas sepertinya hadir semua, tidak ada yang telat satupun. Setelahnya, merekapun pergi ke kelas ujian masing-masing yang lebih dahulu telah dipetakan.
Adli dan Mali berada di kelas yang sama. Sedangkan Alli’ terpisah dengan mereka berdua karena satu kelas ujian hanya menampung belasan murid saja. Masing-masing murid duduk sendiri agar mereka mengerjakan ujian tersebut dengan usaha sendiri dan meminimalisir kegiatan contek-menyontek, meskipun masing-masing kelas sudah diberi pengawas ujian.
Muka tegang nan gelisah terlihat dari para murid yang tidak belajar secara maksimal untuk ujian itu, sedangkan murid yang sudah menyiapkan hingga mati-matian belajar seperti April atau Adli dan kawan-kawannya terlihat tenang dan percaya diri. Hari pertama ujianpun dimulai.
“Tuk Tuk Tuk!” Bunyi ujung belakang pensil April yang beradu dengan meja kayu sebagai pengiring irama bagi otaknya yang sedang berpikir untuk menjawab soal-soal ujian. April mengerjakan soal-soal tersebut dengan lumayan mudah.
Dalam hati April bergumam, “Alhamdulillah soal-soal yang dipelajarin keluar semua. YEAYYY!!!”
Jam dinding berputar cepat, tahu-tahu ujian hari pertama sudah selesai. Di pelajaran terakhir ujian hari pertama itu, sebagian murid lebih dahulu telah selesai menjawab soal ujian walaupun masih ada waktu yang tersisa sekitaran dua puluh menit sebelum waktu ujian selesai, termasuk April juga. April dan sebagian murid-murid itu merasa puas dengan ujian hari pertama ini.
Ujian berlanjut di hari kedua. Lagi-lagi soal-soal ujian yang keluar mujurnya adalah soal-soal yang April sudah pelajari dan ia latih berkali-kali. Bahkan dengan sekali lihatpun tanpa membaca perlahan ketika ujian pelajaran matematika, April sudah mengetahui mana jawaban dari soal tersebut.
Sangking hapalnya April dengan bentuk soal itu, ia sama sekali tidak menghitungnya terlebih dahulu apalagi sekedar mengeceknya. Dengan kecepatan tangan April membulatkan lembar jawaban, membuat dirinya telah selesai mengerjakan ujian dengan waktu ujian masih tersisa satu jam kurang. April hendak maju mengumpulkan lembar jawabannya.
Tetapi hati kecilnya berkata, “Eh jangan maju dulu deh. Nanti kesannya sombong. Tunggu sekitar dua puluh menitan sisa waktu aja.”
Iapun mengurungkan niatnya untuk mengumpulkan dengan cepat dan berpura-pura membolak-balikan kertas ujiannya sambil mengecek serta mengoreksi kembali, meskipun dirinya sudah seratus persen yakin jawaban yang diisinya sudah tepat dan benar.
Bisa jadi juga pengawas ujian curiga dengan April yang menyelesaikan soal terlalu cepat. Siapa tahu timbul pemikiran liar karena April adalah keponakan Bapak Kepala Sekolah yang terhormat, bahwa dirinya mendapatkan bocoran soal dari Omnya lalu tinggal menghapal kunci jawabannya saja. Padahal kenyataanya memang April saja yang kelewat rajin dan otaknya itu yang terlalu pintar sehingga ia dapat menyelesaikan soal ujian dengan waktu yang tidak normal.
Sang waktu lagi-lagi berjalan dengan cepat, ujianpun tersisa dua puluh menit lagi. April sudah berdiri dari bangkunya lalu akan meninggalkan mejanya, ia menjadi peserta ujian pertama yang keluar dari ruangan. Disusul satu-dua menit kemudian oleh sebagian kecil murid-murid lainnya. April yang sudah menahan buang air kecil sedari ujian tadi juga langsung menuju ke toilet.
Saat berada di dalam bilik toilet, ia mendengar perbincangan dari murid perempuan lainnya yang juga telah selesai ujian. Mereka berdua bertosan. “Yesss ahahaha ternyata soal yang keluar bener-bener sama persis kayak soal latihan dari tempat bimbel kita!”
“Iyaaa ahahaha untung gue ngikutin saran lu ikut gabung tempat bimbel itu juga!” sahut murid perempuan itu dengan suara yang lumayan kencang sangking senangnya. Sepertinya yang April dengar adalah suara dari dua murid perempuan yang juga mengikuti bimbel dekat sekolah yang sama dengannya.
“SSSTTT jangan gede-gede ngomongnya! Tutup mulut aja udah dari sekarang!” Mereka berdua kemudian keluar lagi dari toilet tanpa tahu ada April di salah satu bilik toilet perempuan itu. April sekarang bertanya-tanya dalam benaknya.
“Hah emang soalnya sama persis ya kayak soal dari lesan?” pikirnya yang memang pelupa karena sangking banyaknya latihan soal yang ia kerjakan dari berbagai macam buku dan sumber. Aprilpun tidak mengingat bagaimana bentukan soal-soal latihan dari tempat bimbelnya.
“Masa sih? Kalau begitu soalnya bocor dong? Ah nanti cek aja deh di rumah!” gumamnya.
Hari kedua ujianpun selesai. Murid-murid kembali ke rumah masing-masing untuk lanjut belajar. Ketika sudah berada di rumah, Aprilpun langsung mengecek soal-soal latihan dari tempat bimbingan belajarnya.
“Ujian tadikan pelajaran matematika sama Bahasa Indonesia ….” Ia mencari-cari kembali kumpulan soal latihan pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia dari tempat bimbelnya.
“Nah ketemu!” Lalu April memperhatikan dengan seksama soal-soal latihan pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia dari tempat bimbelnya. Sayangnya soal ujian tadi tidak boleh dibawa pulang oleh murid-murid. April yang pelupapun berusaha keras mengingat soal ujian di hari kedua tadi, apakah sama dengan soal-soal latihan dari bimbelnya yang ia lihat sekarang. Dirinyapun masih ragu.
“Memang sama persis ya? Mmm kayaknya enggak deh, ada yang beda-beda dikit.” Ia masih bercakap-cakap dengan dirinya sendiri sembari terus berpikir.
“Hmmm, jadi penasaran sama persis atau enggaknya. Besokkan ujian hari ketiga, itu pelajaran biologi sama Bahasa Inggris,”-April melihat-lihat lagi soal-soal latihan peljaran biologi dan Bahasa Inggris dari tempat bimbelnya-“gue pelajarin ini aja deh berulang kali supaya inget. Biar tahu sama persis atau enggaknya!”
Sehingga April memutuskan untuk mempelajari soal-soal dari bimbelnya saja untuk mengecek esok hari apakah memang benar soal ujiannya sama persis seperti soal latihan dari bimbelnya.
…
Sementara itu, Adli dan kawan-kawannya seperti biasa berada di basecamp mereka yakni rumah Mali untuk lanjut belajar.
“Sik asik! Soalnya lumayan gampang. Untung kita belajar bareng jadi banyak yang masuk ke otak dan banyak yang keluar di ujian!” ucap Adli.
“Yoi broh! Yuk lanjut belajar lagi dah!” jawab Mali.
“Ambis sekali kau ini! Makan dulu lah, perutku sudah keroncongan nih!” tukas Alli’ sambil melihatkan jam tangannya yang menunjuk ke arah jam dua belas siang.
“Iya tunggu Ibu gue udah mesenin nasi padang!” respon Mali.
Sementara itu Adli dari setadi sibuk mengorek-ngorek lembaran latihan soal mereka bertiga.
“Ngapain sih Dli? Kalau ujian itu konsepnya kan datang, kerjakan, lupakan! Ahahah ngapain masih coba cek-cek jawaban lagi sih!“ ujar Alli’
“Eh sebentar-sebentar, kok gue rasa ada yang ganjal ya?” tanya Adli.
“Ganjal kenapa?” tanya balik Mali.
“Tadi tuh pas gue nunggu kalian selesai di depan aula …,” Adlipun bercerita memberitahu teman-temannya. Saat di lorong sekolahan tadi, ketika Adli sedang menunggu Alli’ dan Mali untuk lanjut belajar di rumah Mali, ia mendengar percakapan dari teman-teman murid laki-laki yang mengikuti bimbingan belajar dekat sekolah.
“Udah ayo! Main aja nongkrong! Gausa belajar lagi!”
“Gak, gue mau balik duluan belajar lagi!”
“Yahilah orang soalnya sama persis kok lu liat aja tadi!” Dengan cepat murid lelaki tersebut langsung ditempeleng temannya itu.
“GEBLEK! Jangan gede-gede ngomongnya! Udah ah balik duluan gue jaga-jaga takutnya soalnya beda besok.”
Adli heran dengan percakapan mereka.
Sehingga saat sampai di rumah Mali ia mencari-cari soal-soal latihan dari bimbel dekat sekolah yang sempat ia pelajari bersama dengan Alli’ dan Mali.
“Nah ini dia!”-dengan pandangan seksama, Adli sudah tahu bahwa soal latihan dari bimbel dekat sekolah itu memang sama persis dengan soal ujian tadi-“wah bener-bener sama persis!”