Suasana kembali seperti sedia kala dimana hari-hari berjalan seperti biasanya. Semenjak kejadian di rumah April ketika rencana yang dijalankan Adli bersama dengan teman-temannya telah membuat suatu kesimpulan baru di benak Pak Jan. Keadaan di sekolah berubah setelah Pak Jan menepati janjinya untuk mengganti seluruh kebijakannya di sekolah yang merugikan murid-murid dan tidak lagi mengambil untung dari jabatannya sebagai kepala sekolah.
Pak Janpun sudah menghapuskan larangan bagi para murid untuk membawa motor ke sekolah tetapi hanya murid-murid yang sudah memiliki SIM saja yang dibolehkan untuk parkir di sekolah. Lalu murid-murid kelas sepuluh dan sebelas yang memang memiliki rumah jauh dari sekolah tetap mengendarai motornya ke sekolah meskipun tidak mempunyai SIM. Mereka terpaksa masih memarkir motor di proyek parkiran belakang sekolah. Namun, mereka dibolehkan sudah membayar seikhlasnya saja untuk biaya tukang parkir disana dan untuk staff seperti OB, satpam, maupun guru honorer yang gajinya sering tersendat di awal bulan, atau sebagai bonusan mereka semua karena sejatinya gaji mereka sebenarnya tidak layak dan serba kekurangan.
Sebagai gantinya juga, sebagaian area parkiran belakang sekolah itu ditanami pohon dan menjadi taman bagi para murid-murid untuk mengerjakan PR bersama-sama saat waktu senggang istirahat atau sekedar mengobrol berbincang santai dan bercanda ria setelah pulang sekolah.
Selain itu, untuk peraturan mengenai keterlambatan, hukuman dari peraturan tersebut untuk murid yang terlambat kembali menjadi seperti sebelumnya. Mereka hanya tidak boleh mengikuti jam pertama saja dan tidak akan dipulangkan atau dianggap alfa walau tetap dikenakan poin.
Sehingga tidak ada murid yang buru-buru lagi ke sekolah karena takut telat dan dihitung alfa yang membuat poin pelanggaran yang masuk ke buku poin merekapun semakin banyak. Murid-murid menjadi lega, karena kalau tidak bisa-bisa jika telat sedikitpun dan dihitung alfa, poin pelanggaran mereka dapat cepat penuh hingga mencapai seratus yang dapat menyebabkan mereka bisa saja dikeluarkan dari sekolah.
Tembok samping sekolahpun yang sebelumnya digambar mural yang mengkritik kebijakan Pak Jan, telah diganti menjadi mural yang lebih berseni seperti kalimat-kalimat motivasi maupun kartun lucu yang membuat siapapun yang melihatnya menjadi senang. Iman dan kawan geng motornyalah yang bekerjasama dengan murid dari ekskul mengambar yang membuat gambar-gambat tersebut menjadi menyala berwarna-warni cerah karena ekspresi kreatid dari mereka semua.
Salah satu objek di dinding samping sekolah tersebut bertuliskan, “JAMBORE SEKOLAH NO PERPELONCOAN!”
Pihak sekolah sudah setuju menjadikan budaya jambore sekolah yang ada di SMA tersebut menjadi suatu kegiatan tetap setiap dua tahun sekali dengan pesertanya adalah tetap kelas sepuluh dan dua belas sebagai ajang pengenalan sekaligus perpisahan, akan tetapi para guru juga ikut dalam kegiatan tersebut. Sehingga tujuan dari ajang tersebut menjadi lebih luas lagi maknanya yaitu untuk mempererat tali silaturahmi dan koneksi batin antara guru maupun murid dan warga sekolah lainnya. Kebersamaan yang kuat antara guru dan muridnya memang harus tercipta agar kegiatan proses belajar mengajar menjadi lebih cair dan mengalir.
Kemudian tempat bimbingan belajar dekat sekolah juga telah memutuskan untuk tidak menerima lagi soal-soal ujian kelulusan bahkan ujian harian dari guru-guru SMA Adli. Hal tersebut terjadi karena Pak Jan memerintahkan pihak kesiswaan sekolah untuk memantau betul apabila ada oknum guru yang sembunyi-sembunyi mengadakan kerjasama dengan bimbel di luar sekolah. Bimbel di luar sekolah pun sepakat membuat soal latihan mereka sendiri agar tidak memberi kesan bahwa murid-murid yang mengikuti bimbel tersebut mendapatkan akses khusus berupa ‘bocoran soal’ dari sekolahnya masing-masing.
Walau ada kalimat yang mengatakan ilmu itu mahal tetapi ilmu itu seharusnya dapat diakses oleh semua kalangan, tidak dipisah-pisahkan oleh strata ekonomi maupun golongan. Semua muridpun mendapatkan kesempatan belajar yang sama rata dan juga adil, sehingga murid-murid dapat bersaing secara sehat untuk berlomba-lomba dalam kebaikan menuntut ilmu dan mencapai perguruan tinggi impian mereka masing-masing.
Kemudian murid kelas dua belas juga tinggal menunggu pengumuman kelulusan mereka. April memanfaatkan waktu menunggu pengumuman kelulusan tersebut dengan memilih untuk pulang ke Jawa Timur menjenguk Ibunya. Sembari waktu luangnya itu Ia sisihkan lebih banyak untuk belajar sekaligus sesekali menelpon Adli, karena saat ini mereka kembali menjalani hubungan long distance relationship atau biasa disingkat LDR-an. Walaupun sebenarnya mereka berdua juga belum berpacaran karena dari Adli sendiri belum mendapati momen yang tepat untuk menembak April untuk kesekian kalinya setelah hal tersebut selalu tertunda. Adli masih mencari-cari kira-kira kapan waktu dan momen yang tepat untuk menembak April lagi, Ia berencana untuk menembak April lagi sepertinya di hari perayaan kelulusan nanti.
Setelah menunggu berminggu-minggu lamanya, pemberitahuan kelulusan dan nilai ujian kelulusan akhirnya diumumkan juga. Ternyata April mendapatkan predikat nilai lulusan terbaik di sekolahnya dengan nilai ujian mata pelajaran Matematikanya mencatatkan rekor sempurna! Pak Jan bangga sekali dengan keponakannya itu.