Malam kelam 14 tahun yang lalu. Semua dimulai ketika rasa curiga mulai merasuki hati, menggoda pikiran lalu membuat kekacauan pada otak.
Fakta berubah menjadi kesesatan, ketika pikiran yang dikuasai oleh hawa nafsu dan nafsu bisa saja membutakan hati serta pikiran, lalu membuat siapa saja tidak bisa berpikir jernih.
Brakk!
Suara keributan dari ruangan lain. Gelas kaca terlempar kuat-kuat ke lantai, lalu hancur berkeping-keping tidak berbentuk layaknya sebuah gedung yang hancur akibat diterjang badai.
Ini adalah malam yang aneh mengapa sepasang kristal hitam tidak ingin terpejam. Sulit untuk tertidur walau malam telah larut.
Hari-hari yang dilalui sudah menguras tenaga, tetap saja sulit untuk mengistrirahatkan dirinya yang kecil itu, dia masih terjaga?
Seorang gadis Kecil bernama Fiona, sedang berdiri ketakutan dari balik pintu. Kedua matanya membulat besar dan sepasang putik mata indah itu yang berkaca-kaca, kristal bening terbendung di sana dan kapanpun akan siap tumpah membanjiri pipinya.
Plakkk!
Tamparan keras terdengar dari dalam sana. Fiona kecil yang melihat dari balik pintu hanya dapat memejamkan kedua mata dan menggenggam erat gagang pintu.
Tampak rasa ketakutan yang terpancar jelas dari anak usia tujuh tahun itu. Fiona baru saja melihat yang sepatutnya dia tidak lihat. Apa itu?
Setiap manusia memiliki perasaan. Manusia akan menangis ketika mereka bahagia dan bersedih, mereka akan tersenyum ketika bahagia atau berusaha untuk tegar. Lalu, mereka juga akan merasa takut, takut untuk berpisah dari hal yang disukai dan apa yang membuat anak seusia Fiona merasa takut?
Tik.
Akhirnya satu tetes kristal beningnya menetes di pipi, turun membasahi tangan mungil itu.
"Saat ini juga Aku akan menceraikanmu, karena kau, sudah tidak berguna lagi bagiku!"
Teriakan seseorang yang ada di dalam sana, terdengar seperti suara seorang pria dewasa, bernada berat dan nampak terdengar cukup kasar.
Apa sedang terjadi keributan di dalam sana? Fioan bertanya-tanya.
"Kau tidak bisa menceraikanku! Ini demi putri kita yang masih kecil. Jika kau menceraikan aku bagaimana dengan nasibnya?" melirih dari yang lain.
Terdengar suara orang ke dua dari dalam sana. Suaranya sangat lembut layaknya bolu yang dihidangkan selagi hangat.
"Aku tidak perduli!"
Plak!
Suara tamparan keras kembali terdengar. Fiona kecil masih berada di balik pintu sana dan menyaksikan kegelapan dari dalam ruangan itu.