Perlahan kabut menyelimuti tubuh perbukitan dengan selimut putih tebal. Pepohonan pinus dan jati yang bertengger di sepanjang jalan perbukitan menggigil kedinginan. Daun-daunnya yang mengering dengan pasrah menekuri takdirnya lalu terpelanting jatuh ke tanah. Batang-batang cahaya mentari pagi menerobos membelai bumi melalui celah-celah dedaunan. Sebagian dari batang-batang cahaya itu berlarian dan saling berdesakan menerobos kabut yang tebal. Sejak itu kehidupan mulai menggeliat pelan setelah lama terbuai dalam nyanyian keheningan malam.
Halaman sekolah yang berada di kaki perbukitan itu mulai riuh dengan celoteh para siswa yang mulai berdatangan. Ada yang masih tersangkut di pintu masuk sekolah bersama geng mereka. Ada yang membicarakan tentang dekatnya ujian semester ganjil, yang berarti bahwa mereka akan semakin dekat dengan ujian nasional. Ada yang membicarakan soal tugas akhir mereka yang belum kelar. Ada yang membicarakan soal pelajaran matematika yang semakin rumit padahal matematika adalah pelajaran penting tentang asal-usul kejadian Tuhan dan manusia. Ada yang membicarakan soal pelajaran bahasa Inggris yang semakin dirasa penting melebihi bahasa Arab padahal bahasa Inggris bukanlah bahasa akhirat. Tapi jika mereka tidak sampai hafal TOEFEL maka mereka tidak akan lulus ujian. Ada juga yang sedang membicarakan soal guru mereka yang tersangkut kasus pelecehan seksual.
Koridor sekolah juga terlihat semakin ramai. Para siswa dan siswi yang terlihat sedang membaca buku mata pelajaran mereka di atas kursi-kursi panjang kayu. Ada yang sedang menghafal, dan ada pula yang mencatatnya di atas secuil kertas sebagai bekal untuk menjawab soal-soal. Mereka yang rajin membaca dan menyontek tidak tertarik dengan isu-isu yang sama sekali tidak dapat menguntungkan mereka dalam menghadapi ujian. Pada saat yang bersamaan, terdengar suara sirine mobil polsek yang berhenti di depan MA Sirojul Muttaqin. Tiga polisi muda berbadan tegap dan tinggi masuk melalui halaman sekolah yang penuh dengan siswa yang terkaget-kaget melihat sekolah didatangi oleh polisi. Sebagian dari mereka menutup buku mata pelajaran mereka. Sebagiannya lagi membentuk kerumunan seperti sedang mengerumuni sebuah pertunjukan karnaval.
Tak lama kemudian, dari pintu kepala sekolah ketiga polisi tadi menggiring seorang pria paro baya yang mengenakan seragam abu-abu. Mukanya ditutup dengan kedua tangannya yang terborgol. Ketiga polisi itu membawanya keluar dari ruangan tadi dan melewati koridor sekolah. Para siswa meninggalkan kursi mereka untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Guru itu sehat walafiat tapi tangannya terborgol. Setelah melewati halaman sekolah, pria paro baya itu disuruh naik dan duduk di kursi bak mobil polisi, diapit oleh dua polisi.
Beberapa menit kemudian, kepala sekolah menyuruh para siswa agar masuk ke dalam kelas masing-masing. Seperti napi dalam penjara, mereka masuk ke dalam kelas masing-masing tanpa berani membantah. Setelah itu mereka duduk dengan rapi tanpa bersuara. Dan guru kelas masing-masing masuk. Sama halnya seperti di kelas XII IPA. Seorang guru perempuan muda masuk dan duduk di tempat duduknya. Hening untuk sementara waktu menyelimuti ruang kelas itu. Anak-anak tidak mengeluarkan suara. Kepala tertunduk dengan menatap alas meja. Kedua tangan disedekapkan di atas meja. Hanya bunyi angin yang mempermainkan daun-daun pohon mangga dan palem terdengar sampai ke dalam kelas.
“Seperti halnya yang kalian ketahui bahwa pada pagi hari ini, salah seorang dari sahabat kalian yang bernama Arumi telah meninggal dunia. Selama ini kita semuanya telah tahu bahwa Arumi merupakan sosok siswi yang cerdas, ramah, baik hati, suka menolong orang lain, dan pendiam. Hanya orang baik seperti Arumi yang selalu dirindukan oleh Allah,” kata guru muda itu dengan terisak. Air matanya menetes dan membentuk parit. Beberapa siswi yang sedari tadi diam ikutan terisak. “Bersamaan dengan kejadian meninggalnya Arumi, salah seorang guru kita diberhentikan dengan tidak terhormat karena telah terbukti melakukan pelecehan dan kekerasan seksual. Sesuai dengan hasil visum dan otopsi yang dikeluarkan oleh pihak rumah sakit, terbukti Arumi merupakan korban kekerasan seksual sehingga menyebabkan dirinya meninggal dunia. Dengan begitu, salah seorang guru dari sekolah ini harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Semoga arwah Arumi tenang di alam sana, dan diberikan tempat yang layak di sisi Allah Swt. Amin ya rabbal alamin.”